Share

2. Sang Mafia

Author: MissAnn
last update Last Updated: 2022-07-08 20:52:11

Benar, Elena menabrak sebuah pohon yang tak bersalah. 

“Ah, sial! Benar-benar sial! Kenapa pohon itu ada di sana, sih?! Seharusnya dia menyingkir dan membiarkan ku lewat dengan tenang,” jeritnya murka. 

Dia keluar dari mobil dengan susah payah dan menendang ban mobil itu ketika melihat asap mengepul dari mesin di balik kap mobil. Elena menoleh ke sekitarnya dan mendelik pada mobil mati di depannya untuk di salahkan. “Kenapa kau harus berhenti di sini, bodoh? Coba kau lihat? Apa ada orang lain di sini? Tidak! Tidak ada, sial. Sekarang, apa yang harus kulakukan karena kesalahanmu itu, hah?!” rutuknya memaki mobil yang tak bergerak di depannya. 

Elena jongkok di tepi jalan dan merogoh ponselnya di dalam tas selempang kecil yang dia kenakan. Bibirnya seketika mengerucut sempurna saat melihat ponselnya yang hanya menyala sekejap sebelum akhirnya mati seutuhnya. Baterai ponselnya habis.

Sudah kuduga, minggu memang hari tersial dalam hidupku,” gerutu Elena jengkel. “Kenapa harus ada hari minggu di dunia ini? Siapa sih pembuat hari libur sialan yang malah membuatku mengalami kemalangan seperti ini?” desisnya geram. Dia memaki entah pada siapa, yang pasti sekarang kemarahannya sedang membumbung tinggi dan butuh sesuatu untuk disalahkan. 

Elena menoleh ke arah kanan saat melihat ada cahaya dari kejauhan. “Jika aku tidak menghadangnya sekarang, maka aku akan tetap di sini sampai pagi, itu pun jika tidak ada berandalan yang menemukanku di sini dan memperkosaku. Tetapi jika aku menghentikannya, kemungkinan dia adalah orang cabul dan mesum yang tetap bisa membuatku dalam bahaya. Bukankah itu berarti tidak berbeda?” gumam Elena membuat pertimbangan. 

Elena meringis ketika merasakan kepalanya bertambah sakit. Dia tidak punya pilihan lain. “Tidak-tidak, kakak pasti akan menolongku. Kakak, bantu adikmu yang manis ini,” mohonnya sambil mengatupkan tangannya di depan dada. “Oh aku lupa, Tuhan, bantu hamba-Mu yang malang ini.”

Gadis itu segera bangkit dengan susah payah dan berdiri di tengah jalan dengan senyum lebar yang teramat ramah. Tepat setelah mobil itu berhenti, Elena pergi ke jendela. Dia mengetuk jendela kaca di samping kursi kemudi. Tak lama kemudian orang yang memegang kendali mobil itu menurunkan jendelanya. Seorang pria berjas dengan tampang dingin menatapnya.

“Permisi, Sir. Maaf mengganggu perjalananmu yang menyenangkan, apa aku boleh menumpang mobilmu? Mobilku rusak, kau lihat itu, di depan sana? Aku menabrak pohon sialan yang entah sejak kapan di sana. Kumohon, kau bisa membawaku sampai ke jalan raya, setelah itu aku bisa pergi sendiri. Apa boleh seperti itu, Sir?” tanya Elena dengan sopan dan setengah melantur. 

Pria itu menoleh ke belakang, Elena juga ikut menengok ke arah sana. Matanya berusaha mengintip siapa yang ada di sana namun karena gelap, Elena tidak bisa melihat siapa itu. Tetapi dia yakin itu adalah pemilik mobil yang asli. Setelah mendapat persetujuan, pria itu segera membuka pintu belakang. Elena tersenyum lebar. Gadis itu segera masuk dengan tergesa dan tak sabar karena sebenarnya pakaiannya yang tipis ini membuat tubuhnya kedinginan. 

Elena menutup pintu dan tersenyum lebar. “Terima kasih, Sir. Maaf merepotkan,” katanya pada orang yang duduk disampingnya. 

“Kau bau alkohol.”

“Ah, iya. Aku baru saja keluar dari pesta ulang tahun yang diadakan temanku, Erlan. Itu pesta yang menyenangkan. Mereka semua sangat bergembira dan mengasyikkan. Ya, walaupun beberapa dari mereka menyebalkan tetapi itu tidak masalah. Aku bersenang-senang dengan sangat baik. Ah, benar. Maaf, Sir. Sepertinya aku terlalu banyak bicara,” celoteh Elena malu saat sadar kebiasaan banyak bicara miliknya lepas kendali. Sebenarnya orang-orang disekitarnya menyukainya karena ini namun dia lupa, jika orang asing belum tentu suka. Mereka pasti akan terganggu. 

“Kau benar. Kau sangat berisik.”

Nahkan, sudah Elena duga. Dia pasti akan merusak suasana dalam sekejap. Ya, itu bukan hal yang asing. Dia sudah sering mengalami ini. 

Elena meringis guna merespon ucapan pedas pria itu. “Oh, benar. Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf, seharusnya aku tidak terlalu banyak bicara di saat kita baru saja bertemu.” Elena diam. Dia melirik pria di sampingnya dengan seksama dan mengernyit kala menyadari sosok itu cukup tampan. Walaupun hanya terkena sedikit sorot lampu dari jalan tetapi dia bisa melihat dengan jelas jika pria itu memiliki rahang yang menggoda. Lekuk wajahnya dari samping juga sempurna. Hidungnya mancung dan bibirnya tebal juga seksi. Dia memiliki alis yang tebal. Jangan lupakan juga beberapa tato yang tergambar disekitar leher pria itu. 

“Wah, gila. Dia sangat seksi. Bahkan wajahnya jauh melebihi aktor yang ada di film itu. Kenapa dia tidak jadi artis saja dan membuatku bisa melihat tubuhnya dengan jelas,” lirihnya tanpa sadar kala mengingat film dewasa yang dia lihat beberapa malam yang lalu. 

Akan tetapi celotehan lirih Elena itu sampai terdengar oleh pendengaran tajam pria asing itu. Dia menoleh dan membuat Elena membekap mulutnya sendiri. Dia tersenyum malu dan menunduk karena memikirkan kemungkinan pria itu mendengar ucapannya yang terdengar seperti rayuan. Tangannya sibuk memainkan jemarinya dengan gugup. 

“Apa kau pekerja malam?” tanya pria itu tanpa aling-aling yang berhasil mengejutkan gadis itu dan sang supir pribadi di depannya. Dia diam-diam mengasihani gadis itu karena akan menjadi korban selanjutnya. Tuannya selalu menanyakan itu setiap kali bertemu seseorang yang menarik untuk dijadikan mainan. 

Elena mendelik. Dia menatap tajam pria itu. “Jaga bicara anda, Sir!” ancamnya sinis. 

“Apa kau baru saja melotot padaku?” tanya pria itu dengan nada dingin. 

“Aku melakukannya karena kau menghinaku. Aku bukan pekerja malam. Apa anda menanyakan itu pada setiap perempuan yang ada temui? Itu tidak sopan, Sir!” hardiknya galak. 

Pria itu menyeringai. “Kau berani menantangku, bocah?” ujarnya rendah. 

“Aku bukan bocah. Lagipula, aku tidak menantangmu. Kau saja yang merasa seperti itu,” balas Elena angkuh. 

Pria di balik stir menahan napas saat merasakan aura kelam dari tuannya yang mendadak mengudara. Dia lagi-lagi mengasihani gadis yang baru saja menumpang di mobil mereka. Tuannya itu orang gila. Dia sangat benci pada orang yang berani menantangnya. Tuannya ini Leonard Cale Parvez. Consigliere dari keluarga Benigno yang terhormat di Italia. 

“Semoga kau baik-baik saja, Nona,” tutur pria itu setelah turun dari mobil. Menyisakan Leon dan juga Elena di dalam sana. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    19. Sesuatu yang terjadi di Pesta

    Pesta yang dia hadiri kali ini jauh berbeda dari kebanyakan pesta anak-anak muda yang dia datangi. Semua orang di tempat ini memakai pakaian formal dengan tema gelap dan tidak menonjol. Tidak ada satupun orang yang memakai aksesoris mencolok seperti berwarna pink atau kuning cerah. Nyaris semua memakai serba hitam dan merah maroon, atu ada juga biru gelap dan abu-abu.Elena tanpa sadar menaikkan sudut bibirnya sinis. Orang-orang ini sama sekali tidak ada yang menikmati pesta, begitu yang dia simpulkan.Mereka semua berbicara serius, dengan suasana yang menegangkan, dan tidak ada hiburan sama sekali.Musik pestanya pun terlalu pelan, hanya ada dansa-dansa kecil yang dilakukan di lantai dansa."Hoam ... Ini membosankan," komentar Elena di samping Leon.Ketiga pria yang sedang berbincang dengan Leon melirik Elena. Gadis itu tersenyum tipis dan mengangka

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    18. Persiapan Pesta

    Satu minggu.Kebebasan itu terasa sangat singkat dan juga cepat. Elena menikmati hidupnya di pedesaan yang terletak di pinggir Kota entah di mana ini.Saat ini dia tinggal di sebuah rumah kecil yang dihuni oleh sepasang suami istri. Begitu dia menyebutkan nama Leon, entah mengapa mereka sedikit takut padanya. Tapi, mereka tetap berbuat baik padanya. Elena tidak menyangka jika pamor Leon sampai di tempat terpencil ini. Tapi tentu saja bukan pamor yang baik. Dia tak lebih dari berandal sinting yang menyebalkan. Mungkin, itu yang akan orang-orang katakan jika mereka berani. "Kuharap dia cepat mati," bisik Elena sambil mengangkat segelas kopi susu hangat di tangannya. Tatapannya tertuju pada pemandangan sore hari yang indah. Waktu-waktu menyenangkan yang sudah lama tak dia nikmati karena penculikan sialan ini. "Sepertinya harapanmu tidak akan terwujud dalam waktu dekat."Elena tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang baru saja bersuara. Dia sangat mengenali nada rendah dan serak yang

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    17. Berhasil melarikan diri

    "Aku bukan Diana.""Apa? Apa yang kau katakan, sayang?""Aku bukan Diana!" ulang Elena sekali lagi dengan penuh penekanan."Tidak, tidak, itu tidak mungkin. Kau adalah Diana. Kekasihku, cintaku, dan calon ibu dari anak-anakku! Kau ... Kau milikku!" seru pria itu posesif.Elena menggeram pelan. Dia membiarkan Leon menggerayangi tubuhnya dengan bibirnya yang panas, kemudian melemas dan memeluknya dengan erat setelah beberapa saat.Ah, kesempatan. Gadis itu mendorong Leon kemudian menampar pipinya dengan kuat.Plak! Elena menampar pria itu hingga menjauh ke belakang."Hah ... Apa?" Dia kaget, tapi tidak sadar juga. Dia terlihat bodoh.Elena berhasil mengatasi rasa takutnya. Kebencian yang mendalam membuatnya berani untuk melawan. Pria ini. Orang sialan ini yang membawanya ke tempat ini. Dia menculiknya, menyiksanya, melecehkannya, dan membuatnya tak berdaya. "Sayang ... Diana. Kenapa kau ...."Leon sepertinya memang mabuk berat karena pria itu langsung ambruk begitu saja di lantai se

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    16. Pembunuh anak dan wanitaku!

    Karen Valentine Parvez. Seorang perempuan paruh baya yang memiliki tatanan terkuat di keluarga Parvez setelah ibu mertuanya meninggal. Dia mewarisi gelar sebagai menantu dan ibu terbaik di kalangan masyarakat kelas atas. Dia adalah sosok yang dipuja dan juga menjadi panutan.Sayangnya, hal itu jauh dari kebenaran yang ada. Dia tak lebih dari sekedar seorang perempuan tua yang gila harta dan juga kehormatan. Dia ingin semua orang memandangnya dengan hormat dan tidak berani meremehkannya.Seorang ibu yang kejam dan juga tega dengan darah dagingnya sendiri. Dia orang yang berhati dingin dan sanggup menghancurkan anaknya dengan membunuh orang yang dicintainya tepat dihadapannya."Kudengar anda memanggil saya." Leon yang baru saja tiba duduk di hadapan ibunya dengan tenang. Dia membuka dua kancing atasnya dan melampirkan jasnya. Duduk dengan menyandarkan punggungnya dan terlihat berusaha mencari tempat nyaman untuk menghilangkan rasa amarah yang sedari tadi membara semenjak menginjakkan ka

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    15. Jangan sentuh milik orang lain!

    "Kita cari jalan alternatif lain. Pasar Rusia harus kita tembus apapun yang terjadi." "Tapi, Tuan Dante. Kami memiliki masalah dengan perbatasan. Mereka sangat sulit diajak untuk berbicara.""Lakukan saja seperti apa yang kukatakan. Kenapa kau selalu saja berbicara omong kosong?! Jika mereka tidak mau bicara, kau culik dan bunuh saja serangga yang mengganggu, berengsek! Berhenti membuatku sakit kepala!" Dante berteriak marah. Dia melempar gelas yang dipegangnya ke lantai dengan emosi. "Sialan. Kenapa mereka semua bodoh sekali? Apa mereka hanya akan bekerja jika aku memukul dan menendang pantat mereka?""Terlebih lagi aku harus mengurus Leon yang temperamental! Sialan, aku benci pekerjaanku!"Dante mengambil rokok dari balik jas hitamnya dan mematiknya, meniup asap tipis hingga membumbung tebal di udara. "Kali ini dia mau berbuat apa?" Lirihnya sambil menatap keluar jendela dengan malas. "Aku sedang malas membersihkan kegilaannya malam ini."Sementara Leon yang dibicarakan sedang du

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    14. Aku akan membunuhnya

    Terlalu banyak menangis membuat Elena kelelahan. Matanya terlihat sembab. Fisik dan mentalnya sangat letih juga berantakan membuatnya kehilangan kesadarannya dalam pelukan Leon.Elena sangat pulas, dia bahkan tidak terlihat terganggu ketika Leon dengan lembut mengusapkan air ke tubuhnya.Leon memandikan Elena! Wow, dia bahkan melakukannya dengan hati-hati!Luar biasa. Bagi laki-laki sehat seperti Leon, ini adalah tantangan terbesarnya. Tetapi, dia baik-baik saja dan tidak terlihat ingin menuntaskan imajinasi liarnya pada gadis itu. Bahkan, dia terlihat menikmati memandikan Elena yang seperti bayi besar.Tangan besar Leon menyusuri leher, tengkuk, hingga kemudian jatuh ke bagian dada Elena. Dia mengusapnya pelan dan membuat Elena melenguh pelan.Leon menatap Elena dengan sebal. "Jangan mengerang berengsek. Kau masih kotor!" desis Leon tidak suka.&

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status