Share

Chapter 3

Cukup lega rasanya bisa keluar dari tempat terkutuk itu, bahkan Nessa sudah melepas high heelsnya karena kakinya tak terbiasa memakainya. 

Melihat wanita itu kesusahan, Ree masih diam, mereka bahkan sudah berada di dalam mobil mewah milik Ree, menunggu akan ke mana malam ini. 

"Pakailah ini, meskipun kebesaran setidaknya kaki kamu akan baik-baik saja."

Nessa menatap sandal tidur berlogo brand mahal, orang kaya memang selalu semena-mena dengan harta mereka, beli sandal saja harganya lebih mahal dari harga sepeda. 

Tapi setidaknya, malam ini Nessa bisa kabur dari pekerjaan yang membuatnya jijik. Ia yakin setelah ini Rianti akan menghabisinya, ah, itu bisa dipikirkan nanti. 

"Kita akan ke mana?" tanyanya begitu Ree melajukan mobil. 

"Ke suatu tempat, setidaknya kamu terlihat tidak memalukan pergi denganku."

Meskipun Ree mengagumi tubuh seksi Nessa, tetap saja orang-orang yang melihatnya nanti akan memandang rendah, dress yang tipis, memperlihatkan banyak lekukan. 

Dengan wajah cantik Nessa, siapa pun yang berpapasan dengannya pasti mengira Nessa hanya wanita jalang. 

Sampai di tempat, Ree buru-buru keluar dan membukakan pintu, menyerahkan tuksedonya di bahu Nessa. "Pakai ini, udara malam hari tak cocok untuk model dress yang kamu pakai. Ayo masuk."

Ajakan Ree sama sekali tak ditolak, Nessa mengikuti langkah pria yang hanya dikenalnya lewat hubungan ranjang semalam. Tapi, baginya, dari sorot mata Ree, seakan pria itu punya sisi baik di matanya. 

Mereka ternyata datang di sebuah batik ternama, terjejer-jejer barisan gaun dan dress mewah, berbagai model, juga tas kelas atas, high heels, jam tangan, dan tak ketinggalan aksesoris. 

"Kamu bisa pilih pakaian yang membuatmu nyaman, aku tunggu di sini."

"Tapi.. "

"Setelah itu kita makan. Jangan sampai orang-orang menilaiku pria bajingan yang mengajak pasangannya makan setelah bercinta karena melihatmu memakai dress setipis ini."

Ree sudah berlalu, berjalan melihat-lihat model gaun dan banyak hal di sekitarnya. Ia hanya menghabiskan waktu sembari menunggu, tidak mau terlihat penasaran dengan penampilan Nessa nanti. 

Sedangkan wanita itu memilih masuk ke dalam bilik dengan memeluk beberapa setelan. Bahkan ia sempat melihat harga sebelum menentukan, terlalu bingung karena semua price di atas rata-rata. 

Setelah mencoba beberapa dress sederhana, Nessa kembali mengembalikan pakaian tadi di tempatnya. 

"Kenapa dikembalikan?"

"Bukannya aku hanya memilih satu?"

"Ambil saja semuanya, aku tidak akan miskin hanya karena kamu."

Pegawai butik langsung merapikan belanjaan Nessa, menerima kartu kredit Ree, sayang sekali black cardnya terbawa oleh asistennya. 

Ree sempat melihat sekilas Nessa, wanita itu terlihat kalem dengan balutan dress panjang sampai lutut, menutupi lengan dan punggungnya dengan bagian leher yang sedikit terbuka. 

"Tunggu, rasanya ada yang kurang."

"Apa lagi?"

Nessa terdiam melihat Ree kembali berjalan masuk, entah ke mana. Lalu tiba-tiba pria itu meletakkan high heels rendah dengan model nyaman juga kalung permata, memasangkannya pada leher jenjang milik Nessa. 

"Ini baru pas, kecantikanmu terlalu rugi jika ditutup-tutupi."

Sedikit malu, padahal tak seharusnya Nessa merasa demikan. Permintaannya meminta bantuan dikeluarkan dari To Night agar ia terlepas dari jeratan Jack, pria yang sudah menggadainya hanya demi menjadi wanita giliran. 

Membayangkannya saja membuatnya merinding. Meskipun dia tak tahu apa-apa tentang Ree, setidaknya sampai sekarang Ree sama sekali tidak menunjukkan tindakan kejahatan. 

"Panggil aku Ree seperti malam itu kalau kau bingung harus mengatakan apa."

Mereka pergi lagi ke restoran tetap langganan Ree. 

Nessa tak bergeming dan memilih duduk,  memindai setiap sudut tempatnya makan kali ini. Tak tahu di mana, karena terlalu sering mendekam di rumah dan bahkan jarang melihat berapa busuknya dunia. 

Ree memesan makanan, memilihkan menu termahal lengkap dengan hidangan penutup. Bahkan baru kali ini Nessa mendengar nama makanan yang sepertinya sulit diucapkan. 

"Dari matamu, pasti kau tak pernah makan tadi apa yang aku pesan."

"Bahkan aku baru mendengarnya. Maaf karena aku memalukan."

Tidak, bukan itu maksud Ree, dia sama sekali tidak terintimidasi dengan sikap polos Nessa, malahan bagus karena baginya wanita yang ada di hadapannya lebih pemalu dari dugaannya. 

Sebenarnya mendapatkan wanita yang lebih cantik dari Nessa sangatlah mudah bagi Ree, namun karena terlalu bosan menikmati sebagian dari mereka yang hanya membutuhkan uang Ree, makanya Nessa berbeda. 

Wanita itu tahu caranya berterima kasih, buktinya sampai saat ini Nessa tidak bertanya mau dibawa ke mana oleh pria yang tak benar-benar di kenalnya. 

***

Seperti dugaan Nessa, pria yang baru saja membelikannya pakaian, high heels, bahkan mengajaknya dinner memang kaya. Lihat saja berapa luas halaman depannya, dengan banyaknya mobil lebih dari sepuluh. 

Tanaman-tanaman hias yang ditaksir harganya jutaan, lalu Nessa masuk dan canggung menatap interior juga vas-vaa keramik ukiran sempurna bak seperti di film-film barat. 

"Akan ku antar ke kamarmu. Kau bisa istirahat di sana. Mari."

Sebelum datang ke sini, memang Ree menelepon orang rumah untuk membantu menyiapkan satu kamar khusus Nessa, meskipun Ree berhak atas wanita itu, melakukan apa saja yang ada di pikirannya. 

But hey, dia tidak sekejam itu. Setidaknya biar Nessa bisa bernapas tenang malam ini. 

"Ini sungguhan kamarku, Ree?"

"Ya tentu saja? Kau tidak menyukainya? Akan ku siapkan kamar yang lain."

"Bukan, bukan itu. Aku hanya tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan darimu sebaik ini."

Ree tersenyum lalu keluar, menutup pintu hati-hati. Semoga saja wanita itu tidak punya pikiran macam-macam tentangnya. 

"Apa dia mainan barumu? Ada peningkatan juga kau berani membawa wanitamu ke rumah," basa-basi Gerald, salah satu orang rumah yang merangkap menjadi tangan kanan Ree. 

Meskipun menyebalkan dan suka ngomong asal, tapi Gerald sangat berguna. Pria itu semacam punya antena di kepalanya, selalu siap siaga setiap Ree memberinya perintah, juga kemahirannya bermain komputer. 

"Jangan ganggu dia. Dia tamuku, aku punya rencana untuknya."

Gerald memasang wajah tak percaya, sejak kapan Ree peduli dengan orang asing? Melihat wanita tadi saja Gerald yakin mereka belum lama mengenal. 

"Apakah dia tahu?"

"Dia siapa?"

"Kau pasti cukup pintar untuk paham ucapanku, Ree. Dia yang kumaksud adalah.."

"Sudahlah, itu bisa dipikirkan nanti. Otak dan tubuhku capek, urus saja pacar-pacarmu yang matre itu, aku mau tidur, night, naked men!"   potong Ree. 

Ree menepuk pelan bahu Gerald, menghindar dari pertanyaan yang memang ingin ia hindari beberapa hari ke depan. 

Sedangkan Gerald hanya mengangkat bahu, kembali sibuk mengangkat telepon dari banyaknya wanita yang dipacarinya. 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status