Share

BAB 5

Author: Dannisa Idris
last update Last Updated: 2025-08-07 00:24:33

Queen membuka pintu kamar pelan-pelan. Udara dingin langsung menyambutnya. Ia melangkah masuk, lalu menutup pintu dengan bunyi klik yang pelan tapi tegas.

Matanya menyapu ruangan yang begitu rapi, nyaris steril. Lantai marmer pucat berkilau di bawah lampu gantung. Dinding kelabu muda dihiasi satu lukisan abstrak besar di atas ranjang king size.

“Hmm… dingin sekali. Serius ini kamar tidur, bukan ruang pendingin?” gumamnya, setengah berbisik pada diri sendiri.

Ia menaruh tas kecil di kursi pojok, lalu berjalan memeriksa ruangan. Tidak ada koper yang tadi ia bawa. Tidak ada ornamen apapun. Bahkan tidak ada cermin.

Ia membuka pintu lemari tinggi di sisi kanan. Deretan pakaian wanita tergantung rapi, semuanya baru, warnanya netral, ukurannya pas.

“Bahkan pakaian pun sudah dipilihkan” suaranya merendah. Ia menarik napas, membuka laci di bawahnya. Pakaian dalam baru, masih berlabel. “Wow. Jadi semua sudah diatur, ya. Lengkap tanpa tanya aku mau atau tidak.”

Menutup lemari, ia berjalan menuju kamar mandi. Pintu geser terbuka, memperlihatkan ruangan serba putih dan perak. Lampu otomatis menyala.

“Minimal kamar mandinya bagus.” gumamnya, lalu menekan panel layar sentuh yang ada di dinding.

Pancuran air menyala deras dari langit-langit, memercikkan air dingin ke punggungnya.

“Ah! Aduh bagaimana cara…” Ia panik, menekan tombol lain, tapi air malah berubah panas dan semakin deras.

Pintu kamar mandi terbuka. Sultan berdiri di ambang, kemeja hitam tipis dan celana panjang. Wajahnya datar, tapi matanya langsung melihat pakaian Queen yang basah menempel di tubuh.

“Geser ke kiri,” katanya singkat sambil melangkah masuk. Tangannya menyentuh panel sekali, dan pancuran langsung berhenti.

Queen mengatur napas. “Tidak ada petunjuk cara pakainya?”

“Ada,” jawab Sultan, menyalakan kembali pancuran dengan suhu hangat. “Tapi kamu tidak lihat.”

Ia berdiri cukup dekat saat menunjukkan tombol-tombol di panel. “Ke kanan untuk panas, kiri bawah untuk dingin. Mode rain di sini, kalau yang ini mode massage, yang ini Jet, bisa di mix juga, paham.” Jarinya bergerak pelan, hanya beberapa sentimeter dari tangan Queen.

“Iya paham, lagian aneh banget shower banyak tombolnya, seperti konsol game aja?” celetuk Queen, mencoba menutup rasa kikuk.

Sultan hanya mengangkat sebelah alis. “Bedanya, ini tidak ada kalah menang kalau salah sentuh.”

Sultan berbalik, hendak keluar, Queen dengan ragu, “eh..”  

Sultan berhenti. Queen melanjutkan kalimatnyai. “Bisa bantu satu hal lagi?”

“Apa?”

“Kaitan di belakang… susah dibuka sendiri.” Queen menunjuk bagian belakang gaun yang ia kenakan. 

Sultan berdiri di belakangnya. Jarinya menyentuh kulit punggung yang lembab, mencari kaitan gaun. Queen menahan napas.

Klik. Kaitan terbuka.

“Sudah,” kata Sultan singkat.

Queen melihat pantulan wajah Sultan dari logam wastafel, cukup membuatnya salah tingkah. “Kamu sudah boleh keluar, aku mau mandi.”

Sultan keluar dari kamar mandi, tapi jantung Queen tidak bisa berhenti berdetak dengan cepat. Ia buru-buru menyelesaikan ritual mandi dan berganti pakaian, lalu kembali ke kamar mengenakan gaun tidur tipis. 

Sultan duduk di tepi ranjang, membuka kancing kemejanya.

“Aku tidur di sisi mana?” tanya Queen.

“Kiri,” jawabnya.

“Suhunya terlalu dingin.” Keluh Queen.

“Itu suhu standar. Kamu yang harus menyesuaikan.” jawab Sultan datar.

“Kalau aku tidak bisa?”

Sultan menarik selimutnya sendiri, lalu menyentuh selimut Queen dan menariknya sampai menutupi bahu. “Coba dengan ini dulu.”

Sentuhan itu singkat, tapi membuat Queen berbaring dengan jantung yang tak kunjung tenang.

Tak berapa lama, Sultan terbangun oleh suara napas tidak teratur di sisi kiri ranjang. AC masih berdesis di langit-langit, membuat udara semakin dingin.

Ia menoleh. Queen meringkuk seperti anak kecil, selimutnya terlipat setengah di pinggang. Bahunya terbuka, kulitnya pucat di bawah gaun tidur tipis.

Bibirnya bergerak pelan, lalu terdengar gumaman lirih, “Jangan… tolong jangan bawa Papi…”

Sultan menatapnya tajam, mendengarkan.

Queen mengerutkan kening dalam tidurnya. “Aku… aku mau pulang… Papi… Mami… jangan paksa…”

Sultan menghela napas. Tangannya terulur untuk menarik selimut kembali menutupi bahu Queen.

Belum sempat ia merapikan, tangan Queen tiba-tiba meraih ke depan, dan justru melingkar di pinggangnya.

Tubuhnya merapat, wajahnya menempel di dada Sultan. Nafasnya hangat, meski masih diselingi gumaman tak jelas.

“Jangan… dingin sekali… tolong…” ucapnya pelan, seperti memohon pada udara itu sendiri.

Sultan membeku. Jantungnya yang biasanya berdenyut datar, malam ini terasa berubah ritmenya. Kehangatan itu terlalu nyata. Terlalu tulus untuk diabaikan.

Ia menatap wajah Queen yang setengah tertutup rambut. Matanya masih terpejam, alisnya berkerut, seolah sedang melawan mimpi yang tak ia sukai.

“Aku bahkan dengan sadar sedang melanggar aturanku sendiri,” gumamnya pelan.

Queen mengeratkan pelukan sesaat, lalu mereda, tapi tangannya tetap bertahan di sisi tubuh Sultan.

Sultan menatap langit-langit kamar, mencoba kembali ke ritme nafasnya yang normal. Namun, rasa aneh itu tidak pergi, hangat, tapi mengganggu. Seperti sesuatu yang sudah lama hilang dan tiba-tiba kembali, tanpa diundang. Ia akhirnya menarik selimut mereka berdua, membiarkan Queen tetap dekat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 85

    Sultan berdiri di ambang pintu, mengenakan kemeja hitam yang lengannya digulung sampai siku. Wajahnya terlihat lelah, tapi tetap tenang, seperti biasa.Matanya segera tertuju pada dua koper besar di lantai. Ia melangkah masuk, lalu menatap Queen yang berdiri di sisi meja rias.“Cepat juga kamu beres-beresnya,” ucap Sultan sambil menutup pintu di belakangnya.Queen menoleh pelan, bibirnya melengkung kecil. “Aku dibantu Nala. Dan sebagian lagi,” ia menatap koper pria di sebelahnya, “,aku siapkan sendiri.”Sultan menaikkan satu alis, lalu mendekat. “Pakaian aku?”“Hmm.” Queen mengangguk, mencoba terdengar santai. “Kalau kubiarkan kamu yang pilih, pasti ujungnya hanya dua kemeja dan satu celana panjang.”Sultan tertawa kecil, suara rendahnya memenuhi ruangan. “kamu sudah hafal.” Ia berhenti tepat di depan Queen, lalu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, antara kagum, canggung, dan lembut sekaligus.“Terima kasih,” katanya pelan, namun tulus.Queen menunduk sedikit, pura-pura si

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 84

    Mobil berhenti di depan rumah mereka. Lampu-lampu di teras sudah menyala lembut, menandakan seseorang menunggu. Begitu pintu terbuka, Sultan keluar lebih dulu, langkahnya mantap namun terlihat sedikit tergesa. Dari arah dalam, Patra sudah berdiri di depan pintu bersama Nala yang membawa tablet dan beberapa map di tangan.“Selamat datang, Tuan, Nyonya,” sapa Nala sopan sambil sedikit menunduk.Patra menambahkan, “Saya baru saja sampai, Tuan. Sudah saya koordinasikan semua sesuai instruksi.”Sultan mengangguk cepat. “Bagus. Kita berangkat besok pagi. Aku mau lihat dulu laporan dari lokasi Lombok.” Tanpa banyak basa-basi, Sultan langsung berjalan masuk ke rumah, Patra mengikuti di belakangnya dengan wajah serius dan tablet menyala di tangan.Queen masih berdiri di depan mobil, memandangi dua orang itu masuk rumah lebih dulu sebelum menoleh ke arah Nala.“Nala, kamu ikut juga?” tanya Queen, suaranya terdengar lembut tapi penasaran.Nala tersenyum kecil. “Iya, Nyonya. Semua sudah diatur. T

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 83

    Begitu mereka kembali ke ruang makan, aroma nasi goreng dan sambal udang masih memenuhi udara. Vanda yang sedang menyiapkan potongan buah langsung menoleh dan tersenyum melihat keduanya datang.“Lama sekali teleponnya,” ucapnya ringan, tapi matanya menatap Queen penuh tanya. “Semuanya baik-baik saja, kan?”Queen tersenyum kecil sambil duduk kembali di kursinya. “Baik, Mi. Cuma urusan kantor, nggak terlalu besar.”Sultan ikut duduk di sampingnya, kali ini ekspresinya sudah jauh lebih tenang. Gala mengangguk pelan, lalu berkata sambil menatap Sultan, “Urusan kantor memang nggak ada habisnya. Tapi jangan sampai lupa makan, itu yang penting.”“Tenang, Papi,” jawab Sultan dengan senyum singkat. “Saya sudah janji tidak akan lewatkan makan buatan Mami.”Vanda tersenyum bangga, lalu mendorong piring berisi potongan buah ke arah Sultan. “Bagus. Setelah ini makan buah, biar sehat. Tapi wajah kamu kayaknya tegang, ada masalah besar?”Sebelum Sultan sempat menjawab, Queen menyela cepat, nada suar

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 82

    Suasana meja makan perlahan mulai tenang. Piring-piring sudah hampir kosong, hanya tersisa beberapa butir nasi dan sisa kerupuk udang yang hancur di sudut meja. Udara hangat dari dapur bercampur dengan aroma nasi goreng dan tawa kecil yang masih menggantung di ruangan.Gala menyandarkan punggungnya ke kursi, menepuk perut dengan puas. “Sudah lama nggak makan seramai ini. Rasanya beda kalau semuanya kumpul begini.”Queen tersenyum. “Mami memang jago masak. Aku sampai lupa kalau ini udah piring kedua.”Vanda menatap putrinya dengan pandangan penuh sayang. “Makan yang banyak nggak apa-apa, Mami senang lihat kamu makan lahap begitu.”Kai yang duduk di seberang langsung nyeletuk. “Kalau tiap kali pulang Kakak sama Abang makan segitu banyak, bisa-bisa Mami tambah semangat masak tiap hari.”“Boleh juga,” sahut Vanda sambil terkekeh. “Asal kamu bantu cuci piringnya, Kai.”Tawa ringan kembali terdengar. Tapi di tengah kehangatan itu, ponsel Sultan bergetar di meja, suara getarnya terdengar jel

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 81

    Vanda muncul dari dalam membawa piring kecil berisi pisang goreng hangat. “Kalian ini sudah ngobrol dari tadi belum sarapan benar,” katanya sambil meletakkan piring di meja. “Ayo makan, biar nggak masuk angin.”Queen bangkit cepat membantu Mami nya, mengambilkan tisu dan piring kecil. “Aku bantu, Mi.”Vanda melirik dengan senyum menggoda. “Akhirnya anak Mami ini bisa juga bantu.”“Biasanya sibuk urusan sendiri,” sela Gala, membuat Queen melotot manja. Mereka semua tertawa.Sultan ikut mengambil sepotong pisang goreng dan mencicipinya. “Ini enak sekali, Mi. Lembut.”Vanda tersenyum senang. “Kalau suka, nanti Mami bawakan untuk kalian pulang ke rumah. Tapi janji, Queen harus belajar bikin juga.”Queen menatap Maminya pura-pura kesal. “Mami selalu menyeret aku ke dapur.”“Ya, biar Sultan tahu istrinya bukan cuma jago tanda tangan sama baca laporan,” jawab Vanda cepat. Mereka semua tertawa lagi, dan tawa itu menggema di halaman, ringan, jujur, dan penuh rasa sayang.Kai muncul dari dalam

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 80

    Queen membuka mata perlahan. Cahaya matahari sudah menembus tirai kamarnya, membuat ruangan terang. Tangannya meraba sisi kasur, kosong. Ia langsung terangkat, menatap sekeliling.“Eh?” gumamnya, sedikit kaget karena Sultan tidak ada.Ia bangkit perlahan, menyampirkan cardigan tipis, lalu melangkah keluar kamar lamanya. Aroma masakan khas rumah memenuhi udara. Dari arah dapur, terdengar suara Vanda.“Baru bangun, Queen?” suara Vanda terdengar agak kesal.Queen menghentikan langkahnya di ambang pintu, lalu tersenyum canggung. “Iya, Mi. Tadi malam agak susah tidur.”Vanda menatapnya tajam sambil menyilangkan tangan di dada. “Kamu sudah jadi istri orang, jangan kebiasaan bangun siang. Lihat tuh, Sultan dari subuh sudah ikut olahraga sama Papi di halaman.”Mata Queen membesar. “Sultan? Sama Papi?”“Ya, masa sama kucing?” Mami menyahut cepat. “Dari pagi mereka sudah di halaman belakang. Kamu malah molor.”Queen terdiam, masih berusaha membayangkan sosok Sultan yang biasanya kaku dan serius

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status