Share

Istri Liar Tawanan Sang Mafia
Istri Liar Tawanan Sang Mafia
Penulis: MissAnn

1. Gadis populer

Dentum musik DJ yang menggema di sebuah rumah megah dan mewah bergaya Neo Klasik yang memiliki ciri khas teras yang tinggi dan lebar, pedimen yang besar, serta fasad yang simetris berlantai dua di salah satu kompleks di Kota Manhattan menandakan pesta sedang diadakan.

Kumpulan pemuda-pemudi di berbagai sisi yang sedang asyik bergoyang membuat suasana semakin meriah. Bukan hanya halaman saja yang penuh melainkan juga bagian dalam. Semua sesak dengan anak muda yang berpesta. 

Diantara keramaian itu ada satu orang yang menjadi pusat perhatian. Seorang gadis muda dengan dress tipis bertali spaghetti warna hitam yang super ketat dengan panjangnya yang hanya sampai atas paha. Dia adalah Elena Shei Maclean. Gadis berusia delapan belas tahun yang memiliki pesona seorang wanita dewasa. 

Tingginya yang mencapai seratus enam puluh delapan senti dengan berat tubuh lima puluh kilogram membuat tubuhnya terlihat ramping bak model papan atas. Buah dadanya yang sintal dan padat membuatnya semakin terlihat indah. 

Terlebih dengan kontur wajahnya yang kecil, bola mata yang besar berwarna cokelat, bibir yang mungil berwarna merah alami, dan hidung yang mancung. Rambut hitamnya yang bergelombang dan tergerai bebas. Elena adalah salah satu primadona di sekolah yang diinginkan banyak pemuda.

Gadis itu menari dengan gerakan seksi dan menggoda. Tak jarang akan ada pemuda yang berusaha bergabung dengannya namun secepat itu juga Elena akan menjauh dan mendorongnya dengan teriakan yang membahana.

“Pergi jauh-jauh dariku, bocah setan?!” 

Dia selalu berteriak marah dan membuat pemburunya lari karena malu. 

“OHO ... NONA ELENA, LAGI-LAGI KAU MENJADI PUSAT PERHATIAN, HUH?” teriak Katya, teman dekat Elena. Gadis berambut ombre ungu dan pink itu menggoyangkan pinggulnya. “KAU BENAR-BENAR PINTAR BERMAIN TARIK ULUR, ELENA. KAU MEMBUAT MEREKA SEMUA PANAS!” jeritnya lagi.

“AKU TAHU, BODOH! INI MENYENANGKAN BUKAN?” balas Elena tak kalah keras.

“DASAR GADIS GILA!”

“AKU TAHU! AKU MEMANG GILA, KAT?!”

Katya dan Elena tertawa lebar. Keduanya mengangkat botol minuman ditangan mereka tinggi-tinggi dan kembali asyik bergoyang, melupakan masalah yang ada dan sibuk membahagiakan diri melalui minuman dan pesta. 

Ah, benar, pesta adalah cara terbaik untuk menghibur diri. 

“HEI, EL! AKU AKAN PERGI DENGAN GEORGE! KAU BISA JAGA DIRIMU SENDIRI BUKAN?” 

“TENTU SAJA! BERSENANG-SENANGLAH!”

Katya mengambil tas milik Elena dan memakaikannya ke gadis itu. “AKU MENARUH KUNCI MOBILKU DI SINI?! JAGA DIRIMU BAIK-BAIK DAN SEMOGA KAU BISA MEMPERTAHANKAN PRINSIP BODOHMU ITU, YA!” sindir Katya menyinggung pasal janji Elena pada sang kakak. 

Elena tak menanggapi. Gadis itu melengos dan sibuk bergoyang dengan mengikuti irama yang semakin menyenangkan ketika di dengarkan. 

Setelah beberapa waktu berlalu, Elena merasa mabuk. Dia berjalan sempoyongan keluar dari rumah yang sesak dan menuju ke halaman.

“Ah, sial. Selalu saja begini,” rutuk Elena geram. Jika terlalu banyak minum, dia akan pusing dan sakit kepala. 

Ini hal yang wajar jika mabuk, tetapi Elena tetap tak terbiasa. Untung saja dia masih bisa mempertahankan kesadarannya, ya walaupun nyaris hilang tetapi dia tahu jika ada seseorang di dekatnya. 

“Hei, El. Kau mau kubantu?” tawar seorang pemuda kala melihat Elena kepayahan berjalan.

“Enyah dari hadapanku, sial?!” maki Elena galak. Dia memegang kepalanya dan bersandar pada pohon lalu mendelik tajam. “Atau kau akan mati?!” ancamnya sambil meraih high heels yang dia pakai.

“Oh oke, santai teman. Aku tidak melakukan apapun.”

Pemuda itu menyingkir karena senjata tajam itu sudah siap menusuknya.

“Dasar bodoh,” maki Elena jengkel. 

Setelah sedikit jauh dari keramaian, Elena menghirup napas dalam-dalam. Dia berusaha menyegarkan otaknya sebelum berniat untuk pulang. 

Mata gadis itu berkelana, menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Ini hampir dini hari. Matahari akan terbit sebentar lagi dan dia tidak mau bertemu dengannya. Sinar matahari terlalu memuakkan untuk dia lihat di hari minggu. 

Elina mendengus malas. “Oh yeah, sepertinya sekarang aku harus segera pulang.” Elena merintih pelan kala merasakan sakit dibagian kepala. “Sekarang, bagaimana aku akan pulang?” tanyanya pada diri sendiri. 

Elena berangkat dengan Katya sementara perempuan itu sudah menghilang entah ke mana bersama kekasihnya dan meninggalkan dirinya sendiri. Gadis itu menatap sekelilingnya dan menggeleng. “Tidak, aku tidak akan pernah meminta tolong pada sekumpulan bajingan itu untuk membawaku pulang. Bisa-bisa aku diserang saat di jalan nanti. Tidak-tidak, itu tidak akan terjadi,” ujarnya pasti. 

Walaupun Elena suka berpesta, mabuk, dan melakukan banyak hal gila, Elena masih mempertahan kewarasannya untuk tidak bercinta sebelum menikah. Ini adalah prinsip yang dia pegang dan disinggung Katya sebelumnya. 

Katakan saja Elena munafik, dia suka melihat orang bercinta di ponsel tetapi dia tidak mau siapapun menyentuhnya. Alasannya tidak sederhana, bukan juga karena dia mau sok suci diantara teman-temannya, tetapi karena satu hal, itu adalah janji. Sebuah janji pada sang kakak.

Elina Blair Maclean, kakaknya itu sudah lama pergi. Lebih tepatnya sekitar lima tahun yang lalu. Dia meninggal karena terkena penyakit menular seksual mematikan yaitu HIV, virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Hal itu terjadi akibat Elina sering bercinta dengan orang yang berbeda-beda selama hampir tiga kali seminggu. 

Elina sama sepertinya yang mencari kepuasan di luar karena tak menemukan kenyamanan sedikit pun saat di rumah. Dia berkelana bebas, berpesta, mabuk, bahkan mengkonsumsi sabu beberapa kali.

Elina bilang, Elena boleh berbuat apa saja tetapi tidak untuk seks. Dan, ya, Elena berhasil mempertahankan dirinya sampai sekarang. Luar biasa, di tengah-tengah kegilaan yang dilakukan itu, dia berhasil menahan diri untuk tidak mencicipi kesenangan duniawi yang dibanggakan Katya. 

Elena melangkah terhuyung-huyung menghampiri mobil sedan warna hitam milik Katya. Dia ingat jika temannya itu menitipkan kunci mobilnya padanya. Jika tidak, entah apa yang akan Elena lakukan sekarang. 

Kepala Elena berdenyut sakit dan pandangannya mulai kabur. Dia tahu tindakannya ini gila karena mengendarai mobil di saat mabuk seperti ini, tetapi dia merasa itu lebih baik ketimbang harus jalan atau menumpang pada orang lain dan berakhir mengenaskan seperti yang ada dalam pikirannya. Tidak, tidak bisa. Prinsipnya tidak boleh hancur sekarang. 

Elena mengendarai mobil itu dengan kecepatan pelan yang entah benar atau tidak karena dia tidak bisa melihat angka speedometer dengan benar. 

Dia juga berusaha keras mempertahankan kesadarannya dengan menampar pipinya beberapa kali tetapi tetap saja, orang mabuk tidak bisa mengendarai mobil dengan baik. 

"AKHHHH!" pekiknya keras. 

Dia melakukan kesalahan besar! 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status