Masih seperti pagi-pagi sebelumnya, setiap paginya Nia akan direpotkan mengurus Dila sebelum akhirnya berangkat ke sekolah.Sambil menggendong putranya, Nia terus memakaikan seragam sekolah untuk Dila.Setelah itu barulah menyiapkan sarapan pagi, namun seperti biasanya pula. Di meja makan setiap paginya semua anggota keluarga akan berkumpul untuk sarapan pagi, tak terkecuali Reza.Matanya terus saja melihat Nia yang sedang fokus menyuapi Dila, kemudian beralih menatap bayi yang masih berada di gendongan Nia.Lama menimbang akhirnya Reza pun ingin berbicara, sebab dirinya sangat sulit untuk menemui Nia sejak kemarin.Sebab, seakan Dion terus saja berada dimana pun Nia berada. Seakan, semakin mempersulit dirinya.Dan sebelum mendapatkan maaf dirinya tak akan bisa tenang."Dila, sarapan pagi di teras saja!" Kata Dion dengan suara beratnya.Menyadari bahwa Reza terus saja menatap Nia dengan begitu dalam."Ayo Mami, kita sarapan pagi sambil berjemur," Dila menarik tangan Nia.Nia tentu sa
"Jangan keluar dari kamar ini sampai aku pulang Bekerja! Kalau kamu ingin berjemur di balkon kamar, nanti biar Asih yang mengantarkan makanan," kata Dion.Nia mengangguk setuju, menurut pada apa yang diperintahkan oleh sang majikan.Sesaat kemudian Dion pun memegang wajah Zaki, sebelum akhirnya benar-benar pergi.Pertama kalinya Dion melakukan tersebut, pamitan dan juga memperdulikan anaknya.Membuat Nia sedikit kebingungan, tetapi tidak juga terlalu memikirkan.Mungkin karena Zaki adalah bagian dari keluarga Dion saja pikir Nia.Zaki pun tertidur pulas, Nia meletakan pada ranjang. Agar dirinya bisa segera mandi dan membersihkan diri, agar lebih sagar."Ibu, mandi dulu ya."Setelah benar-benar memastikan bahwa Zaki sudah terlelap di atas ranjang Nia pun bergegas untuk memasuki kamar mandi.Dengan cepat Nia pun menyelesaikan mandinya, sebelum Zaki terbangun dan nantinya malah menangis.Dan benar saja, belum juga dirinya memakai pakaian suara tangisan bayi sudah menggelegar.Dengan bal
Bruk!Dion keluar dari kamar dengan terburu-buru, hingga menabrak Bunga yang padahal sudah jelas berdiri di hadapannya."Dion?" Bunga menatap bingung, "kamu nggak lihat Mama sebesar ini?" Tanya Bunga masih dalam kebingungannya.Tetapi Dion memilih untuk segera pergi, dari pada menjawab pertanyaan tersebut.Sesaat kemudian dirinya bertemu dengan Niko di teras.Seperti biasanya, sudah pasti tujuan Niko adalah Nia.Bahkan sebelum bertanya pun Dion sudah mengatakan bahwa Nia tak ada."Nia, sudah pulang ke rumah orang tuanya. Dia, di pecat!" Kata Dion sambil memasuki mobilnya.Niko pun hanya mematung di depan pintu, hingga akhirnya menyusul Dion dengan mobilnya menuju kantor milik Dion.Dirinya harus menanyakan dengan jelas tentang Nia, bahkan penyebab wanita yang di sukainya itu dipecat.Sesampainya di kantor Niko pun memarkirkan mobilnya dengan asal, kemudian menyusul Dion yang baru saja turun dari mobil dan berjalan menuju ruangannya."Dion, aku mau bicara!" Niko pun masuk dengan cepat.
Sore harinya Dion pun kembali ke rumah, seperti biasanya akan langsung menuju kamar Dila untuk melihat keadaan anaknya tersebut hari ini.Tak dipungkiri bahwa setelah kehadiran Nia kini putrinya menjadi lebih baik.Tak ada lagi wajah murung dan juga pucat, kini Dila selalu tersenyum bahagia hingga semakin mempercepat proses penyembuhan dari leukemia yang dideritanya.Namun, kemana Dila. Kamar bernuansa pink tersebut terlihat kosong.Hingga Dion pun mencari sampai ke kamar mandi, tetapi tetap saja masih kosong.Hingga akhirnya Dion pun memutuskan menuju kamarnya, benar saja ternyata Dila sedang bermain bersama Zaki di kamarnya."Papi!" Seru Dila sambil menghampiri Dion dan memeluknya."Sudah makan?" Dion pun menggedong Dila, dan menciumi wajah putrinya tersebut."Udah!""Minum obat?""Udah!""Ada mandi?""Ada!""Tidur siang?""Iya!" Jawab Dila.Hingga akhirnya Dion pun menurunkan Dila yang akhirnya kembali menaiki ranjang dan bermain bersama dengan Zaki.Sedangkan Nia hanya berdiam dir
"Hari ini sangat lelah sekali, tapi aku sangat senang," bibir Bunga terus saja tersenyum bahagia, dengan langkah kaki yang berjalan memasuki rumah.Hingga matanya melihat Niko bersama dengan Dion di ruang Tamu.Ada apa dengan anaknya itu, terlihat jelas saat Dion seakan tak mengijinkan Niko untuk mendekati Nia.Rasanya tidak menjadi masalah menurut Bunga, sebab tahu Dion tak melirik Nia sama sekali. "Kamu mau menikahi Nia?" Tanya Bunga menimpali.Dion pun melihat Bunga yang kini ikut bergabung diantara mereka berdua."Iya Tante," jawab Niko dengan yakin."O," Bunga pun mengangguk, kemudian melihat wajah Dion, "Nia!" Panggil Bunga.Mendengar namanya di panggil Nia pun segera datang."Ya, Bu?" Bunga melihat Nia yang kini berdiri dihadapannya, kemudian melihat Niko."Kamu mau lebih dekat dengan Nia?""Iya, Tante," Niko pun menjawab dengan cepat."Kalau kalian mau jalan-jalan kemana misalnya, tidak masalah," Bunga tersenyum menatap Dion.Wajah putranya itu mendadak memanas sambil menata
"Seharusnya dia tidak pergi bersama laki-laki lain! Sudah tahu sudah bersuami!" Papar Dion tak mau mengalah berdebat dengan Bunga."Suami?" Tanya Bunga sambil tertawa terbahak-bahak, percayalah ini sangat lucu dan sangat menggelitik perut."Apa Mama sudah tidak waras?" Dion merasa ada yang tak beres pada Bunga, sehingga bisa tertawa seperti orang gila."Kamu sadar dia istri mu ternyata ya," ejek Bunga lagi dengan iringan tawa yang masih tersisa.Dion pun mendudukkan tubuhnya pada sofa, tak tahu mengapa bisa mengatakan kalimat tersebut.Bahkan kini seakan terjebak dengan apa yang barusan dikatakannya sendiri."Kalau kamu sadar dia istri mu kenapa tidak melarangnya, kenapa tidak mengatakan pada Niko agar berhenti mengganggu istri mu?" Cerca Bunga lagi."Tidak penting!" Tandas Dion."Bu, Nia lelah. Benar-benar lelah menjalani hidup ini, tolong lepaskan Nia dari pernikahan ini. Biarkan Nia hanya menjadi pengurus Dila saja, Nia mohon Bu," pinta Nia dengan suara bergetar menahan air mata ya
"Aku minta maaf."Bukan, bukan kalimat itu yang ditunggu oleh Nia dan juga Bunga.Lantas apakah Dion sadar dalam mengucapkan kata tersebut."Dion?""Nia, aku tidak ingin menceraikan mu."Kata itu keluar begitu saja dari mulut Dion, hingga membuat Bunga tidak percaya."Dion, coba ulangi sekali lagi. Mama sudah tua. Jadi, pendengaran Mama pun sepertinya sudah rusak."Lagi-lagi Bunga kebingungan dan meminta Dion untuk mengulangi kalimatnya, kata yang cukup mustahil untuk keluar dari mulut Dion.Begitu juga dengan Dion yang terasa berat untuk mengeluarkan kalimatnya lagi.Akan tetapi Bunga masih saja menunggunya, sebenarnya Bunga tidak yakin jika telinganya yang rusak.Namun Dion yang sudah mendadak rusak entah apa penyebabnya, kata--Maaf-- sangat tidak masuk akal terdengar karena anaknya itu sangat keras kepala dan memiliki gengsi begitu tinggi."Ma, sebaiknya keluar dari sini!" Dion pun bangkit dari duduknya, kemudian menarik Bunga untuk segera keluar dari kamarnya."Dion, kamu beraniny
Tanpa bicara sama sekali Dion pun memakai pakaian yang sudah disiapkan oleh Nia, menyeruput kopi yang juga diseduh oleh orang yang sama.Menikmati sarapan pagi di meja makan, namun Nia sibuk menyuapi Dila.Beberapa kali Dion mencuri-curi pandang, tetapi tak di sadari oleh Nia sama sekali.Sejak kejadian malam tadi Nia hanya diam tanpa bicara, jika biasanya Dion tidak memperdulikan tapi tidak dengan saat ini.Entah mengapa terus saja merasa bersalah, lagi-lagi karena kata kasar yang diucapnya tanpa sadar itu."Mami, Dila udah kenyang," Dila pun menolak saat Nia kembali menyuapinya.Nia pun mengangguk, kemudian mengambilkan segera susu. Setelah di teguk oleh Dila, kembali meletakkan gelas kosong pada meja.Kemudian Nia membatu Dila untuk memakaikan ranselnya."Dila, berangkat sama Mbak Asih saja. Biar Mami, ngurus Zaki, kasihan adk nya," kata Dion tiba-tiba, membuat semua yang duduk di kursi meja makan melihat kearahnya karena terkejut.Sebab, Dion yang dingin tampaknya bisa perduli itu