Share

BAB 5

Aвтор: Dannisa Idris
last update Последнее обновление: 2025-08-07 00:24:33

Ruang itu terlalu terang untuk pagi hari. Dinding putih bersih, kaca besar dari lantai ke langit-langit, dan meja rias penuh kuas, palet warna, dan parfum mahal. Tapi tak ada cermin besar. Lagi-lagi, tidak ada bayangan diri. Hanya pantulan-pantulan kecil di permukaan logam dan botol kaca.

Queen duduk di kursi rias, tangannya saling menggenggam di pangkuan, tubuhnya dililit jubah mandi satin yang terlalu longgar. Kulit bahunya terasa dingin di bawah AC.

Dania berdiri di belakangnya. Hari ini, rambutnya digelung tinggi dan bibirnya merah marun. Wajahnya seperti selalu berada di ambang senyum atau penghinaan, dan keduanya bisa keluar tanpa peringatan.

“Kita hanya punya waktu dua jam,” katanya, sambil memutar hanger yang tergantung di tangannya.

Tiga gaun. Semua putih atau gading. Semua tipis. Semua terlalu terbuka. Queen menatapnya diam.

Dania mengangkat satu gaun dengan tangan kiri. Bahannya seperti kabut, ringan, berkilau samar, tanpa tali bahu. Belahan punggungnya menjulur hingga nyaris menyentuh pangkal tulang ekor.

“Yang ini,” kata Dania.

Queen menggeleng. “Terlalu terbuka.”

Dania tidak marah. Dia hanya meletakkan hanger di sandaran kursi dan mendekat, menunduk ke telinga Queen.

“Ada dua hal yang Tuan Sultan benci,” bisiknya. “Wanita yang terlalu tertutup, dan wanita yang terlalu banyak bicara.”

Queen menoleh perlahan. “Kamu memilihkanku gaun, karena dia ingin lihat punggungku?”

Dania tersenyum tipis. “Dia lebih suka punggung daripada wajah. Itu bukan hinaan. Itu tergantung preferensi masing-masing.”

Queen berdiri, jubahnya bergoyang ringan. Ia memandangi gaun itu lagi. Lalu tangannya menyentuh bahannya, dingin dan licin seperti permukaan realitas yang tidak bisa digenggam.

Ia mengambil gaun itu dan membawanya ke kamar ganti di sudut ruangan. Tirai ditarik. Suara kain yang bergesek terdengar seperti desahan samar.

Beberapa menit kemudian, Queen melangkah keluar. Gaun itu melekat sempurna di tubuhnya. Tidak longgar. Tidak ketat. Tapi memperlihatkan semua garis yang ingin disembunyikan.

Dania mendekat, memutar tubuh Queen sedikit, mengatur jatuh rambutnya agar leher dan punggung terlihat jelas.

“Ada yang perlu kamu ingat malam ini,” katanya pelan, “Kamu adalah istri Tuan Sultan. Tapi itu hanya status hukum. Di mata keluarganya, kamu akan tetap diuji. Mereka akan memutuskan apakah kamu layak atau hanya mainan baru yang akan dibuang saat bosan.”

Queen menahan napas. Rahangnya menegang. Lalu ia bertanya pelan. “Dan kamu, Dania? Apakah kamu bagian dari keluarganya juga?”

Dania menatap pantulan kecil Queen di permukaan logam vas bunga. Suaranya lembut, tapi tajam, “Tidak. Aku bagian dari koleksi pribadinya. Tapi beda kategori.”

“Maksudmu ?” Queen tidak paham arah pembicaraan si Asisten Pribadi Sultan, terlalu multi tafsir.

Belum sempat Dania menjawab, seorang laki-laki berbadan besar dengan setelan jas hitam masuk, “Mobil sudah sampai, Tuan Robin sudah di dalam mobil.”

Tangan Dania terayun, memberi isyarat dengan sopan agar Queen keluar.

Saat mereka sampai di depan, sebuah mobil mewah berwarna hitam sudah terparkir. Pria besar yang tadi memanggilnya ke dalam membuka pintu penumpang. Mempersilakan Queen untuk masuk. Tak lama mobil sudah melaju meninggalkan rumah Robin yang sangat megah.

“Maaf sudah menunggu lama.” Ucap Queen hanya untuk basa-basi.

Sulthan tidak menjawab, matanya menatap ke depan, sama sekali tidak menengok.

Mobil berhenti di depan rumah kaca yang berdiri di tengah halaman luas, dikelilingi taman simetris, lampu taman, dan air mancur yang mengalir pelan. Rumah kaca itu tinggi, ramping, dengan cahaya hangat dari dalam yang memancar seperti rahang terbuka menyambut mangsa.

Queen turun lebih dulu, lalu menunggu di samping pintu. Angin malam menerpa kulit terbukanya, membuat punggungnya menegang. Bahan gaun itu terasa terlalu sedikit untuk tubuh yang terlalu dilihat.

Sultan turun sesaat kemudian, mengenakan setelan hitam dan dasi tipis, tanpa hiasan. Tidak ada sentuhan padanya yang terasa bersahabat. Ia tidak menawarkan tangan. Tetap tidak memandang Queen. Ia hanya melangkah lebih dulu, dan Queen mengikut.

Mereka masuk bersama. Segera, ruangan menjadi riuh, semua mata tertuju pada mereka berdua.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   bab 8

    Queen duduk di meja kerja kecil di sudut kamar, tangannya memainkan bulu pena hitam yang tergeletak di samping buku agenda kosong.Matanya tertuju pada kalender meja. Kulit sintetis coklat tua. Di dalamnya, halaman-halaman tanggal yang sudah ditandai. Bukan oleh tangannya. Tapi tulisan rapi, hitam, teratur. Tulisan tangan Sultan, ia tahu dari bentuk huruf yang tajam dan miring.Ia membuka halaman minggu ini.Senin, 22.00 – Kewajiban.Kata itu ditulis seperti rapat penting. Tanpa hiasan. Tanpa penjelasan. Tapi berat.Queen menatapnya lama. Ia menelusuri huruf-huruf itu dengan ujung jarinya. “Kewajiban” bisa berarti banyak hal. Tapi dalam konteks pernikahan, apalagi pernikahan yang dikontrak seperti transaksi saham, kata itu hanya punya satu makna.Ia menutup kalender itu pelan. Jam dinding menunjukkan 21.37.Masih ada waktu. Tapi entah kenapa, tubuhnya mulai bersiap seperti seekor rusa yang mencium bau serigala dari kejauhan.Queen berdiri, berjalan ke kamar mandi. Ia menyalakan air, m

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 7

    Queen mencoba menyelinap ke sisi ruangan yang lebih sepi, dekat meja hidangan, di mana musik orkestra terdengar lebih samar. Ia tidak lapar, tapi mengambil satu tusuk buah hanya agar terlihat sibuk.Tangan kirinya memegang gelas. Tangan kanan menggantung bebas, jari-jarinya sedikit gemetar karena udara malam dan tekanan pandangan yang tak kunjung padam.Tiba-tiba, sebuah suara berat dan lambat menyapanya. "Ah, akhirnya aku bisa melihat wajah sang istri baru."Seorang pria tua mendekat. Jasnya mahal, dasinya kontras, dan tongkat kayu gelap di tangan kirinya memberi ilusi kelemahlembutan. Tapi mata pria itu seperti mata seseorang yang tidak pernah diajarkan untuk bertanya sebelum mengambil.Queen tersenyum kecil. Ia sudah terlalu lelah untuk menjawab basa-basi.Pria itu berhenti di depannya. “Boleh?” katanya sambil mengulurkan tangan.Queen berpikir dia ingin berjabat. Ia mengulurkan tangan pelan. Tapi pria itu langsung membungkuk, mengarahkannya ke bibir.Queen menariknya. Tidak kasar.

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 6

    Pesta keluarga Sultan bukan pesta biasa. Ini adalah pertemuan orang-orang penting, pengusaha, politisi, duta besar, wanita-wanita tua yang mengenakan berlian seperti pelindung diri. Di tangan mereka ada gelas sampanye. Di mata mereka ada perhitungan. Queen tidak disapa. Tapi dia dilihat. Dilihat dengan penuh kalkulasi. Mereka menilai tinggi badannya. Lengkung gaunnya. Senyumnya yang tidak muncul. Tumitnya yang tidak terlalu tinggi. Caranya berjalan yang terlalu pelan atau terlalu ragu. Sultan melangkah lurus ke tengah kerumunan, lalu berpisah tanpa satu kata pun. Queen berdiri sendiri, di samping patung angsa kristal yang terlalu mewah untuk sebuah dekorasi. Seorang wanita tua mendekatinya. Bergaun ungu gelap, rambut keperakan, dan bibir tipis yang digigit sebelum bicara. “Kamu istri barunya?” katanya, seperti bertanya cuaca. Queen mengangguk kecil. “Ya, Bu.” Wanita itu tertawa pelan. “Dulu dia bawa aktris. Sebelumnya pelukis. Lalu model dari London. Sekarang kamu. Menarik

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 5

    Ruang itu terlalu terang untuk pagi hari. Dinding putih bersih, kaca besar dari lantai ke langit-langit, dan meja rias penuh kuas, palet warna, dan parfum mahal. Tapi tak ada cermin besar. Lagi-lagi, tidak ada bayangan diri. Hanya pantulan-pantulan kecil di permukaan logam dan botol kaca. Queen duduk di kursi rias, tangannya saling menggenggam di pangkuan, tubuhnya dililit jubah mandi satin yang terlalu longgar. Kulit bahunya terasa dingin di bawah AC. Dania berdiri di belakangnya. Hari ini, rambutnya digelung tinggi dan bibirnya merah marun. Wajahnya seperti selalu berada di ambang senyum atau penghinaan, dan keduanya bisa keluar tanpa peringatan. “Kita hanya punya waktu dua jam,” katanya, sambil memutar hanger yang tergantung di tangannya. Tiga gaun. Semua putih atau gading. Semua tipis. Semua terlalu terbuka. Queen menatapnya diam. Dania mengangkat satu gaun dengan tangan kiri. Bahannya seperti kabut, ringan, berkilau samar, tanpa tali bahu. Belahan punggungnya menjulur h

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 4

    Pintu kamar itu tidak terkunci, tapi terasa seperti tidak akan pernah benar-benar terbuka untuknya. Queen berdiri di ambang ruangan yang luas dan sunyi. Lantainya dari marmer pucat, dingin meski tidak disentuh langsung. Dindingnya kelabu muda, dengan satu lukisan abstrak besar di atas ranjang. Tak ada jendela. Hanya pintu kaca tinggi mengarah ke balkon kecil, tertutup tirai tebal. Di tengah ruangan, ranjang king. Sprei putih. Dua bantal. Tidak ada lipatan. Seperti tempat ini belum pernah dihuni. Queen melangkah masuk. Langkahnya nyaris tak berbunyi, tapi tubuhnya terasa seperti berisik hanya dengan bernapas. Ia menaruh tas kecil di atas kursi, lalu menatap sekeliling. Tak ada koper. Tak ada pakaian. Tak ada foto. Bahkan tak ada cermin. Ia berjalan ke pojok, membuka lemari tinggi. Di dalam tergantung pakaian wanita, semuanya pas ukurannya. Semuanya baru. Tak satu pun miliknya. Queen membuka laci. Pakaian dalam baru, masih berlabel. Lalu ia berdiri, mematung. Kamar mandi menyala

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 3

    Sultan berdiri. Tinggi badannya seperti mendominasi seluruh ruang. Ia mengenakan jam tangan hitam dengan jarum emas, dan menyisir rambutnya ke belakang dengan telapak tangan. Rapi. Seperti arsitek dari segala hal yang terjadi hari ini. Ia melangkah mendekat. Pelan. Tapak sepatunya berbunyi pelan di atas karpet tebal, tapi setiap langkah terasa seperti detak jam mundur ke sesuatu yang tak bisa dibatalkan. Queen tetap duduk. Tak bergerak. Sultan berhenti di belakang kursinya. Napas Queen menahan diri. Tangannya masih di atas paha, kaku. Lalu pria itu menunduk, dan tanpa menyentuhnya, membisikkan satu kalimat ke telinganya, begitu dekat hingga Queen bisa mencium aroma parfum kayu dan tembakau ringan dari napasnya. “Mulai sekarang, jangan buat aku mengulang perintah dua kali. Paham.” Hanya itu. Lalu ia berdiri kembali. Dan berjalan keluar dari ruangan, pintu dibuka oleh seseorang yang Queen tidak sempat liha wajahnya. Queen masih duduk di kursi itu. Tangannya perlahan mengepal di a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status