Share

BAB 3

“Aduhh, ini gue harus lari ke mana lagi? Mana mereka masih ngejar,” batin Ratu risau.

Gadis itu baru saja melarikan diri dari UGD usai mendapati empat orang anak buah suruhan si Bandot mengejarnya. Beberapa saat lalu di kelab malam, Ratu dihadapkan pada seorang tamu yang meminta pelayanan plus-plus darinya, jelas gadis itu menolak karena sesuai kesepakatan kerja bahwa tugas Ratu di tempat itu adalah bartender. Dia tidak pernah menerima pekerjaan jenis itu sekalipun kelihatannya Ratu sangat lihai dalam hal tersebut.

Penolakan yang Ratu berikan berbuah kemarahan besar dari sang tamu. Pria tua itu mengerahkan anak buahnya untuk menyerang Ratu, agar dia bisa merisak paksa dan mendapatkan apa yang dia mau dari gadis itu. Tentu Ratu tidak tinggal diam, dia melakukan perlawanan. Pertama, ia menendang kaki kedua orang yang memegangi tangannya. Kedua, ia tonjok wajah si pria tua genit yang berusaha mencium bibirnya. Ketiga, gadis itu melayangkan sebuah tendangan ultimatum pada selangkangan si tua bangka yang langsung membuat orang tua itu tumbang kesakitan.

Aksi kejar-kejaran dan pertempuran pun berlanjut di luar ruang VIP, antara Ratu dan dua anak buah pria genit tadi. Salah seorang pria mengambil botol minuman keras dari meja orang lain lalu memecahkannya. Ia menghunuskan pecahan botol yang tajam itu ke arah Ratu dan srett ... lapisan luar kulit lengannya pun robek. Saat itu Ratu belum mau menyerah, ia terus melawan dan tak lama kemudian petugas keamanan kelab datang lantas mengamankan orang-orang yang sudah berbuat onar di sana. Ratu dibawa ke rumah sakit Citra Medika untuk mengobati lengannya.

Bebas dari incaran singa, kini binatang buas lain berganti mengintai Ratu. Malam ini gadis itu sial sekali karena ternyata anak buah rentenir yang biasa Ratu panggil Bandot itu datang ke rumah sakit untuk mencarinya. Usai mendapat pengobatan dari dokter UGD, gadis itu menyelinap keluar diam-diam—menghindari anak buah si Bandot yang mulai mencarinya di sana. Sayang, pelarian Ratu tidak begitu mulus. Ia ketahuan dan akhirnya aksi kejar-kejaran season 2 berlanjut di rumah sakit. Menyebalkan sekali memang.

"Berhenti gadis sialan!" teriak salah seorang yang mengejar Ratu.

"Enak saja berhenti, kalian pikir gue bodoh, hah?!" balas Ratu semakin mempercepat laju larinya.

Ia menoleh ke belakang lagi, melihat bahwa orang yang mengejarnya sedang terjegal sebuah ranjang pasien, Ratu tersenyum lantas memasuki sebuah ruangan di ujung koridor lantai 4. Gadis itu masuk tanpa permisi, mengintip dari celah kaca transparan.

"Siapa Anda?" ujar sebuah suara dari belakang Ratu.

"Astaga!" pekik Ratu kaget.

Orang itu berpakaian ala dokter, Ratu tidak ragu lagi bahwa pria itu memang salah seorang dokter di sana. Apa yang harus Ratu katakan untuk beralasan? Haruskah dia bilang kalau dia sedang bersembunyi dari kejaran lintah darat? Ah, tapi Ratu tidak suka dipandang lemah oleh orang lain. Terlebih memperlihatkan sisi sulitnya, dia paling anti.

"Aku ... aku ...."

Dug! Dug! Dug!

"Ratu keluar! Kami tahu kamu ada di dalam sana!" teriak anak buah si Bandot sambil menggedor pintu ruangan itu keras-keras.

Dokter tadi menatap datar Ratu yang mulai panik.

"Sepertinya mereka mencarimu," kata dokter itu memasang ekspresi kaku.

"Ti—tidak, bukan aku orang yang mereka cari."

Tangan pria itu mendekat dan mengarah pada dada Ratu, gadis itu refleks menangkap tangan sang dokter yang sepertinya akan menyentuh buah dadanya. Rezan menarik kembali tangannya dari cengkeraman Ratu lalu ia menunjuk name tag di sebelah kanan pakaian kerja gadis itu.

"Sepertinya saya tidak salah baca, di sana jelas tertulis nama Ratu," kata Rezan dingin sambil menunjuk name tag Ratu, "dan orang-orang di luar sana terus memanggil nama Anda. Keluarlah sebelum mereka menghancurkan pintu ruangan saya," lanjut Rezan sambil meninggalkan Ratu begitu saja.

 Rezan berjalan ke arah meja kerjanya, bersamaan dengan itu Ratu berlari cepat—menarik tangan Rezan lantas memojokkannya di dinding. Ratu menatap Rezan penuh asa, "Tolong, bantu aku sekali ini saja. Setelahnya kamu boleh melakukan apa pun yang kamu mau, mau bunuh aku juga silakan, please.”

"Saya bukan dinas sosial, membantu orang asing yang mencurigakan adalah sebuah kebodohan."

Dug! Dug! Dug!

"RATU KELUAR!" teriak orang-orang di luar, sepertinya mereka sedang berusaha mendobrak pintu.

"Aku bukan orang jahat jadi tolong lindungi aku kali ini saja."

Rezan tidak terpengaruh, ia berniat membukakan pintu namun sekali lagi, Ratu menggagalkannya. Ia tarik tangan Rezan kemudian melingkarkan tangan pria itu ke tubuhnya, Ratu melompat cepat dan melilit pinggang laki-laki itu dengan kakinya. Ratu mencium paksa sang dokter yang masih terkejut, berusaha terus mendobrak pertahanan Rezan yang tampak ingin menyudahi ciuman mereka. Punggung Ratu membentur tembok, kini ia terkunci di sana dengan tubuh Rezan masih mengimpitnya dalam dekapan panas.

Rezan pun tampaknya mulai malas melakukan perlawanan, ia biarkan saja Ratu melakukan apa yang ia mau tanpa berniat melayani. Ratu mengecup leher pria itu dan kembali mencium bibir Rezan, apalagi ketika pintu berhasil dibuka, gadis itu semakin memperdalam ciumannya dan menyembunyikan wajahnya di balik wajah Rezan. Orang-orang yang membuka paksa ruangan itu langsung salah tingkah disuguhi pemandangan yang tidak senonoh. Rezan berbalik, menatap dingin orang-orang itu.

"Ada apa?" tanyanya.

"Ah, tidak Dok, kami salah masuk. Sepertinya orang yang kami cari tidak ada di sini."

"Pergi dan tutup kembali pintunya," titah Rezan yang langsung membuat Ratu bernapas lega.

"Ah, baik, sekali lagi maafkan kami."

Orang-orang itu beranjak pergi, Ratu masih bertahan di posisinya dalam pangkuan Rezan. Mereka saling menatap lalu Rezan pun memaksa Ratu turun dari pangkuannya. Suasana kikuk membelenggu mereka atau tepatnya Ratu saja yang merasa demikian, sedangkan Rezan? Ekspresi pria itu masih terlihat biasa.

"Maaf untuk kejadian barusan, Dok, saya—"

"Pintu keluarnya sebelah sana!" kata Rezan secara tersirat mengusir Ratu dari ruangannya.

Berada di pihak yang paling tidak tahu malu, Ratu langsung mengangguk tanpa banyak bicara. Wajar sekali jika dokter itu bersikap kasar dan dingin padanya, tindakan Ratu kali ini memang sudah kelewatan.

"Dokter Rezan," panggil Ratu di ambang pintu, ia sempat membaca papan nama yang menggantung di depan pintu ruangan pria itu.

Rezan menoleh singkat dengan tatapan datar.

“Terima kasih,” kata Ratu tulus lalu ia pun segera berlari dari sana tanpa menunggu balasan Rezan karena sepertinya pria itu pun tidak akan mengatakan apa-apa pada Ratu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ahmad randika
hmmm.. jdi penasaran critanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status