Share

Bab 9

Author: Amih Lilis
last update Huling Na-update: 2021-06-11 18:00:00

*Happy reading*

Aku pun memilihkan. Kaos berkerah tinggi warna putih, dengan jas warna abu-abu tua untuk Kak Sean. Dipadukan celana bahan hitam, dan sepatu pantopel hitam juga.

Awalnya, Kak Sean tidak mau memakai baju pilihanku, karena katanya, "Saya mau ke kantor Rara. Bukan mau nongkrong. Pilihan baju kamu itu gak ada resmi-resminya. Saya udah biasa pake dasi tiap ke kantor. Jangan coba ubah gaya saya."

Aku tahu itu, dilihat dari semua baju beserta puluhan dasi berbagai motif, yang di bawanya pun, Aku tahu kok, Kak Sean memang terbiasa berpakaian formal tiap ke Kantor.

Cuma masalahnya di sini adalah ... Kak Sean gak bisa memasang dasi sendiri, pun aku. Karena, dia biasa di urusi Kak Audy dan Mama Sulis. Sementara aku lama hidup jauh dari papi dan belum pernah punya pacar orang kantoran. Jadi, ya ... aku belum belajar hal itu sama sekali.

Akan tetapi, mungkin setelah ini aku harus secepatnya belajar hal itu. Agar tidak diomeli Kak Sean lagi.

Mengetahui hal itu, Kak Sean pun kesal luar biasa. Karena dia terpaksa harus keluar Zona nyamannya gara-gara aku.

Walau begitu, akhirnya dia pun mau memakai baju pilihanku, meski sambil menggeram dan wajah di tekuk dalam.

Benar-benar seperti anak kecil yang sedang merajuk.

Padahal apa salahnya sih, sekali-kali tampil beda? Pergi ke kantor gak selalu harus berdasi. Apalagi, jika kalian mau tahu. Sebenarnya, Kak Sean dalam balutan pakaian yang aku pilihkan itu, jauh lebih tampan dari sebelumnya.

Bukan, aku bukannya ingin menyombongkan selera fashionku atau apa. Tapi memang ... ya, Kak Sean itu lebih terlihat luar biasa dengan pilihan baju yang tepat.

Terlihat lebih muda, gagah, dan tampan. Aku saja sampai speachless beberapa saat, waktu pertama kali melihatnya.

Kalau saja aku gak ingat dia milik Kak Audy, mungkin aku akan mulai baper pada pria, yang sebenarnya sudah menjadi suamiku sendiri.

Untungnya, aku cukup sadar diri. Makanya, sebelum baper berkepanjangan, aku pun menghentikan rasa kagumku padanya.

Aku gak boleh jatuh hati sama Kak Sean!

"Kakak gak sarapan?" tegurku kemudian, saat dia melewati meja makan begitu saja.

"Saya sudah telat."

Hanya begitu saja jawabannya. Setelahnya, dia pun berlalu begitu saja, meninggalkan aku yang lagi-lagi, hanya bisa menghela napas panjang menghadapi sikap ketus Kak Sean.

Kalau memang dari awal tidak ingin sarapan di rumah. Kenapa dia menyuruhku masak tadi pagi?

Dia beneran mau ngerjain aku, ya?

Sekali lagi, aku pun menghela napas panjang. Sebelum akhirnya duduk dan memilih menikmati sarapanku pagi ini.

Biarlah, sisa sarapan yang terlanjur kubuat banyak ini, aku bawa ke kampus saja. Kebetulan, hari ini aku ada jadwal belajar bersama dengan kelompokku.

Lumayan, aku jadi gak harus jajan di luar.

Itu niat awalku, karena saat siang menjelang. Tepatnya saat aku masih sibuk dengan tugas kerja tim. Entah ada angin dari mana? Tiba-tiba aku mendapat telpon dari Kak Sean, yang menanyakan keberadaanku.

Sebenarnya, itu tidak aneh, dan mungkin terdengar wajar untuk pasangan normal pada umumnya. Namun, kalian tidak lupa kan, bagaimana hubungan kami selama ini?

Karenanya, bagiku pribadi. Apapun yang dilakukan Kak Sean yang melibatkan aku, itu terasa aneh.

Entahlah? Mungkin, aku benar-benar sudah menerima statusku sebagai bintang figuran di sini. Karenanya, aku malah jadi menganggap Kak Sean bukan siapa-siapaku.

Tolong jangan bilang aku aneh, atau bodoh, karena tidak bisa memanfaatkan keadaan saat ini, dalam meraih simpatik Kak Sean. Hanya saja ... kalian tahu 'kan? Bahkan dari awal pun, Kak Sean sudah menolakku, dan memberikan ultimatum padaku untuk tak berharap.

Nah, mengutip dari penolakan itu? Apa aku salah, jika aku kini bersikap acuh padanya? Dan tidak berani berharap apapun?

Apa aku salah? Tolong berikan aku jawaban.

"Kamu dimana?" tanya Kak Sean siang itu. Saat aku masih sibuk dengan kelompok kerjaku.

"Di cafe depan kampus, Kak. Lagi ngerjain tugas kelompok. Kenapa? Kak Sean butuh sesuatu?" jelasku, sekalian balik bertanya. Mengingat dia baru di negara ini.

Bukan mau merendahkan pria itu. Aku tau dia sering bepergian ke negri mana pun dalam kunjungan bisnis, ataupun hanya sekedar liburan. Jadi, dia pasti gak akan kesusahan menyesuaikan hidup di negri orang, kan?

Namun, kenapa aku bertanya begitu? Ya ... anggap aja sekedar basa basi. Karena, aku gak mungkin bertanya, "Kenapa, kak? Kakak kangen, ya?"

Tidak. Aku gak segila itu!

"Saya belum makan siang."

Hah?

"Maksudnya?" tanyaku refleks. Karena tak mengerti akan maksud ucapannya barusan.

Dia belum makan siang? Ya sudah, tinggal makan saja. Kenapa musti laporan sama aku, coba? Memang aku siapa?

Istrinya! Iya, itu benar. Tapi hanya istri yang tak dianggap. Lalu, apa maksudnya dia laporan seperti ini?

"Ck, kamu ini pura-pura bodoh atau gimana, sih? Bukannya tawarin saya makan, atau apa gitu. Malah nanya maksud pernyataan saya? Kamu bener-bener gak ngerti tugas seorang istri, ya?"

Salah lagi!

Tuhan ... maunya nih cowok apa sebenarnya?

Dia sendiri yang dari awal menyuarakan penolakannya dengan lantang terhadapku dan menyatakan kalau dia memang tak pernah menganggapku sebagai istrinya.

Akan tetapi sekarang? Kenapa dia juga yang ribet nuntut aku harus bisa jadi istri yang baik di sini.

Maksudnya apa, coba?

"Bukan begitu, Kak. Rara cuma--"

"Saya gak mau tau! Pokoknya kamu pulang sekarang, dan siapin makan siang buat saya. Secepatnya!" potongnya dengan cepat. Lagi-lagi tak membiarkan aku membela diri.

"Tapi Rara lagi kerja kelompok, Kak. Rara--"

"Saya gak perduli! Saya suami kamu Rara, dan posisi saya harus kamu utamakan. Jadi, pulang sekarang, dan masak!"

Tuhan ... kenapa dia jadi otoriter gini.

"Kak? Ayolah. Rara beneran harus--"

"Kamu ngerti Agama, kan? Tau kan, perintah suami itu mutlak dan wajib bagi seorang istri? Sekarang terserah kamu. Mau dapat pahala, dengan menuruti saya. Atau dosa, karena membangkang. Ingat Rara, surga kamu ada pada saya saat ini."

Boleh gak aku balikin? Kalau kini, aku juga punya andil dalam keberkahan rezekinya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (6)
goodnovel comment avatar
Sasya Sa'adah
lah ngapain laki kayak gini diopeni, mending dipecat aja Ra. Bener bener ga tau diri
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Brengsek amat sih si sean. Pecat aj dr jabatannya
goodnovel comment avatar
Riona Hutabarat
kek ta* si rara ne.bodoh kali
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Istri Nomor Dua   Last extra part

    Pov Kenneth” “Bang?”“ “Hm ....”“ “Itu siapa?”“ Kairo mengangkat wajahnya dengan kesal, sebelum mengikuti arah pandangku.” “Maba,” jawabnya singkat. Membuat aku kesal sekali.” Abang kembarku ini memang pelit sekali berkata-kata. Seakan setiap kata dia ucapkan itu harus membayar.” “Ck, Dari baju yang dia pakai pun, gue juga bisa nebak kalau di masih Maba.” Aku berdecak cukup keras, menyuarakan kekesalanku pada pria yang lahir tiga menit lebih awal dariku.” “Kalau begitu, kenapa masih tanya?” gumamnya kemudian, membuat kekesalanku makin menjadi-jadi.”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 3

    “Loh, Kak Sean? Udah pulang? Kok, gak ngabarin? Gimana kabar Kakak sama Kak Audy? Baikkan?”“ Aku cukup terkejut melihat keberadaan Kak Sean di Ruang tamu kediamanku, saat baru saja menidurkan Kean yang lumayan rewel hari ini.” Kak Sean tidak menjawabku. Hanya tersenyum tipis, sebelum menyerahkan sebuah amplop padaku.” “Aku baru datang. Sengaja langsung ke sini untuk memberikan itu padamu,” ucapnya sendu, tidak seperti biasanya.” Entah kenapa, aku melihat kesedihan yang teramat sangat dalam matanya.” “Ini apa?” tanyaku kemudian, sambil menerima amplop yang sepertinya berisi surat di dalamnya.” “Baca aja, itu dari Audy.”“ Eh?”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 2

    *Happy Reading*” “Saya terima nikah dan kawinnya Andara prameswari Binti Matheo Prameswari dengan mas kawin tersebut, tunai!”“ “Bagaimana para saksi? Sah?”“ “Sah ....”“ Alhamdulilah ....” Rasa haru pun menyeruak tak terbendung, saat moment itu kembali terulang dalam hidupku.” Meski ini memang bukan yang pertama ku alami. Tapi rasa haru ini benar-benar pertama kali aku rasakan dan ....” Terima kasih Tuhan. Akhirnya aku punya hari bahagiaku sendiri.” Aku benar-benar tak pernah menyangka akan punya kesempatan lagi, bisa merasakan moment ini kembali dalam hidupku, setelah semua yang sud

  • Istri Nomor Dua   Extra part 1

    *Happy Reading*”“Andara Prameswari. Kau ku talak.”“Alhamdulilah ....”Senyumku pun langsung terbit, setelah mendengar kata talak kembali diucapkan pria ini.”Please ... tolong jangan bilang aku gila. Karena apa? Karena ini memang harus dilakukan, agar aku bisa meraih kebahagiaanku yang sudah menunggu.”“Makasih ya, Kak,” ucapku tulus, seraya menatap pria yang sekarang sudah sah ku sebut Mantan suami.”Iya, dia adalah Sean Abdilla, yang baru saja mengucapkan kata talak untuk kedua kalinya terhadapku.”Kenapa bisa begitu? Ya ... karena aku sendiri sebenarnya selama ini r

  • Istri Nomor Dua   Epilog

    “Sudahlah, Nak. Jangan menangis lagi.” Mama Sulis terus membelai rambutku, mencoba menenangkan aku yang benar-benar tak bisa menghentikan tangis.”Bagaimana tidak? Aku harus menerima kenyataan kembali ditinggalkan, oleh pria yang sangat penting dalam hidupku. Juga pria yang sudah aku labeli akan menjadi pasangan hidup sampai tua nanti.”Demi Tuhan. Tujuanku ke Rumah ini kan, untuk menyelesaikan masa lalu, agar bisa hidup tenang dengan pria itu.”Tetapi pria itu malah seenaknya pergi, tanpa memberi kabar apapun padaku. Seakan aku ini sudah tak penting dan ....”“Apa perlu kita pesan tiket ke London sekarang. Agar kamu bisa menyusul Dokter Ken ke sana?” usul Kak Sean kemudian. Tampak ikut bersalah akan kejadian itu.”

  • Istri Nomor Dua   Bab 55

    “Kalau begitu, apa Kakak keberatan jika aku bilang kita impas?” ucapku kemudian, setelah cukup lama membiarkan Kak Sean larut dalam penyesalannya.”Sayangnya, Kak Sean malah menggeleng, dan tersenyum miring saat mengalihkan atensinya padaku.”“Kurasa kata impas lebih tepat diucapkan Papimu, Ra. Karena kamu tak punya salah apapun di sini. Hanya aku saja yang bodoh sudah menjadikanmu alat untuk balas dendam. Jadi, kamu tak pantas mengucapkan hal itu,” balasnya dengan bijak.”Ah, i see.”“Kalau begitu. Apa ini sudah cukup untuk kakak, agar tak menggangguku lagi. I mean, Kakak gak akan meminta aku kembali sama Kakak lagi, kan? Karena aku benar-benar tidak--”“&ldqu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status