Bab: 7 Laura duduk di tepi ranjangnya, ia mulai mengalihkan edaran pandangannya pada Alvaro, pria itu terlihat begitu sibuk di depan laptopnya, padahal mereka sedang berada di puncak, bisa-bisanya Alvaro masih menyelesaikan tugasnya yang di kantor. Laura yang merasa bosan, tidak sengaja mengamati sisi samping wajah Alvaro yang sedang berkutat dengan laptop, Laura akui wajah Alvaro begitu terpatri sempurna. hidungnya yang mancung, memiliki rahang yang tegas, manik mata kecoklatan, kulit sawo matang, pria bertubuh tinggi dan tegap itu benar-benar mencerminkan seorang pria dewasa yang gentleman. Tiba-tiba saja netra mereka saling bersobok, kedua insan itu lantas saling membuang muka sedetik setelahnya. "Shit!" umpat Alvaro tiba-tiba, namun matanya masih menatap layar laptopnya. Laura wanita berhijab itu mengeryit mendengar ucapan Alvaro yang jauh dari kata sopan, ia sedikit tersinggung dengan kata-kata itu. Laura lantas mengerucutkan bibirnya. "Sangat tidak ramah, bintang satu
Bab: 8 "Andy, kamu udah pulang?" tanya Bella yang merasa kaget dan tidak percaya jika orang yang begitu dicintainya, akhirnya datang menemuinya. "Ya, ini aku Bella," kata Andy tersenyum kepada Bella. Bella dengan senang hati mempersilahkan Andy masuk kerumah, kebetulan Eliza juga datang menyambut kehadiran Andy, calon menantu. Andy pun langsung masuk dan duduk di kursi sofa ruang tamu, sedangkan Eliza langsung bangun hendak menyiapkan cemilan dan juga menghidangkan minuman. Bella tampak senang dengan mata yang berbinar menatap kekasih hatinya, "Andy, kenapa nggak ngabari aku, kalau kamu kesini?" tanya Bella menatap wajah tampan Andy. "Jika aku memberitahumu, bukan kejutan namanya." "Lagian kenapa kamu jarang banget ngabari aku? padahal aku begitu merindukanmu." "Maaf, aku sedang menjalankan tugasku sebagai Abdi negara di Papua. Tolong maklumi jika ponselku sering tidak aktif." Bella tampak menghembus nafas berat, "Baiklah." Tidak lama kemudian, Eliza membawaka
Bab: 9 "Dia tidur disini, aku harus tidur dimana?" gumamnya. "Tidak mungkin jika aku tidur di kamarnya, terkesan kurang sopan," ucapnya lagi yang merasa tidak enak jika masuk ke kamar orang lain, meskipun rumah ini adalah miliknya. "kak, bangun. Ini kamar aku," kesal Laura yang membangunkan Alvaro, namun Alvaro tidak ingin beranjak bangun sama sekali. "Eh, malah tidur lagi." Rasanya Laura sudah tidak punya tenaga, untuk membangunkan Alvaro lebih lama lagi, matanya sudah mulai mengantuk akibat menangis, karena tidak mungkin tidur di kasur bersama Alvaro, akhirnya Laura memilih tidur di lantai kamar saja. Pasalnya Alvaro memborong tempat tidur sendirian, tidak memberi ruang untuk Laura tidur sama sekali, meskipun masih siang hari, namun kantuk mulai menguasai mereka. Laura mengambil selimut tebal sebagai alas untuk tidur, dan mengambil satu bantal lagi yang tidak digunakan oleh Alvaro. Laura langsung berbaring di lantai berlapiskan selimut, dan mulai memejamkan ked
Bab: 10 Alvaro memainkan ponselnya di ruang tamu, sesekali ia melirik sudut kiri atas ponselnya, dan waktu ternyata sudah menunjukkan jam tujuh malam. Ia berdecak kesal, bayangan tadi sore di kamar Laura masih terlintas di kepalanya. Sebisa mungkin Alvaro membuang jauh-jauh bayangan tadi sore itu, agar tidak terus kepikiran nantinya. Sebenarnya Alvaro ingin memanggil Laura, karena ada hal yang ingin ia bahas, namun ia merasa tidak enak kepada Laura setelah kejadian tadi sore. Tidak ada cara lain, akhirnya Alvaro memanggil Kiki. "Ki, Kiki.." panggil Alvaro "Iya pak bos, Kiki hadir untukmu pak bos," jawab Kiki yang langsung berlari tergopoh menghampiri sang Tuan. "Panggil Laura untuk menemui saya di ruang tamu, sekarang juga, nggak pake lama!" titah Alvaro "Siap pak bos," ucap Kiki tersenyum sambil menatap Alvaro penuh selidik. "Jangan aneh-aneh pikiran kamu, Ki," sela Alvaro yang tahu betul isi pikiran asisten rumah tangganya itu. "I-iya pak, Kiki gak mikir macem-
Bab: 11 Suasana malam semakin larut, kebetulan hujan sangat deras, petir saling bersahutan dengan suara yang begitu keras, membuat Laura tidak dapat tidur dengan tenang dan merasa ketakutan, Laura memang sedikit penakut. Dulunya ketika petir dan hujan serta angin kencang, sang ayah selalu menemaninya tidur, namun jika sudah dewasa sebelum menikah, maka ia akan menginap dikamar sang ibu dan tidur sampai cuaca di luar benar-benar aman. Setelah cuaca di luar aman, ia akan kembali dan tidur di kamarnya sendiri. Namun berbeda halnya dengan sekarang, ia merasa ketakutan sendiri, berharap lampu tidak padam karena angin cukup kencang disertai hujan, dan petir. "Tidak mungkin aku meminta kak Al untuk menemaniku, dikiranya aku mengambil kesempatan," lirihnya dengan suara ketakutan. Laura duduk sambil memeluk dirinya sendiri di tepi kasur, tiba-tiba saja terlintas Kiki di pikirannya, "sebaiknya aku numpang tidur di kamar kiki, atau aku ajak Kiki aja tidur di kamarku," batin Laura.
Bab: 12 Di perusahaan AL, Alvaro sedang melakukan aktivitasnya di kantor, pria pekerja keras itu begitu gigih dalam bekerja juga sangat disiplin serta bertanggung jawab dalam pekerjaannya yang belum selesai. Namun tiba-tiba saja Alvaro kepikiran tentang Laura. "Gimana keadaannya sekarang? apa dia sudah mendingan dari pada semalam?" batin Alvaro bertanya-tanya. Ingin menanyakan langsung kepada Laura, namun ia khawatir jika Laura akan merasa dirinya di khawatirkan dan Laura akan merasa GR, pikirnya. Alvaro langsung memutar otaknya demi mengurangi rasa kekhawatirannya kepada Laura. Alvaro Berpikir sejenak sambil mengetuk-ngetuk meja dengan bolpain-nya. Alvaro tersenyum tipis, lalu segera meraih dan membuka iPad yang berlogo apel tergigit. Ia mulai mengakses cctv yang berada dirumah, Alvaro langsung memasang handset sekaligus ingin mendengar percakapan. Disana terlihat Naura yang memaksa Kiki agar kiki mengizinkannya membantu melakukan pekerjaan rumah, Kiki pun terpaksa mengi
Bab: 13 Malam harinya. "Pak bos, Bu bos.." Teriak Kiki terdengar heboh. Mendengar suara teriakan Kiki, Laura langsung bangun dari tempat tidurnya, dan mencari tahu ada apa gerangan dibalik kehebohan Kiki. sama halnya dengan Alvaro yang langsung mencari tahu apa yang terjadi setelah mendengar suara cempreng Kiki penuh dengan kehebohan. "Ada apa Ki? malam-malam teriak heboh?" tanya Alvaro yang sudah keluar dari kamarnya. Kiki menghampiri Alvaro dan Laura yang kebetulan kamar mereka bersebelahan, keduanya saling berdiri di depan pintu kamar masing-masing. "Pak bos, Bu bos, Tuan dan nyonya menunggu kalian di bawah," ujar Kiki memberitahu. Alvaro mengerutkan keningnya, "Papa dan mama?" tanya Alvaro memastikan "Benar sekali pak bos" "Tumben mama dan papa kerumah malam-malam," batin Alvaro yang melihat ke arah jam dinding yang tiada berhenti berdetak. "Masih jam 8 malam," batin Alvaro yang kemudian segera pergi menemui kedua orangtuanya. Melihat Alvaro yang turun
Bab: 14 Pagi harinya, Alvaro sudah bersiap-siap berangkat ke Singapur, dengan setelan kemeja berwarna maron dan celana hitam, tidak lupa tali pinggang bermerek terkenal yang melingkar di pinggangnya, membuat kharisma seorang Alvaro begitu kentara sekali, wajah tampan dan badan yang kekar menciptakan aura khas dari seorang Alvaro. Melisa, Yoga, kemudian di susul oleh Alvaro, mereka bertiga sudah berada di meja makan untuk sarapan bersama, namun mereka belum memulai sarapan, karena menunggu kedatangan Laura. Tiba-tiba bunyi roda berjalan, mampu menyita perhatian mereka yang berada dimeja makan, mereka menoleh kebelakang, ternyata Laura sudah datang dengan menyeret koper. kini mereka bertiga fokus menatap Laura yang tampak memukau dibalik hijab pink yang senada dengan pakaiannya. senyuman manis, wajah anggun yang terlihat polos mampu membuat hati mereka menghangat. Tersadar, telah menatap Laura sedikit lama, akhirnya Alvaro berdehem agar sarapan pagi segera dimulai. "Ekhm, k
Bab: 75 "Ajarkan aku Islam." Deg! Nayra tersentak kaget ketika mendengar ucapan Arsen. Segera Nayra membalikkan badannya dan menghadap ke arah pria tampan dengan ekspresi yang cukup serius. "Apa aku tidak salah dengar?" tanya Nayra dengan raut wajah serius sekaligus merasa tak percaya dengan kalimat yang baru saja ia dengarkan. Nayra menatap tegas Pria di hadapannya ini, pertanda hal ini bukanlah perkara main-main. "Apakah kamu yakin?" tanyanya serius. "Aku yakin, dan aku sudah memikirkannya matang-matang." "Atas dasar apa kamu ingin melakukannya? Apakah kamu mencintai seseorang yang berbeda keyakinan denganmu? sehingga kamu melakukan ini agar kalian dapat bersama?" Arsen terdiam, "Tidak, tapi aku sudah yakin dengan pilihanku, dan aku sudah mempelajari tentang Islam sejak satu bulan yang lalu," ujarnya dengan serius. Seketika Nayra menghela nafas lega, kemudian dia tersenyum kepada Arsen, sangat cantik membuat Arsen seolah terhipnotis oleh kecantikan Nayra.
Bab: 74 "Mereka tinggal di tempatnya masing-masing, karena burung milik langit, ikan milik lautan. Mereka bisa saling menatap, tapi tidak bisa bersama. Cinta bukanlah keajaiban ia tunduk pada hukum alam, jika burung memaksa menyelam, ia akan tenggelam. Jika ikan mencoba terbang, ia akan jatuh dan mati. Cinta harus punya tempat, burung butuh udara, ikan butuh air. Dan tidak semua yang jatuh cinta di takdirkan untuk bersatu," Gumam Arsen sambil memikirkan kata-kata Nayra dan juga pertanyaan dari Zacky tadi. "Maknanya begitu dalam," lirihnya. Arsen tampak berpikir keras, ia mondar mandir dan meraih ponselnya sambil membaca beberapa artikel yang telah ia pelajari dalam satu bulan belakangan ini. "Tidak mungkin untuk bersatu bukan berarti mustahil untuk tidak bisa bersama," gumamnya lagi. "Arsen," panggil seseorang yang suaranya begitu familiar di pendengaran Arsen. "Papa," lirihnya. Papa kim langsung duduk di sofa yang tersedia di ruangan sang putra. "Tumben papa ke
Bab: 73 "Wah, wah, gak bisa dibiarin nih," ujarnya tampak tak percaya. "Terus kamu terima gitu aja kak?" tanyanya merasa tak percaya. "Tentu saja aku menerimanya adikku yang manis, lagian kakak ini punya adik tapi gak pernah di beri bunga, cokelat atau hal manis yang lainnya," katanya berpura-pura kesal. "Wait, baiklah. Mulai sekarang adik kesayangan mu ini akan memberikan apapun yang kakak ku tercinta inginkan, asalkan tidak menerima pemberian dari pria cerewet itu." Nayra memutar mata malasnya. "Mulai kambuh lagi nih posesifnya, syukurnya Daddy gak ada disini, bisa-bisa aku akan menghadapi dua pria posesif tingkat akut ini," batinnya. "Baiklah, kakak mu yang cantik ini ingin beristirahat sejenak, bye adik manjaku." Zacky tercengang melihat sang kakak yang meninggalkannya gitu aja. "Kak, kok main ninggalin gitu aja sih," kesalnya. Wajah zacky kelihatan asam dan bibirnya sedikit berkerucut, lalu ia langsung berlalu pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya terle
Bab: 72 "Shit! siapa yang memberi bunga cantik ini untuk kakak ku, tidak mungkinkan jika pria itu yang memberikannya," gumam Zacky sembari menatap ponselnya. [Tunggu adik tampan mu ini pulang, aku akan bertemu dengan seseorang itu, jangan katakan jika dia seorang pria. Jika dia pria yang mencintai mu, tentu saja dia harus melewati seleksi dari ku] Ting! Nayra langsung membaca pesan dari Zacky. Nayra cekikikan membaca pesan tersebut. "Bagaimana jika dia tau kalau bunga ini dari Arsen," gumam Nayra. "Benar-benar adik posesif," batinnya. Sementara itu di luar kota, Zacky akan pulang besok hari, namun tetap saja dia terus memikirkan siapa yang memberi bunga terhadap sang kakak. Zacky tampak mengetuk-ngetuk meja sembari berpikir, apakah sang kakak telah memiliki kekasih diam-diam? atau hanya penggemar rahasianya? "Nggak mungkin kalau kakak pacaran, karna umma dan Abi sudah sedari dulu mewanti-wanti untuk tidak berpacaran," gumamnya. "Ah, bodoh amat, pokoknya aku harus i
Bab: 71 Dua bulan telah berlalu.. "Apakah kamu dapat merasakannya?" tanya Nayra yang sedang melakukan terapi khusus pada Arsen. Arsen menatapnya dalam, air mata mulai mengenang di pelupuk matanya. "Ya, aku bisa merasakannya," lirihnya dengan gemetar. "Alhamdulillah," gumam Nayra. "Bersabarlah, insya Allah tidak lama lagi kamu sudah bisa berjalan," kata Nayra penuh haru, akhirnya ia telah berhasil mengobati pasien lain selain dari sang ibu. Arsen mengangguk. "Terimakasih,"ujarnya. "Tidak perlu berterimakasih, sudah tugasku untuk mengobati pasien yang membutuhkan bantuan ku." "Lagian, kita akan melihat hasil akhirnya, aku berharap kamu dapat berjalan kembali," lanjut Nayra. Arsen terdiam, dia tidak berkata lagi, pikirannya berkecamuk, tapi dia menatap Nayra dengan tatapan yang sulit di artikan. Malam ini Nayra sendirian tanpa di temani oleh sang adik, karena Zacky sudah berangkat ke luar kota mengenai urusan pekerjaan, terpaksa Nayra harus sendiri mendatangi
Bab: 70 Tepat rapat sudah selesai, Nayra juga ikut keluar dari kafe dan ikut tertawa cekikikan atas apa yang terjadi di dalam, rasanya dia puas sekali menjahili pasien julidnya itu. Prilly yang sudah mengetahui apa yang terjadi, dia ikut tertawa terpingkal-pingkal akibat kejahilan kakak beradik itu. Zacky menghampiri sang kakak lalu saling bertos ria dan tertawa, Namun ekor mata Zacky yang begitu teliti tidak sengaja melihat kehadiran Arsen yang keluar dari kafe sembari kursi rodanya di dorong oleh Kelvin, sang asisten pribadi. Nayra yang tidak sengaja melirik sekretaris sang adik yang menatap kearahnya sedari tadi, sontak saja terlintas ide kejahilannya. "Aku kerjain balik nih si Zacky, keliatannya Zacky punya hati nih untuk sekretarisnya, dan mungkin juga sebaliknya," gumam Nayra tersenyum manis. Benar saja, Nayra pura-pura menjatuhkan dirinya kepada Zacky, dan reflek Zacky pun menangkap sang kakak seperti adegan romantis. "Kamu gapapa kan sayang?" ucap Zacky meneka
Bab: 69 Sesampainya di rumah, Zacky tertawa terbahak-bahak karena telah berhasil menjahili pasien sang kakak. Ctakk Nayra menyentil jidat sang adik membuat Zacky meringis kesakitan. "Puas banget sih kamu ngejahilin orang mulu," kata Nayra yang geleng-geleng kepala melihat kejahilan Zacky. "Seharusnya kamu bangga dong kak, punya adik seperti ku yang pinter drama, contohnya menjadi kekasih dadakan kakak sendiri," ucapnya sambil tertawa memegangi perut. "Sumpah, aku ngakak banget, dianya kayak kepanasan, apa jangan-jangan dia udah naruh rasa sama kamu kak," Goda Zacky. "Heh, anak kecil jangan ngomong sembarangan! mana mungkin dia suka sama aku, palingan dia ngerasa nggak nyaman karena kemesraan kita di depannya, apalagi di kamarnya, kurang sopan sih sebenarnya." "Ya apa boleh buat kak, soalnya dia julid tingkat dewa, jadinya aku juga mau balas dengan kejahilan ku yang spek dewa." "Aku jadi penasaran deh kak, apa dia nanti bakal ngelanjutin berobat sama kamu atau just
Bab: 68 Pagi hari, matahari mulai menampilkan sinarnya yang masih tidak terlalu terang, alarm berbunyi begitu nyaring, sehingga mampu mengusik tidur Zacky yang begitu nyenyak. "Oh tidak! aku harus bekerja lagi, rasanya begitu mengantuk," batinnya yang enggan untuk bangun. Namun, azan subuh berkumandang dari mesjid sebelah, mau tidak mau Zacky segera beranjak bangun dari tidurnya dan berhenti untuk bermalas-malasan. Setelah membersihkan tubuhnya, ia melaksanakan kewajibannya, setelah itu mereka sarapan bersama di meja makan. Alvaro menatap Zacky sang putra yang sedang sarapan pagi. "Zack, kamu sudah siap untuk menggantikan Daddy sepenuhnya di perusahaan kan?" tanya Alvaro memastikan. "Insya Allah, Dad." jawabnya mantap. Alvaro akan mengambil pensiun dini dari perusahaan, dan menggantikan sang putra sebagai ahli warisnya untuk memimpin perusahaan, Alvaro ingin menghabiskan sisa umur dan waktunya bersama sang istri, kapan lagi jika bukan sekarang? Alvaro sudah mela
Bab: 67 Keesokan harinya... Matahari mulai tenggelam menerbitkan cahaya senja yang begitu indah, segerombolan burung-burung berterbangan dilangit senja yang menampilkan semburat orange dan sedikit kemerah-merahan. Nayra dan beberapa karyawan lainnya sedang menutup tempat praktiknya, karena hari sudah sore menjelang magrib. Hari ini Nayra sedikit terlambat menutup tempat praktiknya mengingat banyak orang yang berobat ke tempatnya. Tidak lama kemudian sebuah mobil sport menghampirinya, dan itu adalah Zacky sang adik yang menjemputnya. Kebetulan Nayra tidak membawa mobil hari ini dan ia meminta tolong kepada sang adik agar segera menjemputnya. Kebetulan Zacky yang sudah pulang dari kantor, langsung saja ke tempat praktik sang kakak. "Zack, sepertinya sebentar lagi sudah magrib, lebih baik kita sholat di mesjid terdekat, karena butuh waktu sedikit lama tiba di rumah." "Baiklah kak, aku ikuti saja apa mau mu." "Satu lagi, setelah selesai sholat magrib, tolong temani aku