"Aku akan memberikan surat permohonan cerai ini pada suamiku. Semoga perpisahan antara kami berjalan lancar tanpa ada halangan," harap Airy sambil tersenyum tipis. Airy datang ke kantor suaminya, dan ingin memberikan surat permohonan cerai agar ditandatangani oleh pria itu. Awalnya ia ingin memberikan surat tersebut ke perusahaan Arlyansyah langsung. Tetapi Ramli memberitahukan padanya bahwa Ferdinand tidak lagi menempati posisi CEO di sana dan diberhentikan oleh Gunawan. Dan Airy mengingat bahwa suaminya memiliki perusahaan yang dibangun mandiri oleh pria itu. Sampai akhirnya Airy memutuskan pergi ke sana sendiri. Surat gugatan cerai itu sudah dibubuhkan tanda tangan miliknya. Tinggal Ferdinand yang akan menandatanganinya.Sidang mediasi rencananya akan dilaksanakan minggu depan. Ia berharap perceraiannya bisa diurus dengan lancar tanpa ada kendala sedikit. Airy tidak ingin ada drama yang akan melelahkan hati dan pikirannya.Airy memikirkan untuk berpisah secara baik-baik tanpa ada
"Jadi ... dikirim hari Minggu ya, karangan bunganya?" tanya Airy pada seorang polisi yang memesan karangan bunga ucapan selamat."Iya. Benar hari Minggu," jawabnya.Airy mencatat pemesanan papan bunga yang akan ditujukan ke alamat tertentu beserta hari yang diminta. "Terima kasih, Pak Yuda. Karena selalu percaya dengan toko kami."Polisi yang bernama Yuda itu tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama."Polisi gagah yang memiliki pangkat Bintara itu memperhatikan wajah Airy dengan kagum. Semua orang mengenal bahwa Airy adalah istri dari pengusaha kaya raya Ferdinand Arlyansyah. Tak sedikit dari mereka kalangan pria mengagumi sosoknya. "Kemarin saya memperhatikan cincin di tangan Anda. Kenapa sekarang tidak ada?" tanya Yuda sambil memperhatikan jari manis milik Airy.Airy yang sedang meletakkan buku beralih menatap Yuda. Ia kemudian memperhatikan jari tangannya. "Oh ... maksudnya cincin nikah? Sudah saya lepas. Karena saya sedang proses bercerai dengan suami saya," beritahu Airy.Yuda namp
Ferdinand saat ini sedang mengamuk kepada Dicky. Setelah ia diberhentikan dari jabatan CEO oleh kakeknya di perusahaan keluarga Arlyansyah, ia memilih fokus untuk mengembangkan perusahaan yang ia bangun secara mandiri tanpa campur tangan Gunawan. Ia bertekad mengembangkan perusahaan itu tanpa bayang-bayang keluarga Arlyansyah. Namun baru saja dirinya memenangkan tender, data-data dari perusahaan yang dimilikinya bocor karena keteledoran."Apa-apaan ini? Bagaimana bisa bocor data-data kita?" amuk Ferdinand pada Dicky.Ferdinand membanting lukisan yang ada di ruangan itu hingga hancur berkeping-keping. Ia melampiaskan emosinya disana. Dicky ketakutan melihat bosnya mengamuk seperti itu. Suasana di ruangan tersebut begitu mencekam."Kenapa kamu diam, Dicky? Apa alasannya?" teriak Ferdinand. "Maaf, Pak. Tapi ... saya tidak bisa mengendalikannya." Dicky menunduk dalam. Ia merasa takut dengan Ferdinand yang tak bisa mengendalikan emosi. "Lalu, apa gunanya saya mau bayar kamu? Hah?"Para k
Mobil hitam yang dikendarai oleh Airy berhenti di depan rumah sederhana milik sang ibu. Tepat di belakang, terdapat mobil dinas sosial yang ikut serta dengannya. Airy dan para petugas dinas sosial yang ikut serta, keluar bersama-sama dari mobil masing-masing.Airy melangkah mendekat ke arah mereka. "Sebentar saya panggilkan!"Wanita anggun itu dengan langkah tegas menaiki teras rumah. Sudah lama ia tak pulang ke rumah ini setelah menikah dengan Ferdinand. Ratih bahkan tidak memperbolehkan Airy untuk pulang ke rumah itu lagi. Bahkan setelah Airy memutuskan untuk bercerai dari Ferdinand, Ratih tak mengizinkan nya untuk tinggal di rumah itu lagi.Menghela napas, Airy mengangkat tangan dan mengetuk pintu. Tak membutuhkan waktu lama, pintu bercat putih itu dibuka oleh Ratih. Wanita paruh baya itu heran dengan kedatangan sang anak. "Kok kamu datang nggak bilang-bilang dulu?" tanya Ratih heran.Airy mengangkat bahunya cuek. "Bukankah ini masih rumahku?"Ratih melihat ada mobil lain yang dat
"Kenapa saya dipecat? Apakah saya melakukan kesalahan?" Wina tak terima dirinya diberhentikan."Saya kurang tahu. Tapi, saya rasa kamu tidak melakukan kesalahan. Dan ini, adalah permintaan dari Pak Gunawan," jawab Dion--- HRD di perusahaan keluarga Arlyansyah.Wina menghela napas kesal. Baginya, Kakek tua itu benar-benar menyebalkan. Padahal belum melihat bagaimana hasil kinerjanya. Karena selama ini ia bekerja sebagai sekretaris Ferdinand, tidak pernah melakukan kesalahan sedikitpun. Padahal tadi saat bertemu dengannya, Wina bersikap sopan pada Gunawan. Tapi Gunawan melayangkan tatapan tak suka padanya. Apakah Kakek tua itu memiliki selera sendiri untuk sekretaris yang bekerja dengannya? Atau memang, Gunawan hanya percaya pada orang-orang tertentu yang khusus?"Saya akan bicara padanya." Wina beranjak dari sana dan hendak menemui Gunawan diruangan nya. Tetapi Dion melarang Wina. Ia tak ingin dirinya mendapatkan masalah karena Ramli telah memberikan ultimatum kepada Dion agar tidak
"Jadi ... sekarang posisi kepemimpinan perusahaan, Pak Gunawan yang mengambil alih?" tanya kepala divisi keuangan pada rapat yang dipimpin oleh Gunawan.Gunawan mengangguk seraya tersenyum. "Benar. Apakah kalian tidak setuju saya kembali lagi ke sini?" Kepala divisi keuangan yang baru saja bertanya tersenyum seraya menggeleng tegas. Baginya, dan bagi semua karyawan yang bekerja di perusahaan keluarga Arlyansyah, tak akan mungkin mempermasalahkan soal siapa yang memimpin asal mereka mendapatkan hak-haknya sebagai karyawan secara adil. "Menurut kami, siapapun pemimpinnya kami tetap setuju. Karena baik Pak Gunawan maupun Pak Ferdinand sama-sama tahu bagaimana cara mengelola dan mengembangkan perusahaan ini."Gunawan melirik sekilas ke arah Ramli yang duduk tak jauh darinya. Pria paruh baya yang menggunakan tongkat itu memperhatikan semua orang yang berada di ruang rapat ini. Tak ada keberatan sedikitpun di wajah mereka mengenai pergantian CEO."Entah ini untuk sementara atau selamanya,