Share

9. Harapan sang teman

Pria itu membawanya menuruni tangga belakang mansion menuju lapangan terbuka. Elena reflek mengangkat tangannya untuk menutupi matanya karena silau, sudah dua hari ini dia tidak melihatnya. 

Elena mengedipkan matanya dan berjalan dengan terseok-seok menahan rasa sakit karena Leon menyeretnya dengan tidak berperasaan. 

Yah, memang sejak kapan Pak Tua itu punya hati? Bukankah dia itu manusia tanpa hati yang melakukan apapun demi kepuasan dirinya sendiri? 

Elena menganga melihat pagar besi yang besar terpasang melingkar dengan diameter yang lebar, mungkin sekitar empat puluh lima meter atau lebih. 

Didalamnya tumbuh pohon-pohon besar dan dibawah ada beberapa batang pohon tergeletak sementara bagian depan ada sungai dengan jembatan kecil sebagai penghubung. 

Tempat itu juga dipasang atap, mirip seperti kurungan super besar. Perasaan Elena tidak enak.

Dia melirik Leon yang tersenyum. 

“Aku ingin memperkenalkanmu pada dua temanku, Nona.” Leon membuka kandang itu dan mendesak Elena untuk masuk ke dalam. “Nox, Kei, kalian memiliki pengunjung hari ini. Bergembiralah,” ujar Leon pada sepasang singa yang tiba-tiba menyeruak dari pepohonan rimbun.

Jantung Elena seketika berdegup kencang. Keringat dingin membasahi dahi dan lehernya. Kakinya gemetar dan bola mata cokelatnya nyaris keluar karena memelototi binatang buas yang berjalan kearahnya. Tatapannya yang tajam dan siap menerkam membuat nyalinya menciut drastis. 

“P-pak Tua, jangan begini,” ratap Elena gagap. 

Leon tersenyum.

Dia melambaikan pada Nox, sang singa jantan yang memiliki rupa sempurna. Bulu-bulunya yang tertata rapi dan lembut, gigi-giginya yang tajam dan tampak siap mengoyak daging membuat aura pemangsa mengudara. Jangan lupakan juga kuku-kukunya yang tajam itu. 

Nox adalah singa yang tampan. Sementara Kei, singa betina itu memiliki bulu mata yang lentik dan menawan. Dia tidak terlihat beringas seperti Nox, malah dia seperti singa bangsawan yang anggun. 

Penampilan mereka yang mempesona berbanding terbalik dengan Elena yang merosot sambil mencengkeram tiang besi kurungan. Wajahnya pucat pasi. 

Dia ketakutan! 

Gila! 

Orang normal macam apa yang akan santai jika dihadapkan pada sepasang pemangsa daging yang liar seperti mereka. Batin Elena terpecut. Keinginannya akhirnya terkabul. Dia akan mati. 

“P-pak Tua,” lirih Elena sekali lagi. 

“Kubilang memohonlah ampun padaku dan bukannya malah memakiku seperti itu! Dasar jalang kecil tidak tahu diri.” 

“Tapi kau memang sudah tua,” kilah Elena kurang ajar. 

Leon mendengus. Dia berjalan menjauh dan meninggalkan Elena yang diserang panik saat hewan buas itu berjalan mendekatinya.

“Oh, oh, tidak! Pak Tua! Apa yang kau lakukan?! Jangan tinggalkan aku di sini, hei! Yak! Kurang ajar! Dasar pria gila! Sialan kau, aku akan menghantuimu sampai kau mati! Kau dengar aku? Hoi! YAK!!!!” jerit Elena tidak karuan. 

Leon mengabaikan teriakan Elena dan tetap melangkah dengan santai kembali ke mansionnya. 

Leon bertemu dengan Dante yang melirik ke belakang. “Kau meninggalkannya dengan kedua singamu? Sungguh?” tanya Dante sedikit terkejut. “Hidup-hidup? Kupikir kau akan memberikan tubuhnya setelah dia mati,” singgung Dante tidak mengerti. 

Leon melewati Dante dan duduk di sofa besar mewah berwarna putih. 

Sofa Natuzzi King–sofa dengan konsep klasik dengan desain yang diusung bukan desain main-main, namun desain dengan tingkat ketelitian dan kesempurnaan yang tinggi. Berbahan kulit asli khas dari Italia, bodi sofa bakal di percantik dengan keberadaan bagian backrest yang dirancang secara handmade oleh perajin kulit ternama di Italy. 

Prosesnya yang rumit dan handmade inilah yang membuat harga sofa ini berada dalam kategori termahal dibanding sofa lainnya. Harganya bahkan mencapai 70-85 juta atau sekitar empat ribu euro. 

Leon menuang wine Russo baltique yang di ambil Dante dari ruang anggur di bawah mansionnya dan menyesapnya perlahan. Matanya melirik keluar, menatap suasana pagi hari yang cerah. “Aku memberinya pelajaran karena dia menyebalkan.”

Dante mendekat dan menatap Leon intens. “Menyebalkan? Kau merasa dia menyebalkan? Wow, astaga! Selama dua puluh tujuh tahun kau hidup, akhirnya kau bilang ada orang menyebalkan selain aku. Ini bagus, Leon. Kau menemukannya!” papar Dante semangat. 

Leon meliriknya. 

“Benar sekali! Dia yang akan mengubah duniamu."

"Aku tidak sabar melihatmu berubah menjadi pria bertanggung jawab yang memiliki keluarga. Itu sangat menarik, Le.”

“Kau mau mati?” desis Leon dingin. 

“Aku serius, Leon. Kau pasti akan menyukainya. Cobalah untuk lebih ramah, jangan kasar seperti ini. Gadis itu pasti akan memberikan warna di hidupmu yang serba hitam.”

Leon mengambil bantal sofa di sisinya dan memukul Dante. “Pergilah, sial! Kau menggangguku!” dengus Leon sebal. 

Dante tersenyum lebar dan mengacungkan jempolnya. “Semangat!” 

“KUBILANG PERGI ATAU AKU AKAN MEMBUNUHMU SEKARANG, DANTE!” 

Dante lari terbirit-birit sambil tertawa lebar. Melihat wajah kesal Leon memang menyenangkan. Sementara Leon yang ditinggalkan berusaha keras mengendalikan emosinya yang meluap. Bersama Dante memang hanya membuatnya kesal saja. Pria itu tidak menyenangkan untuk diajak bicara. 

Leon melirik ke belakang dan membuang wajah malas. “Bau tubuhnya yang menyelamatkannya,” gumamnya pelan lalu pergi ke ruang kerja. 

Dia harus menyelesaikan laporannya pada Sean, bos besar sekaligus penerus kerajaan bisnis keluarga Benigno. 

Sementara di sisi lain, Elena menahan tangis ketika mereka berjarak satu langkah di depannya. Hidung mereka bergerak mengendus dan membuat Elena semakin ketakutan. 

“Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan? Astaga, bagaimana bisa aku berakhir seperti ini? Bagaimana bisa gadis populer sepertiku mati ditangan singa sepertinya? Ini tidak adil! Ini sangat tidak adil! Pria tua sialan! Seharusnya aku menendang biji miliknya sampai pecah. Seharusnya kubuat dia menyesal karena telah menculikku. Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku tidak bisa melakukan apapun, huaaaa ....” ujar Elena berisik. 

“Kakak, Katya, Ibu, Ayah, Tuhan, maafkan aku. Kumohon ampuni semua kesalahanku. Katya, maaf karena menjadi teman yang buruk. Sebenarnya aku yang selalu membuat rok pendekmu itu sobek. Aku kesal dengan model yang kau pilih, kau mirip jalang.”

“Kakak, terima kasih untuk nasihatmu. Aku bisa bersenang-senang dengan bebas. Tapi karena janjiku padamu aku tidak bisa bercinta dengan orang yang kusukai. Ini salahmu yang membuatku mati dalam keadaan perawan seperti ini. Padahal aku ingin menikmati rasanya bercinta ... Kau harus bertanggung jawab, karena itu aku akan memukulmu saat di Surga nanti.”

Elena mengusap air matanya. 

“Ibu ayah, kalian berengsek. Aku benci kalian. Terus saja bekerja sampai tulang kalian patah, aku tidak peduli.”

“Tuhan, aku tidak pernah pergi ke gereja. Maksudku saat beranjak dewasa. Aku hamba yang buruk, tetapi tidak apa-apa bukan? Kau akan mengampuniku, 'kan? Kau baik' kan? Jadi, buat aku bersama kakakku, ya.”

Elena terisak semakin keras saat singa jantan itu menyentuh lengannya. 

"Baik, selamat tinggal dunia!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status