Arun kembali ke kamar, dia tanpa menyapa Aiska dan langsung saja pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Setelah itu naik ke atas ranjang.
"Juragan...Juragan," panggil Aiska memberanikan diri.Tak mendapatkan jawaban, Aiska mendekatkan diri ke arah ranjang."Juragan, bagaimana ini? Ais bingung," kata Aiska."Berisik, bingung apa lagi?" tanya Arun kesal karena terganggu. "Jangan mendekat lagi!" larang Arun.Aiska memberanikan diri untuk bicara, dia tak mau jika terus kepikiran soal permintaan orang tua Arun."Juragan, Bagaimana saya bisa hamil kalau kita tidak saling bersentuhan? Sementara keluarga Juragan menekan kita untuk segera mempunyai keturunan," kata Aiska."Sudah jangan pikirkan hal itu, lagi pula waktu satu tahun itu masih lama," ucap Arun. "lebih baik kamu segera tidur dan jangan ganggu aku lagi," Arun menutupi tubuhnya dengan selimut.Aiska kembali ke sofa dan berusaha untuk tidur walaupun dia sama sekali tak bisa memejamkan matanya. Sementara itu, terdengar dengkuran halus dari arah Arun berada.Semalaman Aiska tak bisa tidur, dia memikirkan syarat yang di minta oleh orang tua Arun. Apalagi tampaknya Arun tak ada niatan untuk menyentuhnya sama sekali. Sedih sungguh sedih, menikah dengan pria kaya tapi justru batinnya tersiksa.Pagi itu setelah sarapan, Arun mengantarkan sang mama pulang. Dia tak ingin sang mama terlalu lama menginap di rumahnya. Yang ada akan membuat Aiska semakin tertekan.Tok tok tokSuara pintu di ketuk dengan sangat kasar, Aiska terpaksa membuka pintu sendiri karena Bibi sedang merapikan meja makan.Saat pintu terbuka terlihat seorang wanita yang sangat cantik dan modis. Dia terlihat sangat elegan sekali dengan barang-barang branded yang dia pakai."Apa kamu wanita yang bernama Aiska?" tanya Wanita itu."Iya, saya. Mbak ini siapa?" tanya Aiska penasaran."Kenalkan saya Nesya, mantan istri Arun," jawab Nesya. "Ya ampun ternyata selera Arun makin rendah ya, dia cerai denganku malah mendapatkan istri wanita udik seperti dirimu," sambung Nesya.Aiska hanya diam saja, apa yang dikatakan oleh Nesya benar. Dia tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Nesya."Aku yakin, kamu gak akan betah jadi Istri Arun," kata Nesya. "Pasti kamu sudah tahu kalau keluarga Arun menginginkan keturunan segera. Dan jika kamu tidak berhasil hamil, maka kamu akan ditendang," sambung Nesya."Maaf, Mbak. Kalau Mbak ke sini ada perlu dengan Mas Arun dia sedang tidak ada di rumah," kata Aiska."Tidak, aku hanya ingin mengingatkan kamu Aiska. Arun dan aku masih saling mencintai, kami bahkan berencana untuk bersatu kembali setelah kalian bercerai," kata Nesya. "Sampai kapanpun, cinta Arun hanya untuk seorang."Entah benar atau tidak tapi Aiska merasa sakit hati mendengar Arun masih mencintai Nesya. Lalu untuk apa dirinya dinikahi? Sebagai penebus hutang? Atau sebagai pemberi anak saja?"Hahahha.... Ingat Aiska, kamu tidak akan bisa mendapatkan Arun. Karena Arun akan selamanya menjadi milikku walaupun raganya ada bersama kamu," ucap Nesya tersenyum lalu meninggalkan Aiska sendiri.Aiska duduk di sofa, dia tak dapat menahan air matanya. Dia keluarkan saja karena beban hidupnya terlalu berat."Pernikahan macam apa ini?" tanya Aiska mengusap wajahnya.Arun yang baru saja kembali dari rumah sang mama melihat Aiska menangis. Dia merasa kasihan tapi dia tak bisa berbuat apa-apa."Apa kamu menyesal menikah dengan ku? Sudahlah jangan lebay, kamu di sini hanya menuruti apa yang aku mau," kata Arun."Sampai kapan kita begini, Juragan? Ini terlalu berat bagiku. Tapi kamu tampak mengabaikan permintaan orang tuamu," kata Aiska. "Apa benar kata Mbak Nesya, kalau kamu tidak pernah mencintai aku, makanya kamu tak mau menyentuhku?" tanya Aiska.Arun melihat ke arah Aiska, "Nesya? Bagaimana kamu bisa tahu soal dia?" tanya Arun."Dia baru saja datang, dia bilang kalian masih saling mencintai dan akan menikah setelah Juragan menceraikan aku," jawab Aiska. "Lalu untuk apa aku Juragan nikahi?" tanya Aiska."Bukan urusan kamu, lagi pula kamu juga tahu aku menikahi kamu agar hutang orang tua kamu lunas," jawab Arun. "Soal aku dan Nesya kamu tak perlu tahu, itu bukan masalah buat kamu. Sekarang kamu bersiap saja, kita akan berangkat ke kampus kamu. Kamu harus melanjutkan pendidikan kamu," kata Arun.Dia tak memberi waktu Aiska untuk meminta penjelasan lebih lama. Aiska bersiap karena tak ingin membuat Arun marah. Sepanjang perjalanan ke kampus, Aiska berdiam diri. Dia menatap keluar jendela dan melihat kendaraan yang lalu lalang."Jangan pernah mengadu pada orang tuaku, kalau Nesya pernah datang ke rumah. Aku tidak mau terjadi keributan lagi," kata Arun.Aiska dapat melihat dengan jelas kalau Arun tak ingin Nesya disakiti keluarganya. Bahkan sampai rela berhubungan secara diam-diam.Mereka telah sampai di kampus, baru saja keluar dari mobil, Aiska melihat Farid dan Maya. Mereka terlihat baik-baik saja, Aiska mencoba bersikap santai tapi Farid malah mendekatinya."Ais, bagaimana kabarmu? Apa kamu bahagia dengan dia?" tanya Farid menunjuk-nunjuk Arun."Bukan urusan kamu, lebih baik urus saja hubungan kalian itu," bentak Aiska."Ais, ayo kita masuk!" ajak Arun menggandeng lengan Aiska masuk ke area kampus.Banyak sekali pasang mata memperhatikan mereka. Bukan Aiska yang di perhatikan melainkan Arun. Walaupun sudah tua tapi Arun masih gagah dan mempesona."Ais, siapa dia?" tanya salah satu teman Aiska."Saya Pamannya Aiska," jawab Arun. Arun tak mau jika semua orang tahu Aiska adalah istrinya. Selain tak ingin Aiska dicemooh karena menikah dengan duda tua."Aiska, Paman kamu cakep sekali. Udah punya istri belum? Kalau belum aku mau loh," kata teman Aiska."Dia udah punya istri, jangan genit," jawab Aiska.Aiska dan Arun masuk ke ruangan Dosen. Aiska akan melanjutkan kembali kuliahnya yang sempat tertunda beberapa semester.Farid di buat kesal melihat kedekatan Aiska, dia membentak Maya yang ada di dekatnya."Andai saja Ais tidak tahu hubungan kita, pasti dia akan menolak di nikahkan dengan pria tua itu," bentak Farid."Farid, lupakan Aiska! Ada aku yang selalu ada buat kamu. Aiska sekarang istri orang, jangan ganggu dia!" ucap Maya."Diam kamu, sampai kapanpun aku harus bisa dapatkan Aiska kembali," bentak Farid lalu menepis tangan Maya dengan kasar. "Kamu hanya pemuas nafsuku saja," kata Farid pelan di dekat telinga Maya.Sungguh sakit apa yang dikatakan Farid, Maya hanya bisa menahan air mata. Dia tak ingin kehilangan pria yang sangat dia cintai.Maya memikirkan cara agar Farid dapat melupakan Aiska. Apa yang akan dilakukan Maya?Di tempat kejadian, polisi ternyata menemukan barang bukti berupa korek api. Ternyata korek api itu milik pelaku penusukan Ningsih.Arun mendapatkan kabar dari pihak kepolisian, dia segera datang ke kantor polisi pagi itu."Bagaimana apa sudah ada info, Pak?""Benar dugaan Pak Arun. Pelakunya adalah Bram. Kami sudah memeriksa sidik jari dari barang bukti yang tertinggal."Pagi itu, polisi melakukan penangkapan terhadap Bram. Bram yang tidak tahu akan kedatangan polisi tidak bisa kabur."Pak Bram, anda kami tanggapi atas kasus penusukan Ibu Ningsih." Polisi itu memberikan surat penangkapan Bram."Jangan asal menuduh, Pak!""Kamu punya buktinya." Polisi lalu membawa Bram.Nesya yang hari itu hendak ke rumah Bram melihat penangkapan Bram. Dia pura-pura tidak melihat, dia tidak ingin di seret dalam kasus itu."Bodoh sekali dia, sampai ketahuan." Nesya merasa panik, dia takut Bram membuka suara.Sampai di kantor polisi, Bram tidak bisa mengelak lagi. Bukti sudah di tangan polisi, dan dia h
Arun siang itu datang ke rumah Aiska. Dia akan makan siang di sana karena sudah janji dengan Aiska."Mas, akhirnya kamu datang juga," ucap Aiska. "Tadi kamu ngerjain kerjaan rumah sendiri dong," kata Aiska."Ya iya mau gimana lagi, kamu kan harus temani ibu," kata Arun."Terimakasih, Mas. Kamu sudah pengertian," kata Aiska tersenyum.Mereka lalu makan siang bersama, setelah itu Aiska mengajak Arun ke pasar. Arun yang tidak biasa ke pasar merasa aneh. Apalagi di pasar cukup lama.Arun membantu Aiska membawa barang belanjaan karena belanjaan mereka cukup banyak. Karena tidak sanggup hanya berdua saja, Arun meminta bantuan kuli panggul yang ada di pasar untuk membantunya."Kamu Juragan Arun, kan?" tanya kuli panggul itu yang tampak mengenal Arun."Iya, Pak," jawab Arun."Kenapa Juragan ke pasar? Biasanya kan istri Juragan belanjanya di mall," kata kuli itu yang tidak tahu kalau Arun sudah tidak bersama Nesya."Dia bukan istriku lagi, Pak. Kami sudah lama bercerai. Sekarang dia yang istri
Aiska sadar dari pingsannya, dia menangis sesegukan. Dia tak menyangka jika bapaknya akan meninggalkan dirinya lebih cepat."Bu, apa yang terjadi sama bapak?" tanya Aiska."Bapakmu jatuh dari sepeda motor," jawab Ningsih sedih. "sepeda motornya mengalami rem blong," sambungnya.Aiska benar-benar kehilangan, dia sedih sekali. Arun, selalu menemani Aiska di sampingnya. Sampai pemakaman selesai, Aiska masih di sana."Mas, kamu pulang saja ya. Aku akan menginap di sini sampai tujuh hari bapak," kata Aiska."Iya, nanti malam aku balik lagi," kata Arun.Keluarga Arun ikut berbela sungkawa, mereka datang ke rumah Aiska sejak mendengar kabar kematian besannya itu."Aiska, kamu yang sabar ya. Jangan terlalu banyak pikiran, ingat kamu sedang mengandung,' pesan Nawang."Iya, Ma," ucap Aiska.Sore itu rumah tampak ramai karena saudara dan tetangga silih berganti mengunjungi rumah Aiska. Aiska juga melihat ada orang tua Maya yang datang. Hanya Ningsih yang menyambut mereka, Aiska memilih menyambut
Beberapa hari tinggal hanya berdua dengan Aiska membuat Arun menjadi tahu banyak hal tentang Aiska. Bahkan Arun mulai menerima Aiska. Sayangnya kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Nesya kembali mendatangi Arun, dia mulai menggoda Arun kembali."Arun, aku merindukan kamu," kata Nesya sore itu. Dia dengan berani mendatangi rumah Arun.Di sana ada Aiska juga tetapi Aiska memilih untuk diam saja. Dia ingin tahu, seberapa beraninya Nesya."Kita sudah tidak ada hubungan lagi," kata Arun. "lagian untuk apa aku memaafkan tukang selingkuh seperti kamu," sambung Arun."Arun, aku menyesal. Aku janji tidak akan mengulanginya. Percayalah Arun!" pinta Nesya.Nesya terlihat sangat sedih, tetapi Arun tak peduli."Pergilah dari sini! Jangan ganggu aku dan Aiska lagi," usir Arun mendorong Nesya agar keluar dari rumahnya."Arun....Arun...," panggil Nesya. Arun segera menutup pintu rumahnya. Dia enggan sekali bertemu dengan Nesya. Arun menatap Aiska yang sedari tadi diam."Kalau dia ke sini lagi
Setelah kepulangan Nawang dan Arman, Aiska masuk ke dalam rumah. Dia melihat Arun yang memainkan ponselnya di atas ranjang."Tega sekali mereka, ini pasti kerjaan kamu, kan," tuduh Arun."Bukan, Mas. Mereka sendiri yang melakukannya," kata Aiska."Bulshit..," ucap Arun kesal."Mas, itu cucian numpuk. Kemarin ibu belum sempat nyuci," kata Aiska.Arun dengan malas mengambil baju kotor di dalam keranjang dan membawanya ke tempat cuci. Aiska melihat Arun tampak kebingungan menggunakan mesin cuci."Ini di putar dulu, terus diisi air pakai selang ini. Masukin bajunya sama kasih detergen. Tunggu sampai airnya penuh," kata Aiska menjelaskan.Arun yang tak tahu menahu nurut saja dengan intruksi Aiska. Namun, Arun terlalu banyak memberikan detergen ke mesin cuci."Kebanyakan itu, Mas. Harusnya sedikit saja," kata Aiska sembari mengambili detergen yang belum tercampur dengan air."Ribet banget sih," gerutu Arun. "Setelah ini apa lagi tugasku?" tanya Arun."Sambil nunggu mencuci, kamu nyapu sama
Aiska sudah mendapatkan giliran untuk periksa. Alhamdulillah, kandungannya baik-baik saja. Nawang bersyukur sekali karena kandungan Aiska tidak bermasalah.Dokter memberikan obat mual untuk Aiska. Nawang sangat memperhatikan Aiska, sehingga apapun yang Aiska mau selalu dituruti."Aku heran kenapa Arun masih saja membenci kamu," kata Nawang. "Padahal kamu sudah mau hamil anaknya. Mama janji akan bantu kamu mendapatkan Arun," kata Nawang.Nawang meyakinkan Aiska agar tidak menyerah. Bahkan Nawang yakin jika suatu saat Arun akan mencintai Aiska."Terimakasih, Ma. Mama sudah meyakinkan Ais," ucap Aiska."Tadi kamu kenapa lama di kamar mandi?" tanya Ningsih.Aiska menceritakan kalau ada orang yang menguncinya di dalam kamar mandi. Tetapi dia tidak menyebutkan nama orang itu pada Nawang dan Ningsih."Sepertinya banyak yang memusuhi kamu, kamu harus hati-hati, Ais," kata Nawang mengingatkan."Iya, Ma," balas Aiska.Sampai di rumah, Arun sudah pulang. Dia tampak biasa saja saat melihat Aiska
Setelah Bram mendapatkan imbalan dari Nesya, dia segera menjalankan rencananya. Dia tak ingin melihat Arun bahagia, dia sudah diselimuti oleh perasaan dendam.Sore itu, Aiska biasa melakukan jalan sore di sekitar komplek. Aiska tidak pernah sendiri, ada pembantunya yang menemani dia."Bi, sore ini kok tumben sepi ya," kata Aiska melihat jalanan yang tidak ada orang berlalu lalang seperti biasanya."Mungkin belum pada pulang dari kerja, Non," ucap pembantu Aiska.Mereka berjalan menuju ke taman, sering jalan bisa mempermudah persalinan. Aiska ingin melahirkan secara normal san lancar. Maka dari itu setiap sore dan pagi dia jalan santai.Saat hendak menyebrang, dari arah lain ada mobil yang melaju dengan kencang. Mobil itu hampir saja menabrak Aiska. Namun, pembantunya justru yang tertabrak karena menghalangi Aiska.BrakkTubuh pembantu itu berguling di aspal, sementara mobil yang menabrak langsung pergi. Aiska yang shok langsung terduduk lemas. Melihat sang pembantu tak sadarkan diri,
"Sialan....," teriak Nesya sembari membanting ponselnya ke lantai. "Suara itu menjijikan sekali, ini pasti ulah wanita kampungan itu," kata Nesya.Desahan Aiska dan Arun masih terngiang di telinga Nesya. Dia tak bisa memejamkan mata, dia tak bisa tidur. Dia memilih untuk mendatangi Aiska di rumah Arun.Sampai di rumah Arun, lampu sudah padam. Kemungkinan sudah pada tidur.Nesya menggedor pintu rumah Arun, lampu menyala. Dan Arun membuka pintu."Aku sudah yakin kalau kamu yang datang," kata Arun."Mana wanita kampungan itu, dia sengaja memamerkan kemesraan itu kan," kata Nesya."Sayang, siapa?" tanya Aiska yang muncul di belakang Arun. Aiska memakai piyama tidur, dia terlihat lebih cantik dari Nesya. "Oh kamu, udah dengar ya tadi. Ups pasti kepanasan," kata Aiska."Kurang ajar kamu," pekik Nesya hendak meraih rambut Aiska. Namun, Arun melindungi Aiska."Pergi! Jangan buat keributan di sini!" usir Arun."Gak, aku gak akan pergi," kata Nesya menerobos masuk ke dalam namun dihalangi Arun.
Arun berdiri di ambang pintu, ternyata dia menyusul Aiska ke rumah sang mertua."Juragan, silahkan masuk!" perintah Pardi.Arun masuk, dia duduk di kursi tunggal dekat Sinta. "Jangan pernah sangkut pautkan Aiska dengan masalah Maya. Aku gak akan tega Aiska dekat kembali dengan Farid," kata Arun. "Harusnya Maya malu, dia sudah menyakiti Aiska, tetapi masih saja ingin meminta tolong," kata Arun."Juragan, aku mohon! Hanya Aiska yang bisa membantu Maya," kata Sinta memohon penuh iba."Itu semua salah Maya sendiri. Dia yang sudah melakukan kesalahan jadi resikonya buat dia tanggung sendiri," kata Arun. "Lagi pula sekarang Aiska bukan lagi teman Maya," lanjut Arun.Pardi akhirnya angkat bicara, dia yang sejak tadi menyimak akhirnya bersuara."Aku yakin ada cara lain, tanpa melibatkan Aiska. Lagi pula Aiska juga sudah punya kehidupan sendiri. Jangan ganggu dia lagi!" ucap Pardi."Aiska, Ibu mohon bantu Maya," kata Sinta."Maaf, Bu. Aiska gak bisa," kata Aiska."Ibu.. ngapain sih ke sini? M