Share

BAB 6

“Ya, gapapa Miss Milah. Saya maklum. Mungkin Miss perlu periksakan mata Miss ke dokter, setelah kelas hari ini,” Aliya merespon sambil tersenyum juga.

“Apa maksudnya?” Kedua bola mata Milah membesar.

“Bukan apa-apa Miss,” sela Aliya cepat. “Saya sedikit khawatir aja. Gelas sebesar ini oleh Miss ga keliatan…” Aliya memasang muka khawatir.

“Ka-kamu…”

“Morning Miss Aliya, morning Miss Milah!” Suara cukup keras terdengar dari arah pintu masuk. Itu Mr. Eddie.

“Morning, Mister…” jawab Aliya dan Milah hampir bersamaan.

Ia adalah principal atau kepala sekolah di lembaga kursus ini. Mr. Eddie masuk cukup tepat pada waktunya. Ia mencegah Aliya melakukan kekisruhan yang lebih panjang dengan Milah.

Aliya bukan biang keributan. Namun hari ini, sungguh ia tengah tidak dalam suasana hati yang baik untuk bersabar dan hanya diam.

“Mister Eddie…!” Milah langsung berbalik dan melangkah mengikuti Mr Eddie ke ruangannya. “Saya mau konsul overview saya, Mister…”

Mr. Eddie mengangguk. Ia pun melanjutkan langkah menuju ruang Principal diikuti Milah yang melenggang genit.

Aliya menghela napas lega. Ia lalu mengibaskan lembaran overview miliknya yang sedikit basah pada ujungnya. Untunglah ia tadi bereaksi cepat mengamankan hasil kotretannya sebelum tumpahan air habis merembes kertas itu.

Ia lalu mengambil beberapa helai tisu lalu mengelap genangan air di atas mejanya. Ia ambil lagi lembaran-lembaran tisu lain untuk mengeringkan sisanya.

Aliya menghela napas. “Aku lupa hari ini jadwal nenek sihir itu ngajar jam sebelas…” keluhnya lalu menghembuskan napas lagi.

“Sama sekali ga inget. Kalau aku ingat, aku ga akan kesini jam segini…”

Aliya lalu memandang meja-meja yang berjejer dalam ruangan pengajar ini. Ruangan khusus para pengajar part-timer ini sangat luas namun pengaturan meja setiap pengajar, tidak diberi sekat. Meja delapan pengajar disusun berdekatan satu sama lain.

Dua lajur yang terdiri dari masing-masing empat meja yang saling berdekatan. Bahkan lebih tepat di sebutkan, saling menempel.

Alasan Mr. Eddie, agar sesama pengajar memiliki kesempatan saling bertukar pengalaman dan menjalin kedekatan.

Memang tidak dipungkiri oleh Aliya, letak meja bersebelahan seperti ini, membantu dirinya saat awal-awal ia bergabung di sini. Ia leluasa bertanya pada pengajar di sebelahnya jika ada hal-hal yang belum ia pahami.

Namun kemudian hal ini juga membuatnya risih, saat Milah mulai mengincar dirinya sebagai bahan bully. Namun aksi nyinyir Milah padanya hanya dilakukan ketika ruangan ini sepi. Seperti barusan. Entah apa maksud Milah yang tampak begitu doyan mengganggu dirinya.

“Dia kandidat pengajar senior. Katanya sih gitu,” kata salah satu pengajar. Saat itu Aliya baru menjadi pengajar part-timer di sana. Ia duduk dengan manis dan pembicaraan antar pengajar itu terdengar olehnya.

“Tapi ada miss Diani kan? Dia juga calon pengajar senior?” tanya pengajar lainnya.

“Miss Diani rejected tawaran itu. Dia nolak langsung ke Mr. Eddie. Dia lebih enjoy menjadi part-timer.”

“Oh ya? Sayang sekali. Salary-nya kan jauh lebih tinggi kalau dia jadi pengajar senior.”

“Ga tau juga.”

“Makanya Miss Milah tampak semangat sekali ya akhir-akhir ini?”

Demikian yang didengar Aliya saat itu dari pengajar-pengajar lainnya.

Memang. Menjadi pengajar senior, artinya menjadi seorang full-timer atau pengajar purna waktu. Penghasilan tetap di atas UMK saat itu plus Tunjangan Hari Raya dan tunjangan kesehatan adalah fasilitas tambahan.

Tentu saja hal itu diharapkan oleh para pengajar part-timer. Kecuali dirinya. Aliya tidak bisa menjadi seorang full-timer karena dia mengejar tambahan dari memberikan les privat dengan bayaran harian ataupun mingguan.

Untuk saat ini, Aliya memang membutuhkan alur uang masuk yang lebih cepat. Untuk menunggu gaji yang dibayarkan bulanan, ia akan kesulitan. Di pertengahan bulan, ia telah kehabisan uang.

Namun Aliya pernah mendapati dirinya digoda oleh beberapa pengajar lainnya saat itu.

“Miss Aliya keren nih… Baru tiga bulanan ngajar di sini sudah dapat banyak pujian dari Mr. Eddie…” ujar seorang pengajar.

“Yoi. Katanya siy Miss Aliya banyak dapet ulasan positif dari murid-murid. Itu kan point banget tuuh buat diangkat jadi full-timer!” timpal pengajar lainnya.

“Saya masih harus banyak belajar, Miss…” ujar Aliya sambil tersenyum kecil.

Saat itu Aliya sempat menangkap kilatan pandangan tidak suka dari Milah. Dari sanalah Aliya menduga-duga tindakan Milah yang seakan membencinya, bermula.

Aliya menghela napas. Ia tersenyum kecut. Ia bukanlah tipe yang suka dengan keributan. Ia menyayangkan Milah yang mungkin berpikir dirinya menjadi penghalang bagi Milah untuk diangkat menjadi seorang full-timer tahun ini.

Ia masih membutuhkan waktu yang lebih luang untuk mencari tambahan di sana-sini. Dan menjadi full-timer di sini, bukanlah opsi terbaik baginya saat ini. Daftar hutang yang harus ia bayar, masih panjang. Meskipun adik atau teman-teman yang ia hutangi tidak menagih rutin padanya, ia sangat cukup tahu diri.

Aliya mengecek reminder di ponselnya.

Ia menghela napas lagi dengan lebih berat. Minggu depan adalah jatuh tempo ia membayar perpanjangan gadaian kalung emasnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Aurin Aiza
LANJUUTT ATHOR-NIMMM
goodnovel comment avatar
ellin suherlin
Wah harus beli koin nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status