Hailey terhenyak mendengar ucapan tersebut. Rasa terjebak dan bingung semakin menguat di hatinya. “Apa maksudmu, Mom? Aku tidak mengerti.”
Penelope menatap Hailey dengan penuh kesedihan. “Aku tahu ini mungkin terasa tidak adil bagimu. Namun keluarga Brantley telah banyak membantumu, dan kami berharap kau bisa membalas budi dengan menikah dengan anggota keluarga Cameron menggantikan Evangeline. Aku tahu ini bukanlah jalan yang kau inginkan, tapi ini adalah pengorbanan yang harus kau lakukan untuk membayar utang budi.”
Hailey menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. “Tapi Mom, bukankah ini tidak adil? Kenapa harus aku yang berkorban? Aku merasa dijebak.”
Penelope menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Aku tahu, Hailey. Namun, pernikahan ini sangat penting untuk kelangsungan keluarga Brantley.”
Hailey merasa amarah dan kesedihan bercampur menjadi satu. “Aku mungkin bisa menerima jika aku sudah diangkat anak oleh keluarga Brantley dan aku pasti membalas budi pada keluarga Brantley yang telah mengadopsiku. Namun aku tidak pernah membayangkan harus mengorbankan kebahagiaanku sendiri seperti ini.”
Penelope mengelus tangan Hailey dengan lembut. “Kamu harus terima kenyataannya, Hailey.”
Hailey merasakan hatinya terasa hancur, dia bertekad untuk menghadapi tantangan ini dengan keberanian dan harapan, mencoba menemukan jalan untuk meraih kebahagiaan meskipun semuanya terasa begitu menekan.
***
Hailey merasakan detak jantungnya semakin cepat ketika dia berdiri di depan pintu gereja. Dengan tangan gemetar, dia menggandeng lengan George, sang ayah yang tampak tegas tetapi penuh perhatian. Pemikiran tentang pernikahan yang segera terjadi membuat Hailey semakin cemas.
George, yang sepertinya merasakan kegelisahan Hailey, menundukkan kepalanya sedikit dan berbicara pelan, “Kau akan baik-baik saja, Hailey. Ingat, ini semua untuk keluarga.”
Hailey tersenyum sinis. “Keluarga? Apa kamu yakin semua ini untuk keluarga, Dad?”
“Hailey!” George memanggil dengan nada egas.
“Aku hanya ingin bertanya padamu, Dad. Apakah selama ini kebaikan yang kudapatkan darimu hanyalah untuk hal ini? Agar aku mau menjadi tumbal bagi keluarga ini?” Hailey ingin sekali mengetahuinya,
“Hailey, baik aku atau ibumu tidak pernah merencanakan ini. Bahkan jika kami merencanakan ini semua, kami sudah mengajukanmu sejak awal. Namun aku dan ibumu tetap mengajukan Evangeline. Sayangnya Evangeline memilih kabur.” George berusaha membuat Hailey mengerti.
Wanita itu terdiam. Dia membenarkan ucapan ayahnya. Jika memang keluarga Brantley sengaja menumbalkan dirinya sejak awal, pasti sejak awal pernikahan ini akan dirancang atas nama dirinya. Namun Hailey menghalau pikiran tersebut. Dia tidak mau mudah percaya begitu saja dengan ayahnya ataupun anggota keluarga Brantley lainnya.
“Hailey, selama ini aku selalu memberikanmu kehidupan yang layak dan barang-barang yang kamu inginkan. Namun kali ini tidak bisakah kamu membantuku Daddy dan Mommy? Kami tidak punya pilihan lain dan hanya kamu satu-satunya harapan kami. Karena itu, kamu mau ‘kan menggantikan Evangeline untuk menikah?” George kembali berusaha meyakinkan Hailey.
Hailey mengangguk lemah. “Baiklah, Dad. Anggap saja apa yang aku lakukan ini untuk menebus semua yang keluarga Brantley lakukan untukku.”
Hailey tahu bahwa menikah dengan anggota keluarga Cameron adalah satu-satunya cara untuk membalas budi pada keluarga Brantley yang telah mengadopsinya. Namun, dia tidak bisa menghilangkan rasa terjebak yang semakin kuat.
Kegelisahan masih menyelimuti Hailey. Ia sudah mendengar desas-desus tentang calon suaminya—jelek dan tua. Pikiran itu terus menghantuinya, membuatnya semakin cemas menjelang pernikahan ini.
Aku akan baik-baik saja. Aku hanya perlu menjalani semua ini. Gumam Hailey menyemangati diri sendiri.
Ketika pintu gereja perlahan terbuka, Hailey menarik napas dalam-dalam, berharap bisa menenangkan dirinya.
Saat pintu terbuka sepenuhnya, Hailey tertegun. Di atas altar berdiri seorang pria tampan, jauh berbeda dari gambaran jelek dan tua yang dia bayangkan. Dengan rambut cokolat itu memiliki mata abu-abu yang menawan. Pria dengan tinggi 192 sentimeter itu memiliki tatapan yang tajam dan wajah yang tegas tetapi menawan. Matanya yang dalam dan penuh keyakinan membuat Hailey terpesona sejenak.
Pendeta memulai upacara dengan suara khidmat, tetapi Hailey hampir tidak bisa fokus. Pikirannya masih berputar tentang betapa berbeda dan menariknya Mathias dibandingkan dengan apa yang dia dengar sebelumnya.
Ketika tiba saatnya mengucapkan janji pernikahan, Hailey merasa jantungnya berdetak kencang. Hailey merasakan beban di dadanya semakin berat. Ia menatap Mathias, yang balas menatapnya dengan tatapan penuh pengertian.
“Apakah kau, Evangeline Brantley, bersedia menikah dengan Mathias Cameron, untuk mencintai dan menghormatinya sepanjang hidupmu?” tanya pendeta.
Hailey menelan ludah karena bukan namanya yang disebut karena hanya keluarga Brantley saja yang tahu jika Evangelin digantikan olehnya. Kemudian dia mengangguk. “Aku bersedia,”
Mathias tersenyum, lalu mengucapkan janji pernikahan dengan suara lembut tapi tegas. “Dan apakah kau, Mathias Cameron, bersedia menikah dengan Evangeline Brantley, untuk mencintai dan menghormatinya sepanjang hidupmu?”
Mathias menatap Hailey dengan penuh keyakinan. “Aku bersedia.”
Pendeta mengumumkan mereka sebagai suami istri, dan Hailey merasa ada harapan baru di tengah kebingungan dan kegelisahannya. Meskipun awalnya terasa seperti sebuah jebakan, kini ada kemungkinan kecil bahwa pernikahan ini bisa menjadi sesuatu yang indah.
Setelah pemberkatan pernikahan selesai, Hailey merasa kebingungan saat Mathias segera membawanya keluar dari gereja. Tidak ada pesta pernikahan, tidak ada resepsi. Hailey mengikuti langkah suaminya yang baru dengan perasaan campur aduk. Mathias memang tampan, tetapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Hailey merasa takut.
Di dalam mobil, Hailey mencoba untuk tetap tenang. “Apa kita akan langsung ke rumahmu?” tanyanya, mencoba memecah kesunyian yang menegangkan.
Mathias hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. Ketegangan semakin terasa. Hailey merasakan kecemasan merambat dalam dirinya, tapi dia berusaha menyembunyikannya di balik senyuman tenangnya.
Sesampainya di mansion besar milik Mathias, Hailey terpesona oleh kemegahan bangunan itu. Namun perasaan kagum itu segera tergantikan oleh rasa takut ketika Mathias membawanya masuk dengan langkah cepat dan tegas. Mereka berjalan melalui lorong panjang yang sepi, lalu berhenti di depan sebuah kamar.
Mathias membuka pintu kamar dan hampir mendorong Hailey masuk. Ia mengunci pintu di belakang mereka, dan seketika suasana menjadi semakin menakutkan. Mathias mendekati Hailey dengan langkah perlahan, menyudutkannya ke dinding.
Hailey menelan ludah, jantungnya berdebar kencang. “Mathias, ada apa?” tanyanya dengan suara gemetar, meskipun dia berusaha keras untuk terdengar tenang.
Mathias menatapnya tajam, dengan suara yang penuh intimidasi, dia berkata, “Kau bukanlah putri pertama keluarga Brantley. Berani sekali kau menikah denganku!”
Hailey terkejut. “Apa maksudmu?” tanyanya dengan suara bergetar. “Aku memang bukan Evangeline, tapi aku tidak pernah bermaksud menipu siapa pun.”
Mathias mendekatkan wajahnya, membuat Hailey semakin merasakan ketegangannya. “Keluarga Brantley berhutang banyak padaku, dan mereka berpikir bisa menggantikan putri pertama mereka denganmu. Namun jangan pernah berpikir aku tidak tahu siapa kau sebenarnya.”
Kata-kata itu menusuk begitu dalam. Menghujam ke dalam hatinya. Hailey tidak bisa membantah. Meskipun hatinya penuh dengan kemarahan mendengar ucapan Sarah dan Amara, dia memilih diam, menahan diri agar tidak memperburuk suasana.Amara menatapnya dengan senyum meremehkan dan berkata, “Hailey pasti terlalu malas untuk bangun pagi. Lihat saja, Aunty, betapa tidak pantasnya dia menjadi istri Mathias.”Sarah menambahkan dengan nada menghina, “Wanita pemalas seperti Hailey seharusnya tidak menjadi istri putraku. Dia tidak tahu bagaimana harus bertindak sebagai bagian dari keluarga Cameron. Dia lebih cocok jadi pelacur di bar, kan?”Amara tertawa kecil dan mengangguk setuju. “Kau benar, Aunty. Hailey benar-benar menantu yang tidak berguna. Mathias pantas mendapatkan yang lebih baik. Untuk apa menikahi wanita yang hanya bisa menggoda di ranjang? Bukankah itu akan berbahaya jika dia malah menggoda pria lain? Ups!”Hailey hanya bisa menahan diri, menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air
Matahari perlahan mulai naik, sinarnya yang hangat merambat melalui jendela kamar. Merasakan kehangatan yang menyentuh kulitnya, Hailey terbangun. Matanya perlahan terbuka, tapi Mathias tidak lagi ada di sampingnya. Ranjang yang kosong di sebelahnya membuat hati Hailey terasa berat, kecewa.Dia bertanya-tanya, “Apakah Mathias sudah pergi meninggalkan aku begitu saja? Lagi?” Hailey mendesah panjang. “Dia selalu pergi tanpa mempedulikanku. Sebenarnya kenapa dia tidak mau melepaskanku?”Hailey duduk di ranjang, mengusap wajahnya yang masih sedikit mengantuk. Tatapannya beralih ke jendela. Matahari sudah tinggi. Dia terkejut dan segera berkata pada dirinya sendiri, “Aku harus segera bersiap-siap. Mungkin sebentar lagi Mathias akan mengagakku untuk pulang.”Dia turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Air dingin yang menyentuh kulitnya membuatnya sedikit terjaga dari rasa cemas yang menghantui pikirannya. Setelah selesai, Hailey mengenakan pakaian den
Apa katanya?Ronde kedua?Apa Hailey tidak salah dengar?Demi apapun, Hailey lelah!Orang gila mana ... orang gila mana yang sudah menyetubuhinya selama lebih dari satu jam untuk ronde pertama, dan sekarang meminta ronde kedua? Hailey panik.“Tidak, tidak ....” Hailey berbicara spontan, tapi suaranya mencicit karena takut Mathias tidak bisa menerima jawabannya. “Aku ... aku ... tidak bisa.”Hailey yang tidak suka dengan gagasan untuk ronde kedua langsung menolak Mathias. Saat melihat reaksi Hailey seperti itu, Mathias menarik napas. Dia bersedekap sambil menatap Hailey dengan tatapan tidak senang. Tentu saja tidak senang, Mathias sudah tegang dari tadi. Kejantanannya sudah siap untuk menggempur Hailey. Tapi wanita itu malah bilang tidak ada ronde kedua?"Maafkan aku, Mathias. Tapi aku tidak bisa," Hailey berkata dengan suara lirih karena begitu takut dengan reaksi yang ditunjukkan Mathias karena penolakannya.Persetan!Mathias memicingkan matanya menatap dengan alis terangkat. "Apa ma
Napas Mathias terengah-engah setelah dirinya mencapai puncak kenikmatan yang mengguncang tubuhnya. Saat dia ambruk dan menimpa Hailey, Mathias menyangga tubuhnya dengan tangan. Hailey tampak begitu menawan dan menggoda dengan keringat di sekujur tubuhnya yang putih mulus. Dengan senyuman miring, Mathias menatap Hailey yang baru membuka matanya, masih meresapi sisa kenikmatan yang baru saja mereka capai.“Apakah kau menikmatinya, Hailey?”Hailey menoleh, berusaha menghindari Mathias. Akan tetapi pria itu sama sekali tidak mau melepaskannya. Mathias menangkup wajah Hailey, kemudian mendaratkan ciuman padanya. Secara paksa menyusupkan lidahnya ke dalam mulut Hailey dan menjelajah di sana. Tangannya dengan aktif kembali meremas-remas payudara sintal wanita itu.Aneh, Hailey sangat lelah, tapi sentuhan kecil itu membuat Hailey kembali menginginkannya.“Ma- Mathias .... akh, hen ... hentikan, kumohon ...” Hailey memohon dengan suara bergetar di antara desahannya yang terdengar seksi dan mer
Mathias terperangah mendengar alasan Hailey mengapa dia begitu takut padanya. Selama ini, dia memperlakukan Hailey sama seperti orang lain, tanpa menyadari bahwa sikapnya itu telah membuat wanita itu begitu takut padanya. Mathias mendadak terdiam, matanya menerawang jauh. Dia merenung dalam-dalam, berusaha memahami perasaan Hailey.Pertanyaan berputar-putar dalam pikirannya,. pa benar yang dikatakan Hailey? Apakah dia benar-benar seburuk itu? Mathias tidak tahu. Selama ini tidak ada yang memberitahukan padanya bahwa tatapan matanya membuat orang takut.Pikirannya melayang kembali ke momen-momen ketika dia bersikap kasar kepada Hailey. Saat di pesta, dia menggenggam tangan Hailey dengan keras, nyaris mencederainya. Mathias merasa hatinya tersayat mengingat bagaimana dia melampiaskan kemarahannya tanpa mempertimbangkan perasaan Hailey.Rasa bersalah semakin dalam menguasai hatinya meskipun dia sudah minta maaf. Selama ini, dia terlalu fokus pada pekerjaannya, pada ambisi balas dendamnya
“Bagaimana Hailey?” Sarah memojokkan Hailey dan mengulangi pernyataannya tadi, “aku sudah bilang tidak suka padamu, kau menikahi putraku secara diam-diam. Aku juga sudah punya calon istri untuk Mathias.”“Y- ya?” Hailey tidak bisa menjawab kata-kata lain, kerongkongannya tercekat.Sarah melanjutkan dengan nada bicara yang tajam. “Bercerailah dari Mathias.”Melihat ketegangan itu, Mathias langsung menghentikan ibunya yang hendak mengintimidasi Hailey kembali. Mathias mengenal betul sifat ibunya. Dia tidak akan berhenti membahas masalah ini jika tidak dihentikan.“Mom, sudah cukup. Tolong jangan bahas soal ini lagi,” kata Mathias dengan tegas. “Aku tidak akan bercerai dari Hailey.”Sarah mendengus tidak percaya mendengar ucapan Mathias. Dia semakin kesal karena putranya itu menghalangi dirinya untuk menyadarkan Hailey agar dia tahu diri.Sarah menatap putranya dengan dingin. “Memang apa yang sudah Mom lakukan, Mathias? Mom hanya mengutarakan pendapat saja. Setiap orang berhak berpendapa