Share

bab 2

Author: Author Rina
last update Huling Na-update: 2025-07-04 08:45:52

Bab 2

"Ini ambil rendang basimu. Aku tak butuh!"

Kulempar rendang itu tepat ke wajahnya tak peduli walaupun wajah glowing kini penuh dengan bumbu rendang basi.

"Heh, anak kurang pendidikan. Pasti orang tua kamu nggak pernah mengajarkan sopan santun ya. Dasar orang kota," kesal wanita yang dipanggil Ton itu oleh mertuaku.

"Justru ini masih sopan karena kalau tidak sudah kusvmpal mulut anda pakai rendang basi ini, biar ada paham rendang ini bisa dimakan atau tidak!" Geramku.

"Heh gak usah berlaga ya kamu. Masih mending aku kasih rendang, kalian bisa makan daging daripada engga. Nggak usah sok kaya deh kalian, biasa juga kalian makan rendang basi kok." Wanita itu kian kesal, dia cemberut dan kedua alisnya menyatu.

Aku geram, bukannya merasa bersalah karena telah memberikan rendang basi tapi malah terus menghina.

"Kalau dipikir itu menjaga bisa macam-macam. Terima saja memang kalian kere. Gak usah berlaga jadi orang kaya!"

Aku makin geram. Kukepal telapak tangan. Namun, saat mulut ini terbuka untuk melawannya Ibu segera menarik tanganku.

"Wes Ndok. Gak usah diperpanjang. Ayo pulang," ucap Ibu.

Wanita tua yang sudah sedikit bungkuk itu mendekat ke arah wanita sombong tadi.

"Ton, maafkan adikmu yo nduk. Terimakasih rendangnya tadi."

"Eh," aku melongo. Ini mertuaku agak lain atau apa. Ngapain coba berterima kasih padahal jelas-jelas di kasih rendang basi oleh perempuan itu.

"Bu kenapa kok Ibu bilang terima kasih sama dia padahal sudah jelas dia itu menghina ibu," ucapku gak terima.

"Itu Bukan menghina Ndok. Karena memang setiap tahun itulah ibu terima. Rendang itu memang basi tapi bisa dicuci lalu dimasak lagi."

"Hah?" Aku melongo. Tak percaya kehidupan seperti ini ada, makanan jelas-jelas sudah basi dan tidak layak dimakan didaur ulang lalu dimakan kembali. Pantas saja Elias orangnya nurut apapun pekerjaan yang dia terima. Ternyata begini kehidupannya di kampung.

"Iya mbak. Jadi memang biasanya setiap tahun Mbak Tun itu masih rendang ke kami seperti itu. Memang kata orang-orang itu basi Mbak tapi bisa dicuci kembali dengan air hangat lalu kemudian dibumbui. Wih, enak banget loh mbak, rasanya tidak kalah seperti daging baru."

Aku gelengkan kepala cepat.

"Nur, itu nggak baik untuk kesehatan. Jangankan daging basi yang telah jamuran terus Kalian daur ulang. Daging rendang itupun kalau sudah dihangatkan secara berulang-ulang itu sudah tidak ada nutrisinya. Tidak bakteri baik lagi yang ada justru kolesterol jahat ya kan membahayakan kesehatan," ucapku.

Kasian banget Ya Tuhan, bahkan untuk hal yang berkaitan dengan kesehatan seperti ini pun mereka tidak tahu.

"Ya bagi orang-orang kaya itu memang seperti itu Mbak. Makanan yang sudah dihangatkan itu akan menimbulkan penyakit. Apalagi daging rendang sudah basi lalu kemudian kami cuci kembali dan kami masak dengan kami bumbui lagi. Tapi mau bagaimana lagi, kau tidak seperti itu Kamu tidak makan daging. Mbak Nanti kalau sudah lama tinggal di desa Ini Mbak juga akan terbiasa kok," ucap Nur sambil tersenyum. Sementara aku terus saja tetap tidak terima.

"Yo wes, lupakan soal yang itu. Nur, nggak apa-apa hari raya Tahun ini kita nggak usah makan daging kita makan apa adanya saja. Telur itu kamu rebus ya, nanti kita opor sama tahu. Kasih kuahnya yang banyak biar nanti cukup dimakan!" Perintah mertua.

Mataku terlucu kepada empam telur dan seplastik tahu yang tadi dibeli oleh Mertuaku di tukang sayur.

"Ndak usah heran, mbak. Seperti yang aku bilang tadi Mbak nanti juga lama-lama terbiasa kok. Terbiasa menjadi orang yang hidup dalam serba kekurangan, yang bahkan rendang basi pun sanggup kami daur ulang supaya bisa makan daging," ucap Nur pelan.

Nur, adik iparku yang konon tidak lulus SMP itu pergi ke dapur dengan menenteng belanjaan mertua tadi. Sementara aku, tatapan ku kini sedang tertuju pada ibu-ibu yang sedang bergerombol di depan tukang sayur.

"Ngerumpi apa ya mereka?"

_

"Ada apa kemarin ribut-ribut?"tanya salah seorang warga.

"Ouh itu, menantu Lek Darti ribut sama Ton," jawab salah seorang dari mereka.

"Loh kenapa. Apa dia gak tau kalau selama ini mertuanya biasa makan daging karena tiap tahun Ton yang ngasih dia daging."

"La iya lagaknya seperti orang kaya. La wong Yo wong kismin. Kok berlaga, malah dengar-dengar dagingnya di lempar ke wajah Ton."

"Loh gak sopan. Memang begitu ya orang kota, kurang didikin!"

Aku yang sudah panas segera keluar dari rumah menghampiri mereka.

"Ya biasalah anak orang kota gak pernah diajarin sopan santun," sahut wanita tadi.

"Stst, itu." Temannya mengisyaratkan untuk diam saat aku datang.

"Mbak ini.." sapa tukang sayur berusaha mengingat wajahku.

"Saya Miranda, menantunya Bu Darti yang tadi mereka bicarakan," jawabku tanpa ragu.

"Eh kami bicara itu sesuai kenyataan kok. Memang mertua kamu bisa makan daging kalau dikasih sama Ton. Kalau gak ya gak makan!"

Aku tersenyum sinis," ngasih itu kalau masih bisa dimakan, kalau daging busuk itu ngasih tapi niat mau menghina namanya!" Sengitku.

"Loh apa salahnya, wong masih enak kok!"

"Oh kalau gitu kenapa kemarin mbak minta aja tu daging. Kenapa harus dikasih mertua saya!"

"Heh sory ya, aku bisa beli daging beda sama mertua kamu. Beli telur saja cuma seperempat!" Sinisnya.

"Ini Bu RT dagingnya." Pedagang sayur memberikan daging yang mungkin tak ada satu kilo itu. Cih gitu saja sombong..

"Bang bawa daging lagi gak?"tanyaku..

"Daging, daging apa Mbak?"tanya tukang sayur.

"Daging sapi, daging ayam. Pokoknya semua yang Abang bawa."

Tukang sayur itu tersenyum.

"Heleh lagak beli daging, nanti ujung-ujungnya juga ngebon. Lihat aja penampakannya meskipun dari kota, emas gak punya, baju juga bekas."

Eh dasar orang kampung, tau harga bajuku nanti pingsan.

"Gimana Bang. Ada berapa kilo?"ulangku lagi.

"Seriua mbak mau beli. Aku gak mau loh kalau hutang, mbak."

Kambing emang ni orang. Ku ambil dompet lalu kutunjukkan isi dompetku.

"Ini cukup kan untuk membeli isi gerobak kamu!"

Hah?

Tukang sayur melongo dengan mata membulat begitu juga dengan yang lainnya.

Rasain! Mati kutu kan. Ini belum seberapa, aku tunjukkan identitas asliku. Pingsan kalian semua!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 35

    "Yo wis Bu kalau begitu Aku bersihkan dulu habis itu kita goreng. Mbak mau digoreng seperti apa? Mau disambel atau digoreng gitu aja?" Nur menatapku. "Goreng pakai tepung aja Nur biar rasanya lebih crispy.""Ouh tepung bumbu ya mbak?"Aku menggangguk," ada gak tepungnya, kalau nggak biar aku beli di warung."Nur mencari-cari bumbu itu dan ternyata tidak ada. "Weh gak ada je, mbak.""Yo wis kalau begitu aku ke warung sebelah dulu.""Nggak papa kan Mbak sendirian?"Aku menggangguk, tinggal di sini beberapa Minggu aku sudah hapal jalan. Lagi pula warungnya juga tidak terlalu jauh._Suasana sore di kampung ini cukup syahdu. Embun tipis mulai turun, udara dingin menyentuh tulang. Anak-anak kecil dengan berpakaian muslim berjalan menuju ke sebuah sungai kecil di ujung kampung. "Mau ke mana?"tanyaku. "Mau ngaji Mbak."Aku menatap ke arah dompet dan ternyata aku memiliki beberapa Uang pecahan rp10.000 ya aku rasa cukup untuk memberi kamu kepada 4 anaknya sedang berjalan itu. "Sini Mbak

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 34

    "Oalah Ti, mbok kamu sama anak kamu itu ngaca, hidup aja susah kok mau buat rumah tingkat. Mikirlah, hutangmu masih banyak!" Aku segera memasang telinga untuk mendengar apa yang akan dilakukan oleh orang tua gak tau adab itu lagi. "Sampean ngomong opo to mbak Yu. Aku loh sadar diri, aku tu hidup yang penting bisa makan, anak-anakku gak kekurangan sudah kok. Aku gak terlalu ambisi sama dunia," jawab Ibu. "Halah sok-sokan kamu gak butuh harta! La wong setiap hari saja kamu tuh sibuk mau nyaingi aku kok!" Sengit Mbok De Saminah. "La yang mau saingan sama sampean itu loh siapa, sampean mau numpuk harta sampai gunung anakan aku yo gak peduli. Harta orang tua sampean telan sendiri aku ya gak papa. Karena bagiku hidup itu bukan cuma harta. Percuma punya banyak harta kalau gak merasa cukup, tetap saja hidup gak tentram! Mati juga cuma butuh tanah 1.5 meter Yu."Eh sejak kapan Ibu mertua berani?"Halah kamu itu sok-sokan aja bilang gitu, kamu itu sebenarnya iri to sama aku. Sudah semua war

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 33

    "Apa pedulimu!" Sengitku.Elias menyentil keningku. "Dasar bodoh, kamu akui atau tidak aku ini suamimu. Tentu saja aku ingin yang terbaik untuk kamu selama kamu masih jadi istriku," jawabnya Eh "Mas, memang benar ya, kamu hutang minum kopi di warung sebelah?" tanya Nur tiba-tiba yang membuat Elias menoleh ke arahnya."Siapa yang bilang?"tanya lelaki itu."Tadi mbah Kamis yang bilang. Katanya kamu gaya pakai mau bangun rumah segala, wong kopi aja ngutang," jawabku padahal tadi Nur sudah buka mulut hingga akhirnya menutup lagi."Hah, sembarangan ngutang. Malah aku yang traktir dia tiap hari. Kalau dulu iyalah ngutang," jawab Elias santai. "Tuh kan. Aku sudah sangka pasti Mbah Kamis itu cuman ngada-ngada bilang kalau Mas Elias suka ngutang. Dia iri karena mas Elias mau bangun rumah," ujar Nur. "Kira-kira nanti apa reaksi ibu ya?"tanyaku sementara Elias hanya diam."Mas nanti kalau rumahnya tingkat 3 aku kamarnya di atas ya. Biar aku bisa liat pemandangan," rengek Nur."Enak aja, kam

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 32

    "Maaf, Memangnya Kalau kami miskin kami nggak boleh bangun rumah? Kutatap orang tua itu,"toh kami bangun juga dengan uang kami sendiri kami tidak pinjam pada kalian. Lagian kalian itu loh udah tua, mbok ya fokus ibadah. Jangan suka ngurusin orang lain, takutnya belum tobat malah udah mening oi duluan. Apa gak rugi kalian!""Wo bocah gendeng, gak ada aturan. Orang tuamu gak mendidik sopan santun mesti, makanya berani sama orang tua!" Si kakek tak terima dan mengacungkan aritnya padaku. Loh gimana sih, kan bener dia itu sudah tua dan sudah bau tanah bisa saja kan tiba-tiba mening oi. Ya gak? Apa yang salah coba dengan ucapan aku?"Memangnya, kalian punya sopan gitu. Namanya orang tua kalau lihat keponakan bisa bangun rumah, ya harusnya ikut bersyukur. Bukan malah julid, sampean nenek dan kakeknya Elias dan Nur kan?"Aku masih ingat ketika pertama kali datang, Elias dan Ibu memperkenalkan aku pada mereka dan mereka itu masih ada hubungan darah dengan Elias."Dasar wong kuto, gak duwe so

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 31

    Akhirnya aku terpaksa membuat perjanjian dengannya supaya dia tidak membuka rahasiaku di muka umum. Beruntung pria itu mau bekerjasama denganku walaupun aku harus memenuhi beberapa persyaratan. "Mbak ternyata benar Mas Elias yang merencanakan semua ini. Lah aku pikir kejutannya nggak seperti ini je. Kok malah seperti ini, benar-benar mas Elias itu cinta sama kamu mbak."Loh apa hubungannya meronovasi rumah sama masalah cinta, kok aneh."Aneh kamu ini Nur, Apa hubungannya merenovasi rumah sama aku? Kan yang direnovasi rumah kamu bukan rumahku," jawabku.Nur hanya tersenyum lalu kemudian kami berdua segera keluar. "Pak ini menunggu ibu kami dulu atau langsung diukur?"tanya Nur."Nggak papa mbak lagian kan ada mbak. Kata Pak Elias nggak papa kok nggak harus ada Ibunya mbak, yang penting semuanya sudah jelas."Nur mengangguk begitu pula dengan aku. "Jadi tanah ini batasnya mana ya Mbak?"tanya sang kontraktor untuk menentukan batas tanah. "Ini pak ini ada patokannya. Jadi bagian sini i

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 30

    Nur mempersilahkan orang-orang itu masuk. Sementara aku menunggu dengan jantung yang ikut berdebar. "Iya pak?"tanya Nur "Apa benar ini rumah Bu Darti?"tanya lelaki berpakaian rapi itu."Iya pak ada urusan apa ya?" Nur tampak gemetar. Beberapa kali gadis itu mengusap tangannya yang berkeringat. Tampak sekali dia gelisah atau mungkin takut. "Perkenalkan saya Hadi. Kami dari pihak kontraktor PT Adem Mukti. Kami ke sini untuk melihat kondisi lahan rumah yang akan direnovasi. Ini gambar yang telah masuk ke kami. Apa ada yang mau ditambahi.""Hah?" Mata Nur melotot, dia menatap ke arahku, sementara aku juga bingung. Aku memang punya rencana untuk memugae rumah ini tapi baru wacana karena takut menyinggung Elias. Masa iya bisa tembus ke kontraktor?"Bapak memang beneran yang mau di renovasi ini rumah saya. Kami tidak merasa mengontrak bapak," ujar Nur," lagi pula sepertinya nggak mungkin pak kalau ibu saya yang meminta bapak untuk datang ke sini, kami loh orang miskin, Mana mungkin bisa m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status