Share

Bab 8

Author: Amih Lilis
last update Last Updated: 2021-06-10 18:00:00

*Happy reading*

"RARA?!"

Degh!

"Iya, Kak!"

Aku pun segera menyahut, saat mendengar teriakan Kak Sean dari dalam kamar. Juga segera menghampirinya.

Demi Tuhan, ini masih pagi. Kenapa suara Kak Sean sudah menggelegar seperti itu? Apa lagi sekarang yang mengganggunya?

"Kenap--Astagfirullah!"

Namun saat aku sampai kamar dan hendak menegurnya, aku pun langsung dikejutkan dengan tampilannya, yang masih bertelanjang dada. Bahkan hanya memakai handuk saja untuk menutupi daerah intimnya.

Astaga!

Dia apa-apaan, sih?

"Ck, gak usah sok suci kamu!" 

Tak kusangka, Kak Sean malah berdecak kesal setelahnya.

"Cuma liat begini saja sok-sok nyebut istighfar. Saya yakin kamu pasti sudah sering liat, kan? Secara kamu itu tinggal di Luar Negri, jauh dari orang tua, lagi. Pasti kehidupan kamu itu bebas selama ini, iya kan? Jadi, liat cowo bertelanjang dada seperti ini. Bukan hal tabu kan, buat kamu?" tuduhnya kemudian. Entah apa tujuannya?

Ya. Itu memang benar adanya. Aku memang tinggal di Luar Negri, dan melihat bule setengah bugil seperti ini bukan hal aneh. 

Akan tetapi, itu kan teman-teman, atau bahkan orang lain yang gak punya status denganku. Bukan suamiku, apalagi adanya di dalam kamar seperti saat ini. 

Tentu saja itu membuat aku kaget. Dan karena kaget itulah, aku refleks mengucap istighfar. Lalu, dimana letak sok sucinya?

"Bukan gitu, kak. Cuma ... kakak kenapa belum pake baju? Katanya mau ke kantor pagi, kan? Mau meeting sama staf. Iya kan? " 

Malas berdebat, aku pun hanya mencoba beralaskan saja.

"Justru karena itu saya panggil kamu."

Maksudnya?

"Kamu 'kan tau saya mau kekantor, mau meeting penting seperti yang kamu sebutkan tadi. Saya sedang di tunggu orang, Rara. Kenapa kamu gak mempersiapkan baju saya?"

Hah?!

"Kamu sebenarnya tau gak sih, tugas seorang istri itu apa? Kamu itu bertugas melayani dan mempersiapkan semua keperluan saya setiap hari, termasuk pakaian dan makanan saya. Tapi ini apa? Dimana baju saya? Kamu sengaja ya, mau bikin saya terlambat?" bentaknya lagi, dengan menggebu. Membuat aku menelan salivaku kelat.

"Bukan gitu, Kak. Rara enggak--"

"Alah! Jangan alasan lagi kamu! Udah tahu salah masih aja ngeles. Mau jadi istri durhaka kamu?!"

Astaga, Padahal bukan itu maksud aku!

Ya, Aku tahu, aku memang ceroboh untuk hal ini. Aku memang gak menyiapkan pakaian Kak Sean pagi ini. Tapi, itukan karena aku kira dia gak akan mau barang-barangnya aku sentuh. Secara, dia selama ini terus menujukan penolakannya.

Jadi ... kukira ....

Ah, sudahlah. Memang aku yang salah.

"Maaf, Rara memang salah." Aku pun dengan besar hati menerima kesalahanku.

"Bagus kalau kamu sudah tau salah! Sekarang buruan siapin baju saya. Saya sedang ditunggu!"

"Baik, kak."

"Ck, Bener-bener, ya? Kamu itu gak bisa dibanggakan sama sekali sebagai istri. Udah manja, tukang ngadu, tukang membangkang, lagi. Memang cuma Audy saja yang paling ngerti saya, dan paling bisa saya banggakan."

Aku memilih tak berkomentar lagi. Agar perdebatan kami tak makin panjang.

Walaupun ... sebenarnya tuduhan itu terasa menyakitiku.

Apa aku seburuk itu?

"Kakak mau pakai warna apa hari ini?" 

Aku sengaja mengalihkan ocehan kak Sean. Agar dia berhenti menuduhku yang macam-macam.

"Bahkan yang seperti ini pun kamu gak tau? Payah sekali kamu!"

Ya, Ampun. Salah lagi?

"Pake merah, mau gak?" Aku mencoba mengabaikan omelannya, dan memberi usulan.

"Kamu sengaja, mau bikin saya jadi pusat perhatian?"

Owh ... oke!

"Hitam, gimana?"

"Saya mau kekantor, Rara. Bukan mau ngelayat!"

Baiklah, baiklah.

"Abu-abu?"

"Kenapa warna gelap terus yang kamu tawarkan? Kamu gak liat, di luar mendung?"

Sabar-sabar! 

"Biru muda?"

"Yang benar aja! Bisa milih gak kamu sebenarnya?"

Tuhan ....

"Putih?

"Saya sedang tidak ingin pake putih!"

"Ya, terus lo maunya apa?!"

Ingin sekali aku berteriak seperti itu. Karena mulai kesal dengan tingkah kekanakan Kak Sean, yang entah sengaja atau tidak. Seperti sedang mengerjaiku.

Karena ... ya ... terus dia mau pake baju yang mana? Sementara, warna baju yang dia bawa hanya yang baru saja aku sebutkan tadi. 

Apa harus aku tawarkan bajuku? Atau aku belikan di toko sebelah? 

Sungguh! Aku gemas sekali pada pria ini sekarang.

"Kak--"

"Sudahlah! Kamu balik lagi ke dapur sana! Urusan baju biar saja tanya Audy saja. Dia pasti ngerti apa yang harus saya pakai hari ini," usirnya kemudian. Membuat aku mengeratkan rahang diam-diam.

Tuhan ... dia sengaja, ya? 

Sengaja ingin menujukan posisi penting Kak Audy dalam hidupnya padaku, dan membuat aku sadar kalau aku bukan istri yang dia harapkan? 

Padahal, tanpa dia bertindak seperti ini pun, aku sudah sadar posisiku, kok. Aku tahu, aku memang hanya figuran saja dalam rumah tangga ini. Kenapa harus diperjelas?

Akan tetapi ... ya sudahlah. Kalau itu memang maunya.

Akhirnya aku pun hanya mengangguk patuh, sebelum berbalik badan dan kembali ke dapur. 

Terserah dia mau ngapain, deh. Aku tak ingin cari ribut.

"Rara?!"

Namun baru saja aku sampai di lantai bawah. Teriakan itupun kembali menggema. Membuat aku tanpa sadar menghela napas panjang.

Apa lagi kali ini?

"Iya, kak?!" sahutku. Namun tetap pada posisiku, dan malas sekali menghampirinya.

"Sini kamu!"

Tuhan! Drama apa lagi sekarang?

"Iya, sebentar!" 

Mau tau mau. Aku pun kembali menaiki tangga, dan menghampirinya, yang kini tengah memijit keningnya sambil berkacak pinggang dengan satu tangan.

"Pilihin baju!"

Hah?!

"Kenapa, kak? Bukannya--"

"Kamu gak bisa ya, hanya menurut, dan gak usah banyak tanya? Saya pusing!" keluhnya kemudian, seraya menatapku dengan garang. Membuat aku menelan salivaku, dan buru-buru menghampiri lemari lagi.

Aneh banget! 

"Kakak mau pakai--"

"Terserah kamu saja. Saya pakai apapun yang kamu berikan," selanya cepat. Sambil terus mengotak atik ponselnya dengan raut wajah keruh, dan beberapa kali berdecak kesal.

Kenapa? Apa dia bertengkar dengan Kak Audy?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Chrissy Samosir
Jadi perempuan kok otak ga dipakai diperlakukan gitu mau aja Iss oon
goodnovel comment avatar
shifatul ulya
karakter peran utama dlm cerita yg seperti ini biasanya yg aku gak lanjut baca lagi,,,...
goodnovel comment avatar
Leny Lestarie
kalo sean aku timpuk boleh ga. emosi jiwa jadinya. rara bgus sih nurit sam suami tp g dosa juga kali ra klo ngebngkang ke suami macam sean.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Nomor Dua   Last extra part

    Pov Kenneth” “Bang?”“ “Hm ....”“ “Itu siapa?”“ Kairo mengangkat wajahnya dengan kesal, sebelum mengikuti arah pandangku.” “Maba,” jawabnya singkat. Membuat aku kesal sekali.” Abang kembarku ini memang pelit sekali berkata-kata. Seakan setiap kata dia ucapkan itu harus membayar.” “Ck, Dari baju yang dia pakai pun, gue juga bisa nebak kalau di masih Maba.” Aku berdecak cukup keras, menyuarakan kekesalanku pada pria yang lahir tiga menit lebih awal dariku.” “Kalau begitu, kenapa masih tanya?” gumamnya kemudian, membuat kekesalanku makin menjadi-jadi.”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 3

    “Loh, Kak Sean? Udah pulang? Kok, gak ngabarin? Gimana kabar Kakak sama Kak Audy? Baikkan?”“ Aku cukup terkejut melihat keberadaan Kak Sean di Ruang tamu kediamanku, saat baru saja menidurkan Kean yang lumayan rewel hari ini.” Kak Sean tidak menjawabku. Hanya tersenyum tipis, sebelum menyerahkan sebuah amplop padaku.” “Aku baru datang. Sengaja langsung ke sini untuk memberikan itu padamu,” ucapnya sendu, tidak seperti biasanya.” Entah kenapa, aku melihat kesedihan yang teramat sangat dalam matanya.” “Ini apa?” tanyaku kemudian, sambil menerima amplop yang sepertinya berisi surat di dalamnya.” “Baca aja, itu dari Audy.”“ Eh?”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 2

    *Happy Reading*” “Saya terima nikah dan kawinnya Andara prameswari Binti Matheo Prameswari dengan mas kawin tersebut, tunai!”“ “Bagaimana para saksi? Sah?”“ “Sah ....”“ Alhamdulilah ....” Rasa haru pun menyeruak tak terbendung, saat moment itu kembali terulang dalam hidupku.” Meski ini memang bukan yang pertama ku alami. Tapi rasa haru ini benar-benar pertama kali aku rasakan dan ....” Terima kasih Tuhan. Akhirnya aku punya hari bahagiaku sendiri.” Aku benar-benar tak pernah menyangka akan punya kesempatan lagi, bisa merasakan moment ini kembali dalam hidupku, setelah semua yang sud

  • Istri Nomor Dua   Extra part 1

    *Happy Reading*”“Andara Prameswari. Kau ku talak.”“Alhamdulilah ....”Senyumku pun langsung terbit, setelah mendengar kata talak kembali diucapkan pria ini.”Please ... tolong jangan bilang aku gila. Karena apa? Karena ini memang harus dilakukan, agar aku bisa meraih kebahagiaanku yang sudah menunggu.”“Makasih ya, Kak,” ucapku tulus, seraya menatap pria yang sekarang sudah sah ku sebut Mantan suami.”Iya, dia adalah Sean Abdilla, yang baru saja mengucapkan kata talak untuk kedua kalinya terhadapku.”Kenapa bisa begitu? Ya ... karena aku sendiri sebenarnya selama ini r

  • Istri Nomor Dua   Epilog

    “Sudahlah, Nak. Jangan menangis lagi.” Mama Sulis terus membelai rambutku, mencoba menenangkan aku yang benar-benar tak bisa menghentikan tangis.”Bagaimana tidak? Aku harus menerima kenyataan kembali ditinggalkan, oleh pria yang sangat penting dalam hidupku. Juga pria yang sudah aku labeli akan menjadi pasangan hidup sampai tua nanti.”Demi Tuhan. Tujuanku ke Rumah ini kan, untuk menyelesaikan masa lalu, agar bisa hidup tenang dengan pria itu.”Tetapi pria itu malah seenaknya pergi, tanpa memberi kabar apapun padaku. Seakan aku ini sudah tak penting dan ....”“Apa perlu kita pesan tiket ke London sekarang. Agar kamu bisa menyusul Dokter Ken ke sana?” usul Kak Sean kemudian. Tampak ikut bersalah akan kejadian itu.”

  • Istri Nomor Dua   Bab 55

    “Kalau begitu, apa Kakak keberatan jika aku bilang kita impas?” ucapku kemudian, setelah cukup lama membiarkan Kak Sean larut dalam penyesalannya.”Sayangnya, Kak Sean malah menggeleng, dan tersenyum miring saat mengalihkan atensinya padaku.”“Kurasa kata impas lebih tepat diucapkan Papimu, Ra. Karena kamu tak punya salah apapun di sini. Hanya aku saja yang bodoh sudah menjadikanmu alat untuk balas dendam. Jadi, kamu tak pantas mengucapkan hal itu,” balasnya dengan bijak.”Ah, i see.”“Kalau begitu. Apa ini sudah cukup untuk kakak, agar tak menggangguku lagi. I mean, Kakak gak akan meminta aku kembali sama Kakak lagi, kan? Karena aku benar-benar tidak--”“&ldqu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status