Elena Shei Maclean, gadis muda yang energik dan sangat bebas yang hidup di Kota Manhattan. Dia suka berkelana dari satu pesta ke pesta yang lain. Elena tidak pernah absen menghadiri pesta jika dia diundang oleh seseorang. Kebebasan yang diterimanya akibat dua orang tuanya yang sibuk bekerja membuatnya santai melakukan apapun. Dia juga tidak peduli tentang mereka karena yang dia butuhkan adalah uang mereka. Tetapi apa itu benar? Entahlah, Elena belum memikirkannya. Akan tetapi kebebasannya itu tidak bisa bertahan lebih lama lagi akibat dari kejadian malam itu. Malam tak terlupakan di mana dia meminta pertolongan seorang pria dewasa yang tak seharusnya di tengah jalan. Leonard Cale Parvez, sang singa yang memiliki sejuta pesona berbahaya dalam hidupnya.
View MoreDentum musik DJ yang menggema di sebuah rumah megah dan mewah bergaya Neo Klasik yang memiliki ciri khas teras yang tinggi dan lebar, pedimen yang besar, serta fasad yang simetris berlantai dua di salah satu kompleks di Kota Manhattan menandakan pesta sedang diadakan.
Kumpulan pemuda-pemudi di berbagai sisi yang sedang asyik bergoyang membuat suasana semakin meriah. Bukan hanya halaman saja yang penuh melainkan juga bagian dalam. Semua sesak dengan anak muda yang berpesta.
Diantara keramaian itu ada satu orang yang menjadi pusat perhatian. Seorang gadis muda dengan dress tipis bertali spaghetti warna hitam yang super ketat dengan panjangnya yang hanya sampai atas paha. Dia adalah Elena Shei Maclean. Gadis berusia delapan belas tahun yang memiliki pesona seorang wanita dewasa.
Tingginya yang mencapai seratus enam puluh delapan senti dengan berat tubuh lima puluh kilogram membuat tubuhnya terlihat ramping bak model papan atas. Buah dadanya yang sintal dan padat membuatnya semakin terlihat indah.
Terlebih dengan kontur wajahnya yang kecil, bola mata yang besar berwarna cokelat, bibir yang mungil berwarna merah alami, dan hidung yang mancung. Rambut hitamnya yang bergelombang dan tergerai bebas. Elena adalah salah satu primadona di sekolah yang diinginkan banyak pemuda.
Gadis itu menari dengan gerakan seksi dan menggoda. Tak jarang akan ada pemuda yang berusaha bergabung dengannya namun secepat itu juga Elena akan menjauh dan mendorongnya dengan teriakan yang membahana.
“Pergi jauh-jauh dariku, bocah setan?!”
Dia selalu berteriak marah dan membuat pemburunya lari karena malu.
“OHO ... NONA ELENA, LAGI-LAGI KAU MENJADI PUSAT PERHATIAN, HUH?” teriak Katya, teman dekat Elena. Gadis berambut ombre ungu dan pink itu menggoyangkan pinggulnya. “KAU BENAR-BENAR PINTAR BERMAIN TARIK ULUR, ELENA. KAU MEMBUAT MEREKA SEMUA PANAS!” jeritnya lagi.
“AKU TAHU, BODOH! INI MENYENANGKAN BUKAN?” balas Elena tak kalah keras.
“DASAR GADIS GILA!”
“AKU TAHU! AKU MEMANG GILA, KAT?!”
Katya dan Elena tertawa lebar. Keduanya mengangkat botol minuman ditangan mereka tinggi-tinggi dan kembali asyik bergoyang, melupakan masalah yang ada dan sibuk membahagiakan diri melalui minuman dan pesta.
Ah, benar, pesta adalah cara terbaik untuk menghibur diri.
“HEI, EL! AKU AKAN PERGI DENGAN GEORGE! KAU BISA JAGA DIRIMU SENDIRI BUKAN?”
“TENTU SAJA! BERSENANG-SENANGLAH!”
Katya mengambil tas milik Elena dan memakaikannya ke gadis itu. “AKU MENARUH KUNCI MOBILKU DI SINI?! JAGA DIRIMU BAIK-BAIK DAN SEMOGA KAU BISA MEMPERTAHANKAN PRINSIP BODOHMU ITU, YA!” sindir Katya menyinggung pasal janji Elena pada sang kakak.
Elena tak menanggapi. Gadis itu melengos dan sibuk bergoyang dengan mengikuti irama yang semakin menyenangkan ketika di dengarkan.
Setelah beberapa waktu berlalu, Elena merasa mabuk. Dia berjalan sempoyongan keluar dari rumah yang sesak dan menuju ke halaman.
“Ah, sial. Selalu saja begini,” rutuk Elena geram. Jika terlalu banyak minum, dia akan pusing dan sakit kepala.
Ini hal yang wajar jika mabuk, tetapi Elena tetap tak terbiasa. Untung saja dia masih bisa mempertahankan kesadarannya, ya walaupun nyaris hilang tetapi dia tahu jika ada seseorang di dekatnya.
“Hei, El. Kau mau kubantu?” tawar seorang pemuda kala melihat Elena kepayahan berjalan.
“Enyah dari hadapanku, sial?!” maki Elena galak. Dia memegang kepalanya dan bersandar pada pohon lalu mendelik tajam. “Atau kau akan mati?!” ancamnya sambil meraih high heels yang dia pakai.
“Oh oke, santai teman. Aku tidak melakukan apapun.”
Pemuda itu menyingkir karena senjata tajam itu sudah siap menusuknya.
“Dasar bodoh,” maki Elena jengkel.
Setelah sedikit jauh dari keramaian, Elena menghirup napas dalam-dalam. Dia berusaha menyegarkan otaknya sebelum berniat untuk pulang.
Mata gadis itu berkelana, menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Ini hampir dini hari. Matahari akan terbit sebentar lagi dan dia tidak mau bertemu dengannya. Sinar matahari terlalu memuakkan untuk dia lihat di hari minggu.
Elina mendengus malas. “Oh yeah, sepertinya sekarang aku harus segera pulang.” Elena merintih pelan kala merasakan sakit dibagian kepala. “Sekarang, bagaimana aku akan pulang?” tanyanya pada diri sendiri.
Elena berangkat dengan Katya sementara perempuan itu sudah menghilang entah ke mana bersama kekasihnya dan meninggalkan dirinya sendiri. Gadis itu menatap sekelilingnya dan menggeleng. “Tidak, aku tidak akan pernah meminta tolong pada sekumpulan bajingan itu untuk membawaku pulang. Bisa-bisa aku diserang saat di jalan nanti. Tidak-tidak, itu tidak akan terjadi,” ujarnya pasti.
Walaupun Elena suka berpesta, mabuk, dan melakukan banyak hal gila, Elena masih mempertahan kewarasannya untuk tidak bercinta sebelum menikah. Ini adalah prinsip yang dia pegang dan disinggung Katya sebelumnya.
Katakan saja Elena munafik, dia suka melihat orang bercinta di ponsel tetapi dia tidak mau siapapun menyentuhnya. Alasannya tidak sederhana, bukan juga karena dia mau sok suci diantara teman-temannya, tetapi karena satu hal, itu adalah janji. Sebuah janji pada sang kakak.
Elina Blair Maclean, kakaknya itu sudah lama pergi. Lebih tepatnya sekitar lima tahun yang lalu. Dia meninggal karena terkena penyakit menular seksual mematikan yaitu HIV, virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Hal itu terjadi akibat Elina sering bercinta dengan orang yang berbeda-beda selama hampir tiga kali seminggu.
Elina sama sepertinya yang mencari kepuasan di luar karena tak menemukan kenyamanan sedikit pun saat di rumah. Dia berkelana bebas, berpesta, mabuk, bahkan mengkonsumsi sabu beberapa kali.
Elina bilang, Elena boleh berbuat apa saja tetapi tidak untuk seks. Dan, ya, Elena berhasil mempertahankan dirinya sampai sekarang. Luar biasa, di tengah-tengah kegilaan yang dilakukan itu, dia berhasil menahan diri untuk tidak mencicipi kesenangan duniawi yang dibanggakan Katya.
Elena melangkah terhuyung-huyung menghampiri mobil sedan warna hitam milik Katya. Dia ingat jika temannya itu menitipkan kunci mobilnya padanya. Jika tidak, entah apa yang akan Elena lakukan sekarang.
Kepala Elena berdenyut sakit dan pandangannya mulai kabur. Dia tahu tindakannya ini gila karena mengendarai mobil di saat mabuk seperti ini, tetapi dia merasa itu lebih baik ketimbang harus jalan atau menumpang pada orang lain dan berakhir mengenaskan seperti yang ada dalam pikirannya. Tidak, tidak bisa. Prinsipnya tidak boleh hancur sekarang.
Elena mengendarai mobil itu dengan kecepatan pelan yang entah benar atau tidak karena dia tidak bisa melihat angka speedometer dengan benar.
Dia juga berusaha keras mempertahankan kesadarannya dengan menampar pipinya beberapa kali tetapi tetap saja, orang mabuk tidak bisa mengendarai mobil dengan baik.
"AKHHHH!" pekiknya keras.
Dia melakukan kesalahan besar!
Pesta yang dia hadiri kali ini jauh berbeda dari kebanyakan pesta anak-anak muda yang dia datangi. Semua orang di tempat ini memakai pakaian formal dengan tema gelap dan tidak menonjol. Tidak ada satupun orang yang memakai aksesoris mencolok seperti berwarna pink atau kuning cerah. Nyaris semua memakai serba hitam dan merah maroon, atu ada juga biru gelap dan abu-abu.Elena tanpa sadar menaikkan sudut bibirnya sinis. Orang-orang ini sama sekali tidak ada yang menikmati pesta, begitu yang dia simpulkan.Mereka semua berbicara serius, dengan suasana yang menegangkan, dan tidak ada hiburan sama sekali.Musik pestanya pun terlalu pelan, hanya ada dansa-dansa kecil yang dilakukan di lantai dansa."Hoam ... Ini membosankan," komentar Elena di samping Leon.Ketiga pria yang sedang berbincang dengan Leon melirik Elena. Gadis itu tersenyum tipis dan mengangka
Satu minggu.Kebebasan itu terasa sangat singkat dan juga cepat. Elena menikmati hidupnya di pedesaan yang terletak di pinggir Kota entah di mana ini.Saat ini dia tinggal di sebuah rumah kecil yang dihuni oleh sepasang suami istri. Begitu dia menyebutkan nama Leon, entah mengapa mereka sedikit takut padanya. Tapi, mereka tetap berbuat baik padanya. Elena tidak menyangka jika pamor Leon sampai di tempat terpencil ini. Tapi tentu saja bukan pamor yang baik. Dia tak lebih dari berandal sinting yang menyebalkan. Mungkin, itu yang akan orang-orang katakan jika mereka berani. "Kuharap dia cepat mati," bisik Elena sambil mengangkat segelas kopi susu hangat di tangannya. Tatapannya tertuju pada pemandangan sore hari yang indah. Waktu-waktu menyenangkan yang sudah lama tak dia nikmati karena penculikan sialan ini. "Sepertinya harapanmu tidak akan terwujud dalam waktu dekat."Elena tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang baru saja bersuara. Dia sangat mengenali nada rendah dan serak yang
"Aku bukan Diana.""Apa? Apa yang kau katakan, sayang?""Aku bukan Diana!" ulang Elena sekali lagi dengan penuh penekanan."Tidak, tidak, itu tidak mungkin. Kau adalah Diana. Kekasihku, cintaku, dan calon ibu dari anak-anakku! Kau ... Kau milikku!" seru pria itu posesif.Elena menggeram pelan. Dia membiarkan Leon menggerayangi tubuhnya dengan bibirnya yang panas, kemudian melemas dan memeluknya dengan erat setelah beberapa saat.Ah, kesempatan. Gadis itu mendorong Leon kemudian menampar pipinya dengan kuat.Plak! Elena menampar pria itu hingga menjauh ke belakang."Hah ... Apa?" Dia kaget, tapi tidak sadar juga. Dia terlihat bodoh.Elena berhasil mengatasi rasa takutnya. Kebencian yang mendalam membuatnya berani untuk melawan. Pria ini. Orang sialan ini yang membawanya ke tempat ini. Dia menculiknya, menyiksanya, melecehkannya, dan membuatnya tak berdaya. "Sayang ... Diana. Kenapa kau ...."Leon sepertinya memang mabuk berat karena pria itu langsung ambruk begitu saja di lantai se
Karen Valentine Parvez. Seorang perempuan paruh baya yang memiliki tatanan terkuat di keluarga Parvez setelah ibu mertuanya meninggal. Dia mewarisi gelar sebagai menantu dan ibu terbaik di kalangan masyarakat kelas atas. Dia adalah sosok yang dipuja dan juga menjadi panutan.Sayangnya, hal itu jauh dari kebenaran yang ada. Dia tak lebih dari sekedar seorang perempuan tua yang gila harta dan juga kehormatan. Dia ingin semua orang memandangnya dengan hormat dan tidak berani meremehkannya.Seorang ibu yang kejam dan juga tega dengan darah dagingnya sendiri. Dia orang yang berhati dingin dan sanggup menghancurkan anaknya dengan membunuh orang yang dicintainya tepat dihadapannya."Kudengar anda memanggil saya." Leon yang baru saja tiba duduk di hadapan ibunya dengan tenang. Dia membuka dua kancing atasnya dan melampirkan jasnya. Duduk dengan menyandarkan punggungnya dan terlihat berusaha mencari tempat nyaman untuk menghilangkan rasa amarah yang sedari tadi membara semenjak menginjakkan ka
"Kita cari jalan alternatif lain. Pasar Rusia harus kita tembus apapun yang terjadi." "Tapi, Tuan Dante. Kami memiliki masalah dengan perbatasan. Mereka sangat sulit diajak untuk berbicara.""Lakukan saja seperti apa yang kukatakan. Kenapa kau selalu saja berbicara omong kosong?! Jika mereka tidak mau bicara, kau culik dan bunuh saja serangga yang mengganggu, berengsek! Berhenti membuatku sakit kepala!" Dante berteriak marah. Dia melempar gelas yang dipegangnya ke lantai dengan emosi. "Sialan. Kenapa mereka semua bodoh sekali? Apa mereka hanya akan bekerja jika aku memukul dan menendang pantat mereka?""Terlebih lagi aku harus mengurus Leon yang temperamental! Sialan, aku benci pekerjaanku!"Dante mengambil rokok dari balik jas hitamnya dan mematiknya, meniup asap tipis hingga membumbung tebal di udara. "Kali ini dia mau berbuat apa?" Lirihnya sambil menatap keluar jendela dengan malas. "Aku sedang malas membersihkan kegilaannya malam ini."Sementara Leon yang dibicarakan sedang du
Terlalu banyak menangis membuat Elena kelelahan. Matanya terlihat sembab. Fisik dan mentalnya sangat letih juga berantakan membuatnya kehilangan kesadarannya dalam pelukan Leon.Elena sangat pulas, dia bahkan tidak terlihat terganggu ketika Leon dengan lembut mengusapkan air ke tubuhnya.Leon memandikan Elena! Wow, dia bahkan melakukannya dengan hati-hati!Luar biasa. Bagi laki-laki sehat seperti Leon, ini adalah tantangan terbesarnya. Tetapi, dia baik-baik saja dan tidak terlihat ingin menuntaskan imajinasi liarnya pada gadis itu. Bahkan, dia terlihat menikmati memandikan Elena yang seperti bayi besar.Tangan besar Leon menyusuri leher, tengkuk, hingga kemudian jatuh ke bagian dada Elena. Dia mengusapnya pelan dan membuat Elena melenguh pelan.Leon menatap Elena dengan sebal. "Jangan mengerang berengsek. Kau masih kotor!" desis Leon tidak suka.&
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments