Share

bab 7

Author: Author Rina
last update Last Updated: 2025-07-30 16:53:22

Loh bukannya kalau acara Yasinan itu semua boleh datang ya?” tanyaku,” keknya sih,” lanjutku bergumam. Karena aku juga gak pernah datang ke acara seperti ini.

“Ya harusnya begitu, mbak. Tapi nyatanya tidak dengan kami.” Nur menunduk sedih.

“Memangnya gimana Nur?”tanyaku penasaran.

“Ya karena kami miskin mbak, makanya kami gak..”

“Nur, sudah. Gak baik bicara seperti itu. Sudah nasib kita jadi orang gak punya,” tegur Ibu yang membuat Nur tak melanjutkan ucapannya.

“Ya udah. Kapan acara Yasinan? Nanti kita datang, nanti mbak ikut. Kalau ada yang macam-macam biar mbak yang jawab,” ucapku.

“Beneran, mbak. Ya Allah mbak seperti malaikat bagi kami.”

Nur memelukku sementara aku tiba-tiba saja air mata menetes tanpa aku komando.

_

Waktu menunjukkan pukul 10 malam saat aku masuk ke dalam kamar. Perhatianku tertuju pada hp yang belum aku sentuh dari pagi tadi. Ada beberapa pesan dari teman-temanku.

[Hoi monyet gunung, lo kemana sih?] tanya teman akrabku yang bernama Virda. Aku tak ingin membalasnya.

[Mir, Hangout yok. Gue lagi bt ni] kini pesan dari Aurel, teman akrabku sewaktu di jakarta.

Kali ini sama hanya aku baca tanpa aku balas hingga mataku tertuju pada pesan Elias.

[Jangan membuat masalah selama di kampung! Apapun yang terjadi cukup kamu diamkan saja. Ingat hubungan kita hanya sebatas majikan dan bawahan. Jadi kamu gak usah sok jadi pahlawan!]

“Idih, kan harusnya aku yang bicara begitu sama dia. Aku kan majikan dia, aku juga yang membuat keputusan nikah kontrak ini. Ih daaar lelaki aneh,” gumamku kesal.

*

Pagi hingga ke sore hari tak ada yang membuat masalah dengan kami, semua berjalan biasa saja. Bahkan Mbok De Saminah yang biasa nyinyir dengan kami juga diam. Mbak Tun, memantu Mbok De Saminah yang sombong itu juga diam saja. Bahkan ketemu dengan kami juga diam saja tanpa komentar apapun. Tapi bodo ah, gak penting juga. Di diamkan mereka juga, gak ada ruginya.

“Mbak aku pakai gamis yang baru ya?” tanya Nur meminta izin.

“Ya pakai saja Nur. Kita beli kan buat dipakai,” sahutku.

“Ibu juga pakai baju baru, Bu. Biar mereka gak nyinyir kita bau kambing lagi!”

“Tapi ini kan buat baju lebaran, ndok,” jawab Ibu.

“Gak apa-apa, Bu. Pakai saja, nanti kalau sudah tak layak pakai aku belikan lagi.”

Ibu tampak sungkan tapi aku yakinkan untuk memakainya.

_

“Wah sudah berani ikut yasinan Lek?”tegur Mbak Tun.

“Iyo Tun. Sudah lama gak ikut,” jawab ibu mertua.

“Bajune beli di pasar mana Lek, kok jelek gitu!”

“Gak papa sih jelek, tapi paling gak ini beli di mall bukan di pasar malam. Percuma keliatan bagus, mewah tapi belinya di pasar murah, obralan lagi!” Sengitku. Kesal sekali aku sama wanita nyinyir satu ini.

Wanita 40 tahunan itu tak menjawab sebaliknya pergi begitu saja meninggalkan kami

“Loh tumben gak rese,” gumamku.

Acara Yasinan berjalan lancar, tak ada hal apapun yang tak menyenangkan. Orang-orang Kampung juga tak ada yang usil.

“Mereka baik gitu kok. Gak ada yang usil,” ujarku saat pulang

“Halah itu kan karena mbak nyumbang banyak tadi. Makanya mereka diam, coba mbak nyumbang dikit, sudah pasti nyinyir mereka,” jawab Nur.

Memang tadi saat ditarik sumbangan untuk masjid aku langsung nyumbang 1 juta padahal yang lain Cuma sepuluh ribu, karena kupikir itu adalah jumlah yang umum untuk menyumbang.

Kami terus melangkah sambil bercerita hingga sampai di depan rumah kami melihat sebuah bayangan hitam di depan pintu rumah kami.

“Maling-maling!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 9

    "Eh iya Nak Miranda, ibu yang rumahe depan mbah Saminah," jawab orang itu."Terus tadi sampean suruh ibu saya apa? Pinjamin sampean uang. Maaf ya, daripada uang saya pinjamkan pada manusia gak punya hati seperti anda. Lebih baik aku masukkan kotak amal lebih berguna," ucapku yang membuat wanita itu wajahnya merah seketika."Wow dasar sombong, paling kamu di kota ya cuma buruh pabrik, pasti gak lebih kaya dari anakku. Anakku loh polisi!""Yowes ngapain utang kalau anak sampean kaya, mintalah sama anak sampean!" Sengitku kemudian pergi.Ya Ampun, mau ibadah aja ada aja halangannya.Acara Yasinan di kampung berlangsung seru. Karena ternyata bukan hanya ajang ibadah tapi juga ajang gosib ibu-ibu. "Eh Lek Darti kok tumben ke pengajian," celetuk orang yang duduk di belakang kursiku. "Iya, biasanya kan gak di undang," jawab warga lain. "Ouh itu mungkin, karena gamisnya baru.""Kok kamu tahu kalau gamis Lek Darti baru?""Ya baunya aja masih baru gitu kok. Tumben Lek Drti bisa beli gamis ba

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab8

    ku segera mengambil benda apa saja, ibu mengambil sapu sementara Nur mengambil arit yang biasa dipakai Ibu kalau untuk pergi ke sawah. Walaupun takut, tapi kami berusaha kuat. Dengan hati-hati kami mendekati bayangan yang tak jelas wajahnya karena lampu temaram itu. Satu, dua, tigaAku memberi aba-aba untuk bertindak dan kami semua mengacungkan senjata. "Apa-apaan sih kalian, ini aku!" Aku melotot "Elias," ucapku."Iyalah, kamu pikir apa. Maling!" Sinis lelaki itu," makanya punya mata itu dipakai, jangan asal ngeklaim orang maling. Coba kalau terjadi apa-apa, kan susah!" Lanjutnya sengit. "Lah mana aku tahu, orang gak kelihatan kok," ucapku. Entah kenapa sopirku ini sangat menyebalkan setelah menjadi suami kontrakku. "Matamu saja yang rabun," gumamnya," mana kunci, Bu."Ibu mengeluarkan kunci dan membuka pintu. Aku yang kesal langsung menuju kamar dan menguncinya rapat-rapat. Dasar Kanebo kering, sekalinya ngomong cuma nyakitin. "Elias, kamu kok gitu sih sama istri. Gak baik ta

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 7

    Loh bukannya kalau acara Yasinan itu semua boleh datang ya?” tanyaku,” keknya sih,” lanjutku bergumam. Karena aku juga gak pernah datang ke acara seperti ini.“Ya harusnya begitu, mbak. Tapi nyatanya tidak dengan kami.” Nur menunduk sedih. “Memangnya gimana Nur?”tanyaku penasaran.“Ya karena kami miskin mbak, makanya kami gak..”“Nur, sudah. Gak baik bicara seperti itu. Sudah nasib kita jadi orang gak punya,” tegur Ibu yang membuat Nur tak melanjutkan ucapannya.“Ya udah. Kapan acara Yasinan? Nanti kita datang, nanti mbak ikut. Kalau ada yang macam-macam biar mbak yang jawab,” ucapku. “Beneran, mbak. Ya Allah mbak seperti malaikat bagi kami.”Nur memelukku sementara aku tiba-tiba saja air mata menetes tanpa aku komando._Waktu menunjukkan pukul 10 malam saat aku masuk ke dalam kamar. Perhatianku tertuju pada hp yang belum aku sentuh dari pagi tadi. Ada beberapa pesan dari teman-temanku. [Hoi monyet gunung, lo kemana sih?] tanya teman akrabku yang bernama Virda. Aku tak ingin memba

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 6

    “Ono opo to Bu?”tanya Nur yang kaget mendengar teriakkan Ibunya. “Iki Lo, la kok mahal banget. Masa harganya 500 ribu,” jawab ibu dengan wajah kaget. “Oalah, Bu. Mbok Ojo deso to. Namanya juga di mall,” ucap Nur. Sementara aku hanya tersenyum melihat tingkah mertuaku.Tiba-tiba seorang wanita berpakaian khas pegawai mall mendekat. “Maaf, Bu kalau mau minta-minta jangan di sini ya. Ini mall bukan pasar!” What? Aku segera mendekat, ini tak bisa dibiarkan.“Loh kami ini mau beli je mbak, bukan mau minta-minta,” ucap Nur.“Aduh, mending kalian ke pasar saja deh. Di sana mahal-mahal!” Kutatap wajah SPG itu, ada tenaga penjual seperti itu.“Ada apa mbak?”tanyaku pada pelayan tadi. “Ini loh mbak, la wong dari pakainya aja deso. Kotor dan bau, la kok bisa-bisanya masuk mall sini. Kan gak ngenakin penununjung,” jawab SPG itu menghina.“Ibu sama Nur mau baju yang mana?”tanyaku to the poin tanpa melihat wajah SPG tadi “Ndak usah nak Miranda, mahal,” jawab Ibu sungkan.“Gak papa, ibu pil

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 5

    “Oalah jare orang kaya, hartanya banyak. La kok beli panci aja kredit, itu beneran kaya atau borongan,” ucapku meledak yang membuat wanita bernama Saminah itu seketika wajahnya berubah merah padam.“Kamu itu Yo Men, nagih itu mbok ada sopan-sopannya. Tahu kondisi, bikin malu saja!” Geram wanita setengah tua itu pada lelaki yang tadi menagih hutang panci. “La Mbok De ya susah kok, capek aku nagihnya,” balas tukang panci tadi yang membuat wanita bernama Saminah itu makin geram.“Halah Mbok De Saminah gak usah malu-malu. Kalau memang punya hutang ya ngaku aja punya hutang, gak papa kok,” balasku. “Dasar, awas Yo kamu. Mantune Darti.”Wanita itupun pergi meninggalkan kami. Sementara aku segera mengajak adik ipar dan mertuaku pergi. “Naik grab bisa gak ya?”tanyaku.“Gak bisa mbak. Wong desa ini terpencil kok,” jawab Nur.“Walah terus piye, kudu jalan ya,” ujarku. Ngilu juga membayangkan jalan melalui jalan berliku seperti ini. Mana banyak kotoran sapi sama kambing lagi.“La iya mbak,” j

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 4

    Bab 4"Darti berlaga kamu ya, hidup aja mengkas-mengkis. Pagi makan sore enggak. La kok mau saingan sama aku!" Aku yang baru saja mau menyiapkan rendang hasil masakan ipar seketika mengintip ke teras. Tampak seorang wanita berpakaian menor berdiri di depan ibu mertua. "Ono opo to , Yu? Saingan apa, la kalau aku mau saingan sama sampean ya gak mungkin. Sampean loh orang kaya, anake punya toko gede di jakarta la kok dibandingkan dengan saya yang cuma buruh tani," jawab ibu mertua. "Bagus lah kalau kamu sadar, kalau orang kismis itu ya kismin aja. Gak usah main-main! Berlaga ngasih uang saku saja 100 ribu. Mau sok-sokan kamu!" Sengit wanita itu yang membuat ibu kaget bukan main."Oalah yo gak mungkin to mbak Yu. Wong aku itu loh cuma orang gak punya kok ngasih THR banyak gitu. Uang segitu sudah cukup aku pakai makan seminggu lebih," jawab ibu."Yowes berarti anake Pardi itu cuma menganda-mengada, gak mungkin juga kamu ngasih THR sebanyak itu. Begonya Loh, aku kok ya percaya aja sama c

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status