Share

Bab 8_MENDENGAR RACAUAN KING

Pemandangan yang begitu menenangkan tetapi tak bisa menjadi obat kesendirian. Kesadaran yang tersisa semakin menyiksa sehingga pria itu beranjak dari tempatnya. Langkah kaki berjalan meninggalkan balkon dan kembali memasuki kamar yang masih menyala terang. Lirikan mata tertuju pada ranjang king size dimana Naya sudah merebahkan diri memeluk mimpi.

Melihat itu, ia tak ingin mengganggu. Lagipula pada kenyataannya pernikahan mereka berdua hanya di atas kertas tanpa ada ikatan hati, apalagi ikatan batin. Setelah mengambil minuman dari lemari yang menjadi wadah kulkas mini. KIng kembali ke balkon untuk menikmati malam sambil meneguk minuman yang bisa menghilangkan segala pikiran serta beban hati.

Semribit angin malam tak mempengaruhi pria itu karena suhu tubuhnya semakin panas akibat minuman. Sebotol sampanye tandas tak tersisa berpindah ke dalam perut yang dihabiskan selama dua jam sebagai teman kesendirian. Entah sudah berapa lama ia menikmati tekanan karena menyimpan rasa yang kian membakar kedamaian, hingga samar-samar pandangan mata melihat langkah kaki sedang berjalan menghampirinya.

"Jangan mendekat!" King berusaha mencari sandaran tetapi tubuh lemah akibat minuman malah sempoyongan karena tidak kuat menopang bobot raganya sendiri.

Niat hati menolak seseorang yang berusaha membantunya. Akan tetapi justru berakhir jatuh ke dalam dekapan hangat yang menyambut raganya tanpa keluhan, "Kenapa aku yang harus menikahi gadis itu ...,"

Racauan King cukup menyentak kesadaran Naya. Dimana wanita itu berusaha menahan beban berat tubuh suaminya yang memang bisa dikatakan begitu tak sebanding dengan tubuhnya sendiri. Apa yang terjadi dan kenapa keluhan yang keluar dari bibir King terdengar begitu menyedihkan. Apakah sang mantan kekasih memiliki masalah pelik?

Seharusnya saat ini, hanya ia yang merasa diperlakukan tidak adil, tapi kenapa justru King meracau hal sama? Bukan lagi menjadi rasa penasaran sesaat karena baru beberapa jam setelah menikah dan sikap aneh King sukses semakin menarik perhatiannya. Meski begitu ia tak tahu harus melakukan apa dan memulai darimana.

Perlahan Naya merebahkan tubuh King ke atas ranjang seraya menahan kepala suaminya agar tidak jatuh terlebih dahulu. Meski terasa begitu berat hingga keseimbangan tak bisa dijaga, "astaghfirullah, maaf gak sengaja," Naya mengusap kening King setelah kepala keduanya saling bertabrakan akibat tak mampu menahan bobot raga suaminya.

Niat hati ingin bangun dari posisinya yang cukup intens tanpa jarak dari raga sang suami. Apalagi ia berada di atas tubuh King yang masih meracau tak jelas, tapi tiba-tiba ada tangan yang merengkuh pinggang dan tanpa di sengaja King menariknya hingga ia tak bisa berkutik. Aroma alkohol yang tercium cukup menusuk hidung bersambut deru yang mengusik sisa ketenangannya.

"King!" Naya memanggil King dengan lirih seraya berusaha melepaskan cengkraman tangan yang melingkar di pinggangnya.

Namun sayang, King semakin memeluknya erat seolah tengah menikmati pelukan guling nan empuk. Pria itu benar-benar terbuai akan kehangatan yang tanpa dia sadari telah mencuri ketenangan sang istri. Malam kian menjelaga berteman arak awan nan temaram. Semilir embusan angin yang menerpa menyusup menghantarkan kesunyian malam.

Suara detak jantung kian terdengar begitu jelas seiring waktu bersambut deru napas teratur dari wanita yang lelah berusaha melepaskan diri dari pelukan sang suami. Tangan kekar enggan tuk mengalah hingga perlahan mulai merenggang, lalu sepenuhnya melepaskan raga Naya di atas ranjang.

"Kamu memang istriku, tapi bukan milikku. Sampai kapanpun, pernikahan ini hanya sebatas status yang tidak bisa kulepaskan sampai dia kembali. Istirahatlah! Mulai besok hidupmu akan berubah, Naya."

King beranjak dari tempatnya dengan begitu hati-hati agar Naya tidak terbangun. Langkah kaki berjalan menjauh dari ranjang. Jujur hati merasa tak pantas untuk mempermainkan perasaan banyak orang, hanya saja ia tak bisa berdiam diri ketika melihat permohonan kecil dari orang yang sangat dirinya cintai.

Sakit hati akan kenyataan yang harus dijalani. Akan tetapi ia tak selemah itu hingga menyerah oleh keadaan, apalagi menurut para emosi hati. Ditutupnya pintu kamar tanpa menimbulkan suara, lalu melanjutkan perjalanan menuruni anak tangga karena ia ingin merenung sekali lagi.

Suasana kediaman Matthew begitu sunyi senyap seakan tak berpenghuni. Bagaimana tidak sepi seperti kuburan, jam dinding saja menunjukkan pukul tiga dini hari. Sudah pasti seluruh penghuni tengah terlelap menikmati alam mimpi masing-masing kecuali para penjaga yang bertugas menjaga keamanan.

Menghela napas panjang untuk kesekian kalinya dengan rasa malas yang menyapa. Entah kenapa ia tak bisa tenang, apalagi di dalam kepala seperti terjadi perang perbatasan yang tidak berkesudahan. Ramai melebihi suara pendemo yang berteriak-teriak meminta harga BBM diturunkan oleh pemerintah.

"Sampai kapan aku sibuk memikirkan hal sama?" tanyanya pada diri sendiri.

King benar-benar aneh. Pertanyaan yang dirinya ajukan akan memiliki jawaban sama bahkan meski esok ditanyakan lagi. Maka jawaban tak mungkin berubah. Hanya saja ketika hati masih mempermasalahkan tindakan, tentunya berakhir ketidakpastian. Ada keraguan yang tak bisa dia singkirkan dan itu mengubah persepsi dalam ketidaknyamanan.

Di tengah kegundahan hati bersatu dengan kemelut pikiran tiba-tiba terasa ada tangan yang menyentuh pundak kanannya. Aroma parfum yang cukup familiar membuatnya enggan menoleh melihat siapa yang datang, tetapi ia tak bisa melarang ketika seseorang itu ikut duduk di tangga menyisakan jarak sepuluh senti di antara mereka berdua.

"Apa kamu siap mengambil alih tempatnya?" Satu pertanyaan meluncur tanpa rasa sungkan menyatakan sisa harapan yang tidak pernah ia bayangkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status