Share

3. Mainan baru Sir Consigliere

Didalam mobil BMW mewah keluaran Jerman yang terparkir di tepi jalan kecil di kota Manhattan itu mengeluarkan aura yang mencekam. Sang singa yang terusik sebab merasa kekuasaannya di ganggu sementara sang kelinci tidak merasa melakukan apapun kecuali bertahan hidup. Mereka berdua dipertemukan dan bentrok dalam keadaan yang sepertinya tengah memihak si singa. 

“Nona, apa kau baru saja menantangku?” Leon kembali bertanya dengan suara yang mengerikan. Leon bergerak mendekati Elena yang seketika mundur hingga terpojok di sudut kursi mobil. “Apa kau tahu apa hukuman untuk orang yang berani menantangku, Nona?” Dia semakin dekat memojokkan Elena diantara kedua tangannya yang bertumpu pada bagian pintu dan kursi mobil. 

Elena semakin dibuat kecil dibawah Leon. “Dia harus mati,” bisiknya tepat ditelinga Elena. 

Gadis itu mengigil ketakutan. Dia tak menyangka jika pria itu akan tersinggung hanya dengan ucapannya yang sebenarnya tidak memancarkan perlawanan berarti. Lagipula, dia melakukannya karena instingnya sebagai seorang perempuan tersentil. 

Memang semua orang yang berpakaian tipis seperti ini harus disebut pekerja malam? Apa mereka tidak tahu jika di zaman modern seperti ini ada yang disebut dengan mode?

Atau mungkin, dia ini hanya sengaja dan ingin menjebaknya dengan cara mencari gara-gara lalu membuat dirinya terpojok dan melakukan apa saja yang dia mau, benar begitu, bukan? 

Benar, pasti begitu. Tapi, apa yang harus dia lakukan sekarang? 

Dia memang sudah terjebak. 

Elena beringsut semakin mundur dan  mencengkeram tas kecilnya dengan wajah pucat. “A-aku hanya membela diri, Sir,” ujarnya pelan. 

Pria berdecih tidak peduli. “Membela diri? Apa yang kau maksud itu, hah? Kau menantangku!” desisnya tajam. 

“T-tidak, Sir. Aku hanya–” 

Ucapannya terhenti tatkala Leon langsung bergerak mencekik lehernya dengan kuat. 

'Gila! Dia benar-benar bermaksud membunuhku.' 

Batin Elena menjerit. 

Elena memberontak dan berusaha melepaskan diri, akan tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan pria itu. Elena tak bisa melarikan diri. Leon sangat kuat dan itu membuatnya kalang kabut dan berusaha keras meraih oksigen yang tidak juga kunjung dia dapatkan. Leon menikmati wajah ketakutan Elena. Gadis itu sangat cantik dan dia lebih cantik saat berjuang untuk hidup seperti ini. 

Ah, indah sekali. 

Darah Leon semakin berdesir tatkala mata cokelat nan cantik milik Elena perlahan mulai meredup dilingkupi perasaan putus asa. 

Detik berikutnya, tepat sebelum Elena kehilangan kesadaran sepenuhnya, Leon menarik tangannya dan menjauh untuk memberi ruang pada Elena. 

Elena segera bangkit dan menarik napas dalam-dalam untuk memenuhi paru-parunya dengan makanan khusus untuknya itu. Dia memegang lehernya yang memerah dan mendelik murka.

“Kau gila, Sir?! Kau hampir membunuhku!” hardiknya marah. 

Leon menyeringai dan memegang pipi Elena membuat tanda alarm di kepalanya berbunyi dengan keras. 

Elena perlahan mundur namun Leon menahan pinggangnya. “Aku akan menculikmu,” bisiknya pelan. 

Mata Elena membulat. Dia melepas paksa pelukan Leon dan menendangnya hingga kepala pria itu terbentur. “Akh, fuck!” pekik Leon kesakitan. 

Elena berbalik dan berusaha membuka pintu mobil namun terkunci. 

“Kumohon, kumohon, cepatlah terbuka! Cepat!” cicit Elena ketakutan. Elena mengetuk-etuk pintu kaca dengan brutal dan menendangnya. “TOLONG!!! TOLONG KELUARKAN AKU DARI SINI! PRIA INI GILA! DIA SUDAH GILA! SIAPAPUN, TOLONG AKU!” jeritnya histeris.

“TOL–hmmmphmhph.” 

Pekikan Elena terbungkam sapu tangan Leon yang berisi bius tercampur didalamnya dan berhasil sampai dimulutnya. Elena berusaha menoleh ke belakang tetapi dia tidak bisa, perlahan matanya memberat, kemudian pingsan. 

Leon menangkap tubuh Elena dalam pelukannya kemudian mencium kening Elena dengan senang. “Selamat datang di dunia Leon, gadis manis,” sapanya lembut. 

Steve, pria yang menjadi supir pribadinya itu segera menghampiri tuannya dan kembali duduk dibalik kemudi. Dia sempat melirik Elena yang berada dipangkuan Leon melalui kaca mobil dibagian depan kemudian kembali fokus melajukan mobilnya. 

Dia berusaha tidak peduli karena itulah pekerjaan yang dia ambil.

Menjadi seorang supir dari pria gila seperti Leon. 

Leon menghubungi seseorang yang tak lain adalah Dante, asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya.

“Aku menculik seseorang dari Manhattan.” 

“Apa? Leon? Apa kau gila? Sudah kubilang berapa kali, berhenti mengambil perempuan dari kota yang kau kunjungi?! Ini sudah yang ke-100, bodoh! Aku muak mengurus masalahmu.” 

Leon mengusap lengan Elena yang tertidur dibawahnya dengan tenang. 

“Dia menantangku. Lagipula matanya berwarna cokelat. Aku ingin memiliki itu setelah lima hari kusiksa.” Leon membuang wajah keluar jendela. "Oh, dia bukan perempuan yang ke-100 tapi ke-103. Dua yang kemarin sudah mati,” ujarnya malas. 

“Dasar gila! Kau sangat membenci ibumu tetapi kau melampiaskannya pada mereka. Kau gila, Le?!” 

“Empat kali. Kau menyebutku gila empat kali, Dante,” lirih Leon mengancam. 

“Oke, maafkan aku. Tetapi, Leon. Kumohon, berhentilah melakukan itu atau kau tidak akan menikah.”

Leon mengernyit namun dia kembali membuat raut wajah tidak peduli. Dante selalu berkomunikasi dengan ayahnya jadi secara tidak langsung dia pasti akan mencoba untuk menyampaikan perintah ayahnya pada dia.

Leon tidak peduli apapun kecuali dirinya sendiri dan juga keluarga Benigno. 

Leon sudah bilang jika dia tidak akan menikah apalagi terikat dengan wanita manapun.

“Aku tidak akan menikah,” balas Leon santai.

“Hah..." 

"Kau akan menikah. Suka atau tidak. Oh, kau seharusnya mengambil hati mereka ketimbang mata. Hati lebih enak untuk dimakan.”

“Aku tidak suka daging manusia sepertimu, Dante. Itu menjijikkan.” 

Leon kembali melihat Elena. Memakan dagingnya? Itu tidak mungkin, mana sudi dia memakan daging kotor sepertinya. 

Tetapi ide Dante bagus juga. Dia akan memberikan tubuh gadis ini pada Nox dan Kei.

“Perempuan ini sangat cantik, Dante, tubuhnya bagus. Kedua peliharaanku pasti senang menikmati makanannya kali ini,” ujarnya dengan nada senang. 

“Yah, terserah."

"Bagaimana rencana kerja sama penyebaran obat sakit kepala yang akan kita lakukan di Manhattan?” 

Leon menyeringai. “Tidak ada pekerjaan yang tidak pernah kuselesaikan. Mereka akan segera memproduksi dan menyebarkannya diberbagai apotek."

Leon bergerak mengelus pipi mulus Elena. “Aku akan kembali ke Napoli dan menetap di sana selama beberapa minggu,” kata Leon memberitahukan tujuannya agar Dante segera mempersiapkan segala keperluannya. 

“Aku mengerti.”

Leon segera memutus sambungan telepon dengan Dante. Leon mengalihkan pandangan pada Elena. Dia kembali memperhatikan buruannya. Elena sangat cantik, bagaimana bisa gadis seperti ini bebas begitu saja? 

Dia harusnya di kurung dan di siksa di suatu tempat agar tidak berkelana kemana-mana dan membuat keributan di sana-sini. Leon memperhatikan gaya pakaian Elena yang sangat terbuka dan liar. 

Dia menyukainya, pilihannya bagus dan pas, hitam memang warna yang sempurna untuk mainan sepertinya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status