Ayuda pulang ke rumah Ramahadi. Ia sengaja mengambil barang-barangnya yang penting bahkan meminta bantuan ke bik Nini untuk menatanya. Ayuda berkata ada urusan pekerjaan di luar kota sehingga butuh membawa banyak barang, dia jelas tak ingin jika pembantu senior di rumah mertuanya itu curiga dengan rencananya.âBagaimana kondisi tuan muda Raga, Nona?ââMasih belum sadar, dia masih di ICU. Ada mama yang menemani di sana,â jawab Ayuda. Ia melempar senyum sambil melipat baju ke dalam koper.Bik Nini agaknya mencium gelagat aneh, tapi dia memang tak sampai berpikir bahwa Ayuda akan pergi meninggalkan anak majikannya.âOh âĶ ya Bik Nini aku punya sesuatu.âAyuda mengambil amplop cokelat di dalam tas lalu menyerahkannya ke pembantu itu. Dia sudah menyiapkan sejumlah uang untuk diberikan ke bik Nini.âNon, apa ini?ââHadiah dariku karena selama ini bik Nini sangat baik ke aku,â jawab Ayuda. Ia sebenarnya ingin memberikan sesuatu untuk bik Nini, tapi bingung memilih barang apa yang diinginkan s
Pagi itu, Jiwa terganggu dengan sinar matahari yang menembus korden kamarnya. Ia mengerjap dan menutup mata dengan punggung tangan. Pria itu mengernyitkan kening lalu mengedarkan pandangan. Sepi, tak ada sosok Ayuda di sana bahkan Wangi pun tidak datang.Pria itu menegakkan punggung, parasnya yang baru saja terjaga nampak lesu. Meski begitu, dia memulas senyum melihat foto USG calon anaknya yang ditinggalkan Ayuda di sebelah bantal.âKemana mommymu?âtanya Jiwa bak sedang bicara dengan anaknya. Ia memutuskan bangkit dari kasur untuk membersihkan diri.Jiwa merasa tak sabar untuk bisa pulang bersama Ayuda dan melewati hari-hari bahagia bersama.Namun, dia dibuat heran. Bahkan setelah dua jam Ayuda masih belum datang. Ia mulai gusar apalagi ponsel istri keduanya itu tak bisa dihubungi.âAyuda, ke mana dia?â Jiwa mulai cemas dan berpikir hal buruk mungkin sedang terjadi.Lama pria itu duduk di sofa, dia berharap pintu terbuka dan Ayuda datang dengan senyuman lebar. Istrinya itu pasti hany
Ramahadi tak bisa melakukan apa-apa selain membiarkan saja putranya. Ia melihat surat cerai yang tergeletak di lantai.Saat dia datang tadi, Wangi sudah tidak ada di sana dan meninggalkan pintu kamar perawatan Jiwa terbuka. Ramahadi menatap kertas itu sambil membuang napas kasar. Ia meremas lalu melemparnya begitu saja.âCoba kamu lacak di mana keberadaan Jiwa sekarang, anak itu sejak dulu sama. Kalau sudah bucin pasti akan bertindak seperti orang gila,âucap Ramahadi ke bawahannya.Pria itu keluar dan berbelok menuju kamar Raga. Ia juga harus mengecek kondisi kesehatan sang putra bungsu yang baru saja melakukan operasi._Ayuda berdiri di teras sebuah rumah dengan pemandangan hamparan pohon teh di sekelilingnya. Wanita itu melipat tangan di depan dada sambil mengingat setiap ucapan Ramahadi.âPapamu juga tidak menginginkan anakmu, aku tidak tahu kenapa Affandi sangat dendam kepadaku dan bahkan tidak sudi memiliki cucu yang mengalir darah keturunan keluargaku. Jika kamu pergi ke Amerik
âMas Jiwa mau sampai kapan seperti ini? tak acuh dan bahkan tidak mau tidur satu kamar denganku.âWangi mendatangi Jiwa yang ada di kamar Ayuda. Apa yang dia inginkan tak berjalan sesuai rencana. Setelah madunya itu pergi bukannya melupakan, Jiwa malah larut dalam nestapanya sendiri.âTidur denganmu? kamu selalu pulang malam, bahkan kita sudah jarang lagi bercerita dan mencurahkan isi hati satu sama lain, jadi untuk apa aku berada di kamar itu. Lebih baik aku di sini menunggu Ayuda kembali.âJawaban Jiwa seperti menampar Wangi. Wanita itu tak bisa berkata-kata dan seharusnya sadar kesempatannya kembali harmonis dengan Jiwa sudah tidak ada.Wangi cemburu, dia marah karena sikap Jiwa yang terlalu jauh berbeda. Meski dia sadar sudah tidak ada tempat untuknya, tapi dia tetap memaksa.âAku hanya ingin istirahat, jadi tolong beri aku sedikit ruang untuk sendiri,â kata Jiwa dengan nada suara tinggi.âWanita itu sangat licik, dia tahu dengan memilih pergi Mas akan menjadi seperti ini. Mas sep
Ayuda mulai menyesuaikan keadaan dengan membuat dirinya nyaman. Apa yang tidak dia suka dari villa itu dia ubah dan singkirkan. Ayuda menata perlahan ruangan, dan pagi itu dia memulainya dari kamar.âTidak perlu box bayi karena dia akan tidur di ranjang bersamaku nanti, tapi cat kamar ini terlihat tidak segar, apa aku ganti warna pink saja?â Agaknya Ayuda bisa melupakan sedikit kesedihan dengan hal-hal random di sana. Cukup setiap malam dia meratapi kerinduannya ke Jiwa, dia sadar bahwa perasaan sedih yang dia rasakan bisa dirasakan juga oleh bayinya.âPink?â Ayuda bergelut dengan pikirannya sendiri. âSejak kapan aku menyukai warna itu?âWanita dengan gaun selutut dan rambut diikat kuda itu menggeleng, menurut Ayuda warna merah muda terlalu girly, dia lebih suka warna merah yang berani. Namun, mengecat dinding kamar dengan warna merah agaknya kurang lazim, terlalu mencolok.âAku harus meminta tolong seseorang untuk menggeser meja rias ini,âucap Ayuda.Ia terus berbicara dengan dirin
âOm, apa Om tahu ke mana kak Ayuda?âSienna memakan dengan lahap pudding yang seharusnya menjadi jatah Snack Raga. Setelah habis gadis itu bahkan menumpahkan sisa airnya ke dalam mulut seperti bocah yang tak pernah makan makanan kenyal nan lembut itu.âKamu memanggil Ayuda kakak, tapi memanggilku Om, aku tidak sudi punya keponakan sepertimu!â Raga menjawab dengan ketus.Sebenarnya dia juga penasaran ke mana Ayuda. Ponsel wanita itu tidak aktif, bahkan tak menjenguk setelah dia menjalani operasi.âOm, apa Om mau mendengar lelucon?â Sienna mendekatkan kursi ke Raga. Gadis itu bahkan menaikturunkan alis matanya.âApa?ââAku mengunci gadis-gadis jahat yang menjebakku di club malam itu di dalam gudang kampus. Mereka aku tinggal di sana semalaman dan mereka mati kehausan.âRaga merinding, matanya melotot mendengar cerita Sienna yang menyeramkan. âApa kamu itu psikopat? Lelucon apa? itu tidak lucu Sienna,â amuk Raga.Sienna malah tertawa, dia senang bisa membuat Raga takut. Apa yang dia ucap
Meski sedikit terpaksa Dira akhirnya mau menemui Hanung siang itu. Mereka kini duduk berhadapan di sebuah restoran bergaya Italia. Dira hanya diam menunggu pria di depannya ini bicara. Padahal sudah sangat jelas dia berkata tidak mungkin bisa melanjutkan hubungan tanpa mendapat restu dari ibunda Hanung.âAku akan bicara pada Mama, beliau tidak akan mungkin menolak jika aku bersungguh-sungguh meminta. Ra, yang kamu butuhkan hanya sabar dan yang aku butuhkan adalah dukungan.âDira membalas kalimat Hanung dengan tawa penuh ironi. Ia bukan gadis bodoh yang berharap wanita yang membencinya bisa dengan mudah melunak lalu merestui.âAku serius ingin menikahimu,â ucap Hanung. Ia ingin meraih tangan Dira tapi gadis itu menjauhkannya. Meski begitu Hanung tetap berusaha dan pada akhirnya bisa memegang tangan Dira.âMas, apa perlu aku tegaskan lagi? aku tidak ingin melanjutkan hubungan yang tidak direstui. Aku bukan gadis bodoh Mas, berharap suatu saat hati Mama mas Hanung terbuka dan mau menerim
Dira kaget, ini karena dia bahkan tidak mengenal siapa orang yang mencekal tangan ibunda Hanung.âSiapa yang Anda pikir sedang Anda tampar?âHari, pria itu menunjukkan wajah garang. Padahal sejatinya dia memiliki wajah yang kalem. Tipikal wajah bapak-bapak yang penuh kasih sayang.âLepaskan tangannya!â Dira bingung harus menyebut apa ibunda Hanung. Toh wanita itu juga sangat membencinya.Hari melepaskan tangan wanita itu dengan kasar, sebelum memandang Dira dan menunduk memberi hormat.âNona, saya diminta tuan untuk menjemput Nona,âkata Hari dengan sangat sopan.Ibunda Hanung sampai tak bisa berkata-kata, dia bingung kenapa gadis yang dia anggap tak selevel dengan putranya ini dipanggil dengan sebutan âNonaâ.âJaga sikap Anda! Jika tuan Affandi tahu Anda menampar putrinya yang berharga, maka bukan hanya Anda, tapi perusahaan suami Anda juga akan terkena akibatnya.âHari memersilahkan Dira untuk ikut dengannya, dan karena tidak ada yang bisa dia lakukan dan sampaikan di sana, gadis itu
Pelukan, kasih sayang dan senyuman tulus kini bisa Jiwa rasakan setiap hari. Hidupnya sudah lengkap dengan kehadiran istri yang sangat dia cintai, juga putri cantik yang semakin hari semakin pintar. Jiwa berdiri sambil memegang cangkir kopi di tangan, dia memandang ke arah Nala yang sudah mulai belajar berjalan bersama bik Nini. Sementara itu, Ayuda bertelanjang kaki menemani dengan perut yang nampak membuncit. Nala, dia pasti terlihat seperti saudara kembar dengan adiknya nanti. âNala pintarnya!â puji Ayuda, putrinya itu tertawa dan memeluk kakinya. Dia sedikit kesusahan untuk mengusap punggung sang putri karena terganjal perutnya yang sudah besar. Dengan bantuan bik Nini, Ayuda akhirnya bisa menggendong Nala. Namun, tak diduga Jiwa langsung berlari dan meminta Ayuda untuk tidak melakukan itu. âSayang, kasihan adik Nala nanti,âucap Jiwa. Bik Nini yang melihat tuannya sangat posesif pun tersenyum. Ia bahkan dibuat malu sendiri dengan tingkah Jiwa yang over protective. âDari pada
Aura pengantin baru terpancar jelas dari wajah Dira. Kembaran Ayuda itu nampak sedang duduk bersama mertua dan saudara-saudara Aldi di teras sambil bercanda. Ibunda Aldi menceritakan bagaimana masa kecil pria itu, sampai aibnya yang masih suka minum susu menggunakan dot meski sudah kelas 5 SD.âBesok kalau kamu hamil banyak-banyak sugesti calon bayimu, jangan sampai kayak bapaknya.âDira tertawa, dia tak sadar Aldi sedang memandanginya. Pria yang sudah resmi mempersuntingnya itu sibuk membantu merapikan kursi yang dipinjam dari RT untuk acara pengajian.âLha âĶ gimana nggak kayak bapaknya, Bu? Kalau aku hamil âkan memang anak mas Aldi, kalau nggak mirip nanti bisa-bisa malah menimbulkan fitnah,âkata Dira.âMaksudnya sifatnya yang jelek-jelek itu lho, Ra!ââMas Aldi nggak punya sifat jelek, Bu. Mas Aldi itu sempurna buatku.âAldi yang mendengar pujian sang istri seketika malu. Pipinya bahkan merona merah sedangkan Dira terlihat sangat santai meski orang-orang bersorak menggoda.âYa begi
Pernikahan adalah impian setiap wanita, apalagi menikah dengan pria yang sangat dicintai. Begitu juga dengan Sienna, dia tidak pernah menyangka hatinya akan tertambat pada pria casanova seperti Raga. Meski tahu bagaimana sepak terjang pria itu, tapi Sienna yakin, suaminya itu kini sudah berubah. Ibarat panci bertemu tutupnya, mereka saling melengkapi. Membangun pernikahan yang sebenarnya mereka sendiri masih belum begitu yakin.Namun, Raga dan Sienna yakin mimpi-mimpi dan rencana akan mereka temukan seiring berjalannya waktu. Seperti saat ini. Mereka harus menunda bulan madu karena Sienna harus menghadapi ujian semester."Boleh aku bicara serius?" tanya Raga saat mereka berada di dalam salah satu kamar villa milik Ramahadi.Raga teringat akan Ayuda yang mual-mual tadi, setelah ditanya kakak iparnya itu menjawab dia memang belum datang bulan sejak melahirkan Nala. Kata Linda, kemungkinan besar Ayuda pasti hamil lagi."Bicara serius? Apa?"Sienna yang memakai paha Raga sebagai bantalan
Tiga bulan kemudianHari yang membahagiakan untuk semua orang akhirnya tiba. Ramahadi mengajak seluruh keluarganya pergi ke villanya yang dulu digunakan Ayuda untuk bersembunyi.Raga baru seminggu menikah dengan Sienna. Bulan madu mereka pun tertunda karena Sienna harus menghadapi ujian semester minggu ini. Raga tidak mau kalau sampai kuliah istrinya itu terganggu hanya karena bulan madu - yang sejatinya sudah sering mereka lakukan sebelum menikah.Affandi juga hadir, dia menerima undangan dari Ramahadi dengan penuh suka cita. Awalnya Affandi ingin mengajak Dira ke sana, tapi putrinya itu lebih dulu menerima ajakan dari sang mertua untuk berkumpul di rumah keluarga besar Aldi.Ayuda nampak memangku Nala, dia menyusui putrinya sambil menatap keluar jendela di mana papanya tengah sibuk mengobrol dengan sang mertua. Ayuda menepuk pantat Nala lembut, dia menoleh kaget kala Jiwa keluar dengan membawa buku - yang dulu selalu menjadi teman saat dirinya merasa kesepian tinggal sendiri di sana
Di saat putra putri mereka sedang berdua dan kembali meleburkan asa, Affandi dan Ramahadi duduk bersama. Ramahadi tak menyangka pria yang seumur hidup terus menganggapnya musuh kini mengajaknya bicara. Affandi bahkan mengeluarkan satu kata yang dia rasa mustahil untuk didengar. âMaaf!â Ramahadi tentu tak bisa percaya begitu saja, setelah hampir berpuluh-puluh tahun menganggapnya musuh, kini Affandi mengucap kata maaf dan terdengar begitu sangat tulus. âAku tahu perbuatanku salah, dan selama ini aku terlalu malu untuk mengakuinya. Mungkin, pertemuan Ayuda dan Jiwa adalah takdir yang memang sudah ditetapkan, hingga akhirnya aku bisa sadar,âungkap Affandi panjang lebar. Hening, Ramahadi tak langsung membalas permintaan maaf Affandi. Ia mencoba mencerna dulu, menimbang apakah pria itu tulus atau hanya sekadar meminta maaf agar dirinya tak lagi menaruh prasangka. âAku sudah lelah bekerja, aku ingin menyerahkan perusahaan ke anak-anakku, dan aku ingin hidup tenang bermain bersama cucu,â
Terkesan nakal, tapi begitulah naluri manusia dewasa. Mereka memiliki birahi yang butuh disalurkan. Ayuda tahu perbuatannya membuat Jiwa semakin ingin menerkamnya. Namun, bukankah itu yang mereka inginkan? Ayuda memindai manik mata Jiwa, di sana terlihat penuh cinta, berbeda dengan tatapan mata pria itu saat pertama kali menyentuhnya. Tak ada perasaan hangat seperti ini, Jiwa bahkan mencekoki dirinya obat perangsang agar nafsunya tersalurkan tanpa perlu ikatan seperti saat ini. Jiwa membelai pipi Ayuda, mencium setiap bagian wajahnya seolah setiap incinya tak ingin terlewatkan untuk dia cicipi. Pria itu menghentikan sapuan bibir di hidung bangir sang istri, sorot matanya seolah meminta izin. âBisakah aku bisa melakukannya jauh lebih dari ini.â Ayuda tersenyum tipis, tangannya menarik tengkuk Jiwa hingga bibir mereka kembali bertaut. Mereka sama-sama memejamkan mata, menyelami setiap perasaan cinta yang membara. Perlahan tangan Ayuda melonggar dan beralih membuka kancing kemeja Jiw
Dira masih berada di pelukan Ayuda, meski tak mau membalas pelukan saudaranya, tapi Dira menyandarkan kepala ke pundak ibunda Nala itu. Ia masih tergugu, tak menyangka satu orang datang lagi ke rumahnya dan masuk dengan wajah kebingungan. Aldi menjadi pusat perhatian semua orang, sampai Ayuda melonggarkan pelukan dan Dira memanggil dengan manja nama pria itu.âMas Al!ââRa, kenapa kamu menangis?â tanya Aldi bingung, dia hanya diberitahu Affandi akan datang, tapi jika tahu akan membuat calon istrinya menangis, tentu saja Aldi akan melarang. Alih-alih berada di sana tepat waktu, Aldi terjebak lampu merah beberapa kali.âPak, ini bukan seperti yang Anda janjikan, bukankah âĶ.âAldi menjeda kata, Dira yang masih sesenggukan mendekat dan memberitahu Aldi kalau Affandi baru saja berkata akan menikahkannya.âBenarkah?â Aldi nampak bahagia. Ia raih tangan Affandi dan menggoyang-goyangkannya beberapa kali.Meski awalnya kesal, tapi Dira tertawa melihat kelakuan Aldi. Ayuda lega karena yakin Dir
Setelah Jiwa berangkat ke kantor, Ayuda tak langsung pergi ke rumah Dira. Ia malah berdiri di depan lemari baju, bingung memilih pakaian mana yang cocok dia kenakan untuk malam spesial yang Jiwa katakan tadi. Ayuda menekuk bibir ke dalam lalu memajukannya lagi, bunyi decapan lidahnya membuat bik Nini yang baru saja masuk untuk menata baju Nala keheranan.âNon, cari apa?âAyuda menggeleng, wanita itu sedang berpikir mana mungkin memakai gaun yang sama di depan Jiwa. Apalagi dia sama sekali tidak memiliki satu pun baju tempur selain piyama satin yang sering dia pakai karena praktis saat menyusui Nala.âSeharusnya aku pergi shopping kemarin,âucap Ayuda.Bik Nini tentu saja semakin heran, dia sejajari Nonanya itu dan kembali bertanya,âNon cari apa?ââLinger âĶ â Ayuda keceplosan, matanya melotot menoleh bik Nini dan melempar senyuman canggung.Pembantunya itu pun menarik sudut bibir, tersenyum aneh sambil menaikturunkan alis mata. Bik Nini berhasil membuat Ayuda merasa malu, dia pasti tahu
Sejak pagi, Jiwa terus saja menampakkan wajah riang. Ia memandangi sang istri yang sibuk melakukan tugas merawat putrinya seperti biasa. Jiwa membuat Ayuda salah tingkah setelah semalam wanita itu menjawab pertanyaannya dengan kata âyaâ.âApa sudah?ââBerhenti bertanya apa sudah â apa sudah,âamuk Ayuda. Pipinya merona merah karena Jiwa bersikap sangat agresif. âAku mau bertemu papa dan Dira dulu, kamu cepat bersiap sana untuk pergi bekerja!âJiwa tak menggubris ucapan Ayuda, dia malah melingkarkan tangan di pinggang wanita itu yang sedang menggendong putrinya.âJiwa!â bentak Ayuda.âMalam ini aku akan memberi bonus ke Bik Nini untuk menjaga Nala, kita bisa pakai apartemenku untuk melakukan itu.ââMelakukan apa?â Ayuda dengan sengaja menggoyangkan pinggang untuk membuat Jiwa melepaskan tangan. Namun, pria itu terlalu kuat dan membuatnya berakhir pasrah karena Nala ada di pelukannya.âJangan berpura-pura! aku tahu kamu tidak sepolos itu, bahkan saat tidur kamu sesekali nakal dengan meng