Share

Hanya Ancaman Tina?

"Jadi kamu mau pergi sendiri atau aku panggil pelayan?" tanya Tirta nampak mulai kesal dengan istri tuanya.

"Berani kamu, Tirta!" teriak Tina yang sudah kepalang marah pada pria tua doyan daun muda ini.

"Berani, lah. Ini rumahku! Kenapa harus takut? Lupa kamu kalau aku punya perjanjian bisnis sama bapakmu?" tanya Tirta dengan dada yang sengaja di majukan seperti sedang menantang Tina.

Mendengar perkataan suaminya, Tina yang tadinya galak tiba-tiba  menunduk. "Sial!" pekiknya lalu menatap Sandra dengan tajam. "Kamu menang soal itu, Tirta. Tapi..."

"Apa?" tanya Tirta dengan senyum kemenangan. "Kamu berani?"

"Tidak! Tentu saja tidak. Kamu tau kenapanya, kan?" Tina cepat-cepat memutar badannya lalu melangkah meninggalkan Tirta yang kini berdiri melihat tangan di depan dadanya.

"Eh! Ada apa ini?" tanya Sandra dalam hati tapi dia tidak sempat berucap karena Tirta sudah melangkah kembali ke tempat tidur. "Sepertinya dua orang ini sedang membicarakan hal yang penting hingga Tina kehilangan keberaniannya padahal tadi dia begitu ketus pada Sandra.

"Jangan takut, Sayang. Kata-katanya itu cuma pepesan kosong. Kamu tenang aja," tutur Tirta menenangkan Sandra yang seketika tertawa sinis mengetahui hubungan Tirta dengan istrinya. 

Malam berlanjut dan Sandra tidur di samping Tirta. Dia tidak banyak bergerak, hanya diam seperti guling bersprei kumal di samping tuannya.

Matanya sesekali melihat ke arah jam dinding besar di atas pintu berharap dia segera bergerak sedetik kemudian. Alih-alih bergerak, Sandra malah membiarkan dirinya dipeluk pria tua bangka dengan tangan penuh bulu yang sesekali membuatnya jijik.

"Dulu saja sama suami aku nggak pernah kayak gini," gumam Sandra mencoba untuk tidur.

Setelah berusaha berkali-kali, akhirnya wanita satu anak ini mulai terlelap. Dia kemudian terbangun saat jam di lantai satu berdenting begitu keras 8x. 

"Sudah pagi," bisik Sandra setelah yakin hari sudah berganti dan langit kembali terang. "Aku harus ke rumah untuk antar Lexus ke rumah sakit," desisnya tapi masih tidak bisa bergerak karena terhalang tangan Tirta yang begitu kokoh. "Aku harus bagaimana ini?" gumam Sandra merasa begitu putus asa.

Baru pada desahan nafas yang entah keberapa, tiba-tiba Tirta menarik tangannya. Cepat-cepat Sandra beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang semalaman kemarin harus menerima hujaman kuat Tirta sang calon suami.

Belum sampai di shower mewah kamar Tirta, Sandra buru-buru mengunci pintu. Dia tentu tidak mau Tirta tiba-tiba masuk dan mengajaknya lagi naik gunung. 

Kakinya terlalu lelah setelah kemarin dan yang dia mau hari ini hany amengurusi putranya.

Air hangat segera mengalir membasahi tubuhnya, sabun wangi penuh busa juga membantunya menghilangkan peluh kemarin dan saat semua selesai tubuh mungil ini segera keluar dari kamar tapi...

"EH, mana Tirta?" tanya Sandra menyadari pria tua itu sudah tidak di tempatnya.

Tangan Sandra meraih pakaiannya lalu mengenakan pakaian dalam yang tadi tidak sempat dia pungut.

"Hmm!" Tirta mendehem  lalu menatap curiga pada wanita muda ini. "Mau kemana?"

"Astaga, Sayang," kekeh Sandra menutupi ketegangannya. "Aku sudah bilang, kan, kalau aku harus pulang untuk urus putraku,"

"Oh, jadi kamu mau pulang?" tanya Tirta dengan tatapan yang tidak ramah.

"Iya, hanya untuk urus putraku. Aku janji setelah itu aku akan kembali untukmu,"

Tirta nampak kecewa, entah kenapa dia begitu tidak suka anak kecil dan merasa makhluk tidak berdosa itu akan menghalangi niatnya memiliki Sandra yang cantik dan pandai menemaninya sampai ke puncak gunung.

"Kenapa?" tanya Sandra yang selesai mengenakan busananya.

"Aku tidak mungkin biarkan kamu pergi semudah itu,"

Deg!

Entah kenapa kata-kata Tirta di part ini seolah berubah 180 derajat dengan yang dia temui kemarin.  Pagi ini dia terlihat begitu curiga pada Sandra dan tatapan itu membuat wanita cantik itu tidak nyaman.

"Kamu takut aku kabur?" kekeh Sandra yang malah dijawab Tirta dengan anggukan kuat.

"Kamu sudah dapat uangku, jadi kamu tidak boleh pergi semudah itu, Sandra,"

Mata Sandra berputar cepat menyapu kamar dan terhenti di jendela bertirai tipis di sampingnya. "Supir," Senyum Sandra melebar begitu melihat mobil berderet milik Tirta di lantai bawah. 

"Apa?" tanya Tirta begitu ketus.

"Aku akan pergi dengan supir. Aku rasa dia bisa jadi saksi kalau aku tidak akan macam-macam,"

Tirta mengangguk cepat lalu berjalan menuju telepon antik di samping tempat tidurnya. "Siapkan supir untuk istri mudaku,"

Sandra tersenyum senang mendengar pengakuan dari Tirta, dia tau pria ini butuh kepastian setelah semua uang CEO tua itu masuk ke rekening istri mudanya.

"Aku boleh pergi?" tanya Sandra bersiap untuk lari karena dia yakin Tirta bisa saja berubah pikiran sedetik kemudian.

Tirta tidak menjawab, dia terus menatap ke arah Sandra yang sudah siap pergi tapi dia belum siap untuk melepaskannya.

"Kenapa diam?" tanya Sandra yakin kalau pria tua ini akan mengucapkan satu kata yang bisa saja membuat rencananya buyar.

"Baiklah, kamu boleh pergi,"

Sandra mengangguk pelan kemudian mendekati Tirta yang terlihat masih galau, dia lalu mengecup pipi suaminya tanda perpisahan kemudian memutar badannya ke arah anak tangga yang akan membawanya menuju mobil.

Kakinya berjalan cepat karena takut Surti keburu membawa Lexus pergi ke rumah sakit seperti apa yang dikatakannya kemarin.

Tiba di halaman, supir sudah membuka pintu dan Sandra langsung duduk bersandar jok hitam berbahan kulit yang begitu nyaman untuknya.

"Gila, kemarin aku orang miskin yang butuh uang, hari ini aku orang kaya meski aku harus melayani pria tua bangka itu," bisik Sandra menikmati apa yang dia miliki saat ini.

Mobil melaju cepat mengikuti arahan dari Sandra. Setelah melaju dua puluh menit supir akhirnya menginjak pedal rem dengan lembut dan mata Sandra segera menatap dinding rumah reot di pinggiran kota tempat ibu dan putranya tinggal.

"Bu," panggil Sandra yang melihat rumah dalam keadaan sepi. "Apa mereka sudah pergi?" tanyanya dalam hati sambil memutar gagang pintu.

Krek!

Pintu terbuka dan Surti nampak sedang melipat beberapa baju ke dalam koper.

"Bu, mana Lexus?" tanya Sandra setelah meamstikan putranya tidak ada di kamarnya.

"Oh, dia sudah aku bawa ke rumah sakit tadi pagi. Dia akan menjalani operasi usus buntu nanti sore, ini aku pulang untuk ambil baju saja." jelas Surti sambil tersenyum. "Untung uangmu banyak, jadinya mereka begitu ramah sama kita,"

"Dia di sana sendiri?"

"Aman, dia sedang dikelilingi perawat terbaik, aku sudah janji akan kembali cepat,"

"Kalau gitu ayo aku antar," ajak Sandra lalu menurunkan koper yang baru saja dikunci oleh ibunya.

"Antar?" Mata Surti cepat melirik ke luar dan melihat mobil hitam yang menurut tebakannya adalah mobil yang akan membawanya bersama putrinya. "Naik itu?"

"Iya, tapi kita harus cepat, Bu!"

"Kenapa?" Surti mengerutkan keningnya.

Sandra sebenarnya buru-buru karena takut Tirta menduga yang aneh-aneh padanya, tapi dia harus ceri bahasa yang tepat untuk menuturkannya pada Surti. "Ibu kan bilang kalau Lexus sendirian?"

"Oh," Surti mengangguk tanda setuju. "Kalau gitu ayo,"

Mereka kemudian melangkah keluar rumah dan mengunci pintu sebelum melangkah menuju mobil dan supir segera membukakan pintu untuk calon majikannya.

“Kita kemana, Nyonya?” tanya supir itu membuat senyum Surti mengemabng.

“Nyonya?” tanya Surti menunggu tanggapan putrainya.

“Kita kerumah sakit, ya,” 

“Baik,” jawab supir lalu duduk di kursi kemudi.

Mobil belum juga berjalan tiba-tiba…

"Hey, wanita murahan. Jadi disini rumahmu!" Terdengar Tina meneriakkan Sandra dari dalam mobilnya yang berada di samping mobil yang ditumpangi Sandra.

"Sial!" ketus Sandra berharap Surti tidak mendengar perkataan istri tua suaminya.

"Eh, kenapa dia bilang kamu wanita murahan?" tanya Surti melirik ke arah Sandra.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status