Pada akhirnya di dalam pesawat Chana hanya menurut duduk di samping Matteo, pria tampan yang baru dia kenali. Anehnya, dia tak merasa Matteo berbahaya hingga mudah akrab begitu saja. "Kakak ipar-" "Berhenti memanggilku seperti itu," potong Chana memelototkan matanya. "Aku bahkan tak tahu siapa kakakmu yang sudah aku nikahi." Matteo tertawa, dalam jarak sedekat ini, dia jelas bisa melihat bagaimana bibir merah tanpa lipstik itu mengerucut keberatan. Dengan mata bulat yang menunjukkan kekesalan, pipi putih itu tampak menggemaskannya. Dia bahkan bisa tahu bahwa kulit halus itu murni bersih tanpa selayang bedak atau make up apa pun. Itu benar-benar kecantikan yang murni. "Ah, bagaimana ini. Kurasa aku tahu kenapa kakak pertama menyukaimu." "Kakak pertama? Jadi berapa banyak kakak yang kau miliki?" Matteo kembali tersenyum. "Itu rahasia. Kenapa kau ingin tahu?" "Sinting!" Matteo tertawa. "Ahahahaha, kurasa aku tak akan pernah bosan jika bersamamu. Jadi kakak ip-" "Sudah kubilang! U
Masalah foto itu meledak dalam waktu singkat. Foto Chana kemudian menyebar dan lebih banyak orang yang mencari informasi tentang Chana. Bahkan Matteo, yang harus mengklarifikasi berita tersebut, justru memasang foto lain yang berada di dalam pesawat melalui Instagram pribadinya. Posisi Chana yang terlelap di pundaknya dan satu tangan Matteo yang mengelus pipi halus itu terlihat sangat dekat dan serasi. Caption yang dia gunakan justru terlihat lebih ambigu.I'm Liam❤️ :"Mimpi indah ❤️ "Saat foto itu terunggah, hanya membutuhkan waktu satu menit untuk disukai lebih dari sepuluh ribu orang. Beberapa komentar mendukung juga kecewa langsung membajiri akun Matteo. Beberapa komentar dari beberapa orang yang sangat jarang menampilkan dirinya kini bahkan ikut berkomentar.The King_Hector : "Mimpi indah ❤️ ❤️❤️RealRion⁹⁹ : "Matteo, aku dengan senang hati menjadi orang yang mengkremasi tubuhmu."Raizel.Zi : "Ya Tuhan! Neraka pasti telah menunggumu. Ammi Taba."Karena komentar dari tiga pria y
Chana turun saat seorang pelayan memanggilnya untuk makan malam bersama keluarga. Dia tak memiliki pakaian yang pantas, namun dia juga telah mengambil keputusan bulat untuk tidak menutupi semuanya. "Pakaian apa yang kau kenakan?" Tegur Mesya dingin saat melihatnya baru saja duduk dengan patuh. Elden yang sedari tadi menikmati kopi dari gelas di hadapannya sebelum acara makan di mulai mengangkat wajahnya lurus. Matanya jatuh pada jejak merah yang terlihat mencolok di antara kulit seputih salju. "Aku tak memiliki pakaian lain," "Chana!" Bentak Elden tak tertahankan bahkan Chassy yang baru saja tiba berjangkit kaget. "Kau! Jejak apa yang ada di tubuhmu! Apa yang telah terjadi!"Mesya yang sedari tadi diam kini mulai meneliti tubuh Chana dan matanya tiba-tiba membulat. "Oh, Chana, bagaimana bisa kau - tidak, sayang ini tidak mungkin. Itu adalah jejak-""Siapa yang melakukannya?" Potong Elden tak menutupi amarahnya. Mendengar itu Chana sama sekali merasa tak terganggu. Dia hanya menat
C Healthy Center adalah rumah sakit terbesar di kota C dengan sistem pelayanan, kedokteran dan keamanan yang sangat terjamin. Lorong kamar VIP yang sangat tenang dengan pintu kamar tertutup membuat Chana merasa lebih khawatir dari yang dia duga. Oscar, yang mulai memimpin jalan membuka sebuah kamar di mana tetua keluarga Oswald baru saja sadar."Kakek," Chana berlari mendekat, menyentuh tangan kakeknya lembut dengan penuh kekhawatiran.Tetua Oswald terlihat lebih tua, matanya tampak sayu. Dia cukup terkejut namun saat melihat wajah cucunya, dia bernapas lega. "Anak bodoh, kenapa kau bisa ada di sini?" Tatapan matanya jatuh pada Oscar, dimana Oscar menunduk dalam."Bukankah kakek berjanji akan selalu sehat untukku beberapa ...."Kata-kata Chana terhenti, dia mengingat kapan terakhir kali dia bertemu kakeknya? Di masa depan yang dia lihat, sebelum kematiannya, dia melihat raut wajah kecewa kakeknya. Tapi kemudian selain itu dia tak memiliki informasi apa pun meski mencoba mengingatnya. P
"Ibu masih hidup, Agraf kembali, Logan bertindak seakan tak terima, Chassy mulai curiga dan Mesya masih berpikir aku bodoh. Ayah, bahkan tak tahu jika ibu masih ada. Keluarga macam apa yang aku inginkan? Rumah seperti apa yang aku tinggali saat ini?" ujar Chana lemah. Air matanya menetes untuk kesekian kalinya. Dia menekan dirinya sendiri akan semua hal yang telah terjadi."Ada banyak kesalahan yang terlihat jelas sekarang. Masa depan suram yang terlihat, aku tak menginginkannya. Logan, aku berniat membuangnya. Ibuku, aku berniat menemukannya. Keluarga yang aku inginkan, adalah Ayah dan ibu yang bersatu. Kakek yang membaik, dan semua saham serta warisan yang akan aku terima, aku tak berniat untuk menggadaikannya demi kebahagian semu. Warisan itu, harusnya tak kuterima karena aku akan membuat kakek tetap hidup dan ibu kembali. Ya, itu adalah langkah yang harus kuambil."Chana bangkit, menghapus air mata di pipinya lalu tersenyum lemah. Dia menatap pintu ruang rawat kakeknya yang masih
Chana menarik Axel keluar ruangan dengan kesal. Axel mengikuti patuh, tak mengeluarkan protes dan hanya menatap putih yang menyelimuti tangannya. Terasa hangat dan itu terlihat bagus di matanya. Hal ini membuatnya tersenyum puas. Wanitanya sedang menggenggam tangannya. Untuk pertama kalinya meski membutuhkan alasan untuk lebih dulu menyentuhnya. Dan pikiran licik mulai muncul secara acak. Dia ingin membuat wanita ini bergantung padanya. Hanya padanya. "Dengar, berhenti menggangguku dan jangan muncul di hidup-" Chana berbalik, tak melanjutkan kata-katanya saat melihat senyum di wajah Axel yang terlihat aneh di matanya. Mengamati lebih jauh, dia mengikuti arah pandang Axel yang jatuh pada tangan mereka berdua. Tidak, dia saat ini jelas menggenggam tangan Axel."Ah," ujar Chana sangat pelan. "A-ku tak sengaja." Dengan sigap, dia melepaskan tangan Axel begitu saja. Tatapan Axel muram, rasa hangat yang menyelimuti tangannya tak terasa. Dia mendongak, menatap Chana kecewa. "Dia melepaska
"Nana, kau membiarkan tamu sebesar itu pergi begitu saja?"Chana mendongak, dia menatap senyum Kakeknya lemah. "Tamu besar apa yang Kakek bicarakan?""Nona baru saja membiarkan Tuan Muda Axel pergi begitu saja. Melihat asistennya yang bergegas, sepertinya itu bukan pertanda baik." Oscar melirik Chana sesaat, kemudian kembali bersuara. "Nona, keluarga Axion bukanlah keluarga yang bisa dianggap enteng.""Aku akan lebih berhati-hati."Tetua Oswald menatap Oscar atas jawaban Chana yang seadanya. Dia tak akan ikut campur dunia kaum muda, dia hanya sedikit khawatir karena tiba-tiba cucunya mengenal orang penting yang tak biasa. "Bagaimana kau bisa mengenalnya?""Itu," jawab Chana menggantung. Dia menggaruk tengkuknya, menatap kakeknya bingung. "Yah, tiba-tiba saja. Ya-yah, tiba-tiba kami saling mengenal."Oscar dan Tetua Oswald lebih curiga lagi atas jawaban Chana."Kalian terlihat dekat. Apakah kakek bisa mengartikan-""Kakek," potong Chana cepat. "Ini semua tidak seperti yang kakek bayang
"Apakah Nona yang bernama Chana? Nona, perkenalkan, saya Raizel Flinkers, pengacara dari tuan muda Axel di bawah naungan Axion Company. Saya di tugaskan untuk mengurus semua yang terjadi terkait surat penuntutan dari Tuan Axel yang baru saja diajukan."Chana baru saja menikmati makan siang dengan nyaman sebelum seorang pria datang mengenalkan dirinya tepat setelah Oscar pergi. Pria itu bahkan langsung menyerahkan sebuah surat tepat ke hadapannya lalu duduk di depannya tanpa menunggu persetujuannya. Chana yang awalnya merasa sangat tenang kemudian menjadi frustasi setelah membaca selembar surat yang masih tergeletak di atas meja. Cokelat panas yang Oscar pesankan masih mengepul di samping tangannya, berdampingan dengan surat yang baru saja dia baca."Surat penuntutan," Chana ingin tak percaya, tapi dia tak menyangka bahwa Axel benar-benar mengirimkan pengacara terbaiknya."Nona, apakah ada yang ingin Nona sampaikan?"Chana menatap lurus ke depan, pada pria tinggi dengan setelan jas Tai