Share

Putraku Bernama Lexus

"Ada, Tuan. Putraku bernama Lexus," lirih Sandra dengan wajah khawatir. "Tapi aku yakinkan Tuan kalau dia tidak akan mengganggu hubungan kita,"

Tirta terdiam sesaat lalu mendengus kesal. "Jadi kamu punya anak?"

Sandra mengangguk kuat lalu menurunkan pandangannya dari tatapan mata Tirta yang tajam ke arahnya. "Tapi aku janji dia tidak akan menghalangiku,"

Tirta terlihat begitu marah dengan jawaban yang dituturkan Sandra begitu yakin, dia memang tidak suka anak kecil hingga jawanan ini membuat pria tua ini merasa terganggu. Tapi saat melihat wajah Sandra yang sudah dua kali dia bombardir akhirnya Tirta tersenyum simpul. "Kalau begitu, Ok. Aku akan menerima dia sebagai putraku juga. Tapi aku mau dia tidak tinggal serumah dengan kita. Aku paling tidak suka dengan anak kecil. Selalu saja dia menggangguku saat 'uh-ah uh-ah'. Paham, kan?"

"Paham," jawab Sandra lega lalu melangkah cepat-cepat ke arah ponselnya yang berdering di atas meja samping tempat tidur.

"Siapa?" tanya Tirta dengan suaranya yang berat.

"Ibuku," tunjuk Sandra pada layar ponselnya yang bertuliskan nama ibunya. "Mungkin dia mau tanya uang transferan yang tadi," 

Oh!

Tirta meraih ponselnya. "Aku akan transfer sisanya sekarang biar ibumu makin restu sama kita,"

Sandra mengangguk lalu menjawab panggilan telepon itu.

"Ibu, ada apa?" tanya Sandra lirih.

"Ada uang masuk 20 juta. Ini uang apa?" tanya Surti dengan suara bergetar dibalik sambungan telepon.

"Aku bilang apa?" tanya Sandra sambil menutup ujung teleponnya agar Surti tidak mendengar percakapannya dengan Tirta.

"Bilang saja itu uang dari calon suamimu yang sudah tidak sabar meresmikan pernikahan kita,"

Sandra tersenyum simpul lalu menuturkan apa yang baru saja diucapkan calon suaminya.

"Hah! Calon suami? Kamu mau nikah lagi?" Suara riang itu begitu jelas di telinga Sandra dan dia yakin itu berarti Surti akan merestui keputusannya. 

"Iya, Bu. Aku akan nikah lagi,"

"Bagus, kalau gitu kamu malam ini jangan pulang sekalian. Bahagiakan dia. Kamu tau, kan, laki-laki kalau banyak uang harus banyak dibelai. Kalau nggak gitu, man amau dia gelontorkan uang ke rekening kita,"

Sandra tersenyum kecut mendengar apa yang baru saja dia dengar. 

Ternyata Surti lebih mata duitan darinya hingga mengijinkan pria tua ini menghabiskan waktu dengannya. Tapi memang itu yang dia butuhkan saat ini hingga tidak ayal Sandra malah tersenyum puas dengan jawaban dari ibunya. "Kalau gitu, aku pulang besok, ya, Bu. Nggak papa, kan?"

"Aman. Lexus sama aku aja. Setelah itu baru kita pergi ke rumah sakit untuk operasi putramu. Pokoknya pria itu jangan sampai lepas. Aku restui kamu. Eh!" Surti terdiam sesaat lalu tertawa. "Ada uang masuk lagi. Ini pasti dari calonmu, Sandra. Wah, seratus juga. Hebat. Kalau gitu besok biar Ibu saja yang antar Lexus ke rumah sakit. Kamu di sana aja,"

"Hah!" Mata Sandra memutar ke arah Tirta yang tersenyum nakal menatap tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki sambil menggoyang-goyangkan layar ponsel bertuliskan 100 juta.

Wow!

Entah Sandra harus senang atau sedih, tapi dia benar-benar merasa di posisi yang begitu lega setelah seminggu pasca dipecat selalu merasa begitu sial dalam hidup.

"Kalau gitu sudah dulu, ya, Bu. Sandra pergi dulu,"

"Ok, fine. Ingat, pria itu jangan sampai kau lepaskan. Ibu sudah bosan jadi orang susah,"

"Ibu," kesal Sandra mendengar kata-kata terakhir dari wanita yang melahirkan itu.

"Kenapa. Sayang?" tanya Tirta sambil mengecup kulit leher Sandra yang merespon cepat dengan berdesisi.

"Mmm!"

"Ayo lagi. Aku udah kasih 100 juta. Berarti itu untuk 1 yang ke puncak everest tadi dan  kamu masih hutang 4x aksi denganku,"

"What!" Kening Sandra berkerut. Dia tidak menyangka pria tua ini pandai sekali dalam matematik. Tapi sekali lagi, Sandra tidak punya pilihan selain membiarkan tubuhnya dihujam kuat-kuat oleh barang antik pria tua ini.

Hhhhgggg!

Sandra mulai lagi. Dia harus berkeringat untuk melayani Tirta. Berdiri, nungging, semua gaya dia lakukan demi membayar uang 100 juta yang sudah masuk ke dalam rekening ibunya. Ini berat, tapi dia harus melakukannya demi Lexus. Bocah kecil yang begitu dia cintai.

Kalau ingat usia calon suaminya, Sandra tidak yakin pria ini kuat melakukan aksi ini berkali-kali. Tapi Sandra salah, pria tua ini benar-benar menunaikan aktivitasnya sebanyak yang dia mau hingga akhirnya.

“Kamu luar biasa, Tirta,” puji Sandra sambil menenggelamkan tubuhnya di dalam selimut.

“Sok pasti. Begini-begini aku masih sanggup bikin kamu melayang tinggi,” kekeh Tirta yang entah punya ajian apa hingga bisa begitu perkasa di usianya yang sudah tidak muda lagi.

Brak!

Pintu kamar terbuka lebar dimana seorang wanita tua berbusana perlenti berdiri dengan bertolak pinggang di sana.

"Uh!" Sandra yang kaget cepat-cepat bangkit dari pembaringannya sambi menutupi gunung indahnya dengan selimut sutra. 

"Martina," Tirta terbelalak melihat istri tuanya datang di rkuan peristirahantannya padahal Tina, panggilan Martina, seharusnya ada di kapal pesiar menuju kutub utara.

"Jadi kamu masih berani cari istri muda?" kekeh wanita tua itu lalu mendekat ke arah Sandra yang tidak menyangka akan kedatangannya.

"Siapa dia?" tanya Sandra sambil menatap ke arah Tirta yang merapikan kimono sutra yang diraih dari pinggiran tempat tidur.

"Itu istri tuaku," bisik Tirta membuat Sandra semakin panik.

"Astaga!"

"Hey, katakan padaku siapa nama wanita murahan ini?" tanya Tina lalu berdiri di samping Sandra yang belum siap mendengar makian dari wanita yang sudah 30 tahun dinikahi Tirta.

"A--ku,"

"Dibayar berapa kamu untuk layani pedang pusaka suamiku, Hah!"

Sandra terdiam mendengar perkataan Tina. Dia tidak melayan karena tau kalau misal Tirta adalah suami sahnya dan dia menemukannya bersama wanita muda, pasti dia juga akan melakukan hal yang sama.

"Kenapa diam? Nggak berani kamu melawan wanita tua seperti aku?"

"Tina, jangan!" pinta Tirta lalu menarik tangan istrinya menjauh dari Sandra. "Dia itu wanita malang, anaknya sedang sakit. Aku cuma amal sama dia. Jangan marah," 

"Amal? Amal kok meniduri perempuan! Kamu pikir aku sudah nggak waras apa gimana?"

"Eh, jangan marah-marah. Nanti ring di jantungmu copot, repot kita nanti,"

"Alasan aja kamu, ini." Tina nampak kesal dengan pembelaan Tirta. "Kalau kamu nggak mau jantungku bermasalah lagi, harusnya kamu jangan cari wanita muda. Tobat, kamu Tirta!"

"Aku sebenarnya mau tobat. Tapi tombakku minta jalan-jalan," bisik Tirta lalu melirik ke arah bagian bawah perutnya. "Lagipula kamu sudah menopause. Jadi mana kuat main 5 ronde sama aku. Sadar, lah, Tina!"

“Cuih! Sudah berani kamu, ya?”

Ludah Tina melayang cepat ke samping tempat tidur. Memang tidak mengenali tubuh Sandra, tapi tetap saja Sandra merasa begitu terhina karena nya.

"Kamu lihat saja, ya, wanita jalang. Kamu lihat pembalasanku. Aku nggak akan rela uang suamiku pindah ke rekeningmu dengan cepat. Aku akan minta setiap sen uang yang ditransfer Tirta ke kamu kalau sampai aku tau kamu datang ke hidup Tirta cuma untuk uangnya. Dasar wanita penghisap uang suami orang! Dasar pelakor!” maki Tina begitu marah.

"Pelayan!" teriak Tirta yang mulai jenuh dengan tindakan istri tuanya pada Sandra.

"Kamu mau apa panggil pelayan?" tanya Tina sambil merapikan rambut keriting gantungnya.

"Jangan ganggu dia! Dia cuma gula-gula saja,” rayu Tirta seperti yang biasa dia lakukan saat Tina marah besar. “Dia cuma sesaat. Setelah ini aku akan antar dia pulang,”

"Oh, cuma gula-gula! Ok, Tirta! Kalau kamu anggap dia cuma pemanis mu malam ini, ok! Nggak usah panggil pelayan untuk usir aku. Aku bisa pulang sendiri. Tapi ingat, kalau gula-gula berarti kamu cuma pake dia malam ini aja. Tapi lihat kamu, kalau sampai aku tau kamu temui gundik ini lagi. Aku habisi kalian berdua! Nggak rela aku kamu kayak gini. Aku bakar kalian hidup-hidup kalau ketahuan lagi main api dibelakangku,” ancam Tina membuat Sandar jadi takut mendengarnya.

“Apa? Dia mau bakar aku hidup-hidup? Terus gimana rencana nikahku?” gumam Sandra mulai ragu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status