Share

Aku pun Sanggup Mas

Sandi meletakkan semua belanjaan yang ia bawa disampingnya. Ia sengaja akan menunggu Sekar pulang dari mengajarnya, karena memang biasanya istrinya itu pulang tengah hari begini. Namun setelah hampir setengah jam ia menunggu, belum juga Sekar menampakkan batang hidungnya, sehingga membuat Sandi harus kembali Ke kantor, karena jam istirahat nya sudah habis.

"Aku balik aja dulu ke kantor, soalnya udah habis juga nih waktu istirahat," kata Sandi yang kembali bangkit dari duduknya, dan melihat jam di tangannya. Baru saja ia bangun dari duduknya, ia melihat kalau sebuah mobil terparkir didepan halaman rumahnya.

"Siapa itu?" Tanya Sandi penasaran. Ia lekas mendekati pintu dan melihat siapa yang turun dari mobil tersebut.

"Sekar? Dia naik mobil siapa? Senyum-senyum begitu, siapa sih yang nganter Sekar pulang?" Tanya Sandi mulai tak nyaman. Segera ia keluar dan berdiri di teras rumahnya, melihat mobil itu melaju dan menatap dengan tak suka pada Sekar. Sedang Sekar yang semakin tersenyum, kini menatap dengan datar wajah suaminya yang kini berdiri didepannya itu.

"Tumben jam istirahat kamu pulang mas. Ada apa?" Tanya Sekar sambil menyodorkan tangannya meminta bersalaman.

"Siapa.uanh mengantarmu pulang? Kenapa kamu senyum-senyum begitu sama dia?" Tanya Sandi ketus.

"Ooh, dia Nia Mas. Temanku mengajar,"

"Mia siapa? Kok Mas baru tahu kamu punya teman yang punya mobil?" Tanya Sandi masih gak percaya.

"Memang sejak kapan kamu peduli padaku mas? Biasanya kamu juga terserah kan aku mau pulang sama siapa, mau pulang naik apa? Kenapa sekarang kamu nanya seolah kalau kamu ini peduli padaku?" Tanya Sekar dengan santainya. Ia lekas masuk kedalam rumahnya, sambil menggandeng anak sulungnya dan si bungsu yang menangis ingin menyusu.

"Sekar! Jadi bener kan tadi yang nganter kamu itu temen perempuan kamu?" Tanya Sandi yang terus mengikuti Sekar uang kini masuk kedalam kamarnya.

"Iya Mas kamu ini kenapa sih? Lagipula ya Mas. Mana ada laki-laki yang mau sama aku? Kan kamu sendiri yang bilang, kalau aku ini jelek, bau, kucel, kamu aja enggak tertarik, apalagi laki-laki yang lain?" Celetuk Sekar, seolah menancapkan paku pada dada Sandi. Betapa kejamnya ia berkata demikian pada istrinya semalam.

"Kamu masih marah sama Mas?" Tanya Sandi yang kini duduk didekat Sekar yang fokus pada anak bungsunya, yang mau tertidur.

"Jangan bahas itu lagi dek, Mas minta maaf sudah bikin kamu sakit hati. Itu mas sudah belikan kamu pakaian dan skincare, kamu pakai ya. Biar Mas semangat lagi sama kamu," kata Sandi sambil membelai kepala Sekar yang masih tertuju kerudung.

Sekar tak berkata apapun. Bahkan sekedar terimakasih saja, sepertinya ia tak bisa. Entah kenapa, hatinya malah tersinggung dengan kebaikan yang Sandi lakukan. Ia sama sekali tak merasa senang dengan perlakuan suaminya.

"Dek, kamu tidur apa? Ya sudah Mas berangkat lagi ya. Jam istirahat sudah selesai, jadi Mas berangkat dulu ya. Jangan lupa, mas pulang kamu harus udah wangi ya!" Kata Sandi sambil pergi meninggalkan Sekar dan kedua anak mereka. Sekar menghapus air matanya. Ia masih teringat kata-kata suaminya semalam, dan percakapan diantara suaminya dan Perempuan murahan itu. Sakit sekali rasanya kalau ia mengingat hinaan Sandi padanya dalam chat itu. Ia coba tarik nafas dalam, dan membuangnya begitu saja. Seketika matanya melirik belanjaan yang ada diatas meja. Tak sedikitpun ia tertawa untuk membukanya.

Lalu ia ambil tas miliknya, dan membukanya dengan pelan. Ia ternyata sudah membeli skincare sendiri dari temannya. Ya walau ia beli dengan cara mengangsur, setidaknya ia tidak minta pada suaminya.

"Maafkan aku Mas. Aku sudah beli sendiri skincare ini. Aku sudah tak berminat memakai barang yang kau beli. Aku juga bisa sendiri," kata Sekar sambil menyimpan semua belanjaan yang Sandi bawa kedalam lemari.

Sepertinya rasa didalam hatinya sudah mati. Pasalnya, bukan hanya kali ini saja Sandi berbicara seperti itu pada Sekar. Mungkin jika diingat, ini adalah kata ke sekian kali, sehingga Sekar merasa kalau Sandi memang benar-benar sudah tak lagi tertarik padanya. Apalagi keadaan Sekar yang barusaja melahirkan, kondisi emosinya belum stabil. Mudah sekali bagi Sekar merasa sakit hati dan tersinggung.

Untuk pertama kalinya, Sekar membuka tutup pot yang berisi cream itu. Diulaskan nya ke kulit wajahnya. Ia bergumam dalam hatinya.

"Ooh seperti ini rasanya ya, semoga membuahkan hasil. Kulitku biar tidak kusam-kusam amat," batin Sekar yang meneruskan kegiatannya. Selesai memanjakan dirinya, ia kembali berkutat dengan pekerjaan dapurnya. Memasak masakan untuk anak sulungnya dan Sandi nanti. Saat ia sedang asik memainkan katel didapur, sementara si bungsu ia sengaja simpan diatas ayunan, dan kakaknya bermain sendiri didapur, menemaninya memasak.

"Permisi!" Suara seorang perempuan memanggil dari depan, membuat Sekar segera berlari menemuinya.

"Siapa ya?" Tanya nya sendiri. Dengan tergesa ia berlari kecil, karena takut jika tamu itu menunggu.

Ceklek..

Mata Sekar menatap heran perempuan didepannya. Sama sekali ia tak mengenal perempuan itu.

"Maaf, anda siapa ya?" Tanya Sekar, sambil melihat-lihat dari atas sampai bawah. Dengan sinis perempuan itu berbicara sekenanya.

"Kamu Sekar, istrinya Mas Sandi, iya?" Sekar meninggikan kepalanya, dan menjawab dengan tegas pertanyaan perempuan itu.

"Iya, memangnya siapa anda? Ada perlu apa?"

"Hahaha.. oh jadi ini ya, yang Mas Sandi bilang, kalau istrinya itu sudah enggak enak dipandang, enggak enak juga rasanya, oouhh..piiis ah!! Pantes saja Mas Sandi berpaling. Seperti ini ternyata wujudannya!" Celetuknya dengan sinis, sambil membuang muka dan mengibaskan rambut lurusnya yang sebahu.

Sekar menguatkan rahangnya, mendengar hinaan dari perempuan yang sama sekali ia tak kenal itu. siapa dia tiba-tiba datang berkata demikian?

"Kamu perlu tahu ya, aku ini Aura! Kamu sudah tahu kan kalau suami kamu itu punya pacar? Aku ini pacarnya. Aku Aura!" Dengan bangga dan sombongnya, perempuan itu memperkenalkan dirinya. Wangi parfum tercium dengan jelas, mungkin ia memakai parfum sebotol sampai wanginya begitu mencolok ke lubang hidung.

"Ooh jadi anda janda yang bermain dengan suami saya? Tak punya muka ya, berani datang kemari?" Tanya Sekar memberanikan diri, kembali menghina Aura yang memang tak punya malu.

"Idih, kamu tuh yang tak punya malu. Sudah tak diinginkan sama suami kamu juga, masih aja bertahan. Harusnya kamu tuh mundur saja deh! Jangan nerusin hubungan yang tak sehat, kamu sakit hati setiap hari kan? Nah mending kamu mundur saja lah! Biarkan Mas Sandi bahagia sama saya. Dia tuh senang jalan sama saya, gara-gara kamu saja, tadi pagi dia membatalkan rencananya untuk kita happy hari ini,"

Deggg... Jantung Sekar berdetak begitu kencangnya, saat mendengar perkataan Aura. Jadi selama ini, mereka suka jalan bareng juga? Sangat tak adil jika dibandingkan dengan perlakuan Sandi padanya. Tak pernah sekalipun Sandi mengajaknya dan istrinya itu untuk bersenang-senang, ia selalu berdalih menabung demi membeli rumah sendiri. Sedangkan pada perempuan ini? Ia sangat loyal sekali.

"Kenapa diam? Sadar, iya?" Tanya Aura dengan bengisnya.

"Anda seharusnya punya muka, datang kerumah orang, bicara tak beretika, dan minta dilayani juga pembicaraan sampahnya? Anda tak waras ini,.kalau memang suami saya betul lebih mencintai anda, lantas kenapa anda tak dinikahi? Kenapa hanya dijadikan selingkuhan saja? Itu artinya, anda hanya sebagai selingan saja, tak ada artinya bagi suami saya. Sehat anda sebagai seorang janda punya harkat lah setidaknya, jangan merendahkan diri sendiri dengan mencintai milik orang lain, Mas Sandi itu dan saya punya anak, jadi tak mungkin ia meninggalkan saya, oke!" Kata Sekar langsung menutup pintu, berharap hantu itu pergi dari rumahnya. Hatinya panas terbakar mendengar semua ocehan Perempuan barusan. Benar-benar hari ini seperti sedang naik roller coaster, membuat denyut nadinya berdetak tak karuan.

Sesuatu tercium dari dapur. Dengan cepat Sekar berlari menuju dapur dan lekas mematikan kompornya. Gara-gara perempuan itu datang, masakannya pun ikut gosong, seperti hatinya. Ia usap mukanya, dan mencoba bersabar kembali.

"Mas, ternyata kamu sudah bertindak jauh di belakang, sampai dia berani datang kemari, dan seolah aku lah yang merebutmu darinya. Aku yak tahu, apa aku sanggup bersama lagi denganmu atau tidak," lirihnya dalam hati. Semakin jijik saja Sekar terhadap suaminya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status