Share

Bab 11 Kapan Aku Akan Sembuh?

Ferdy bisa melihat!

Tidak ada lagi kegelapan yang mencekam di hadapannya, melainkan cahaya putih yang kabur!

Ferdy terbelalak. Saat ini, dia bagai pengembara sekarat yang melihat mata air di gurun pasir. Dia sangat merindukan cahaya.

Meskipun cahayanya sangat buram, itu saja sudah memberinya kepercayaan diri yang besar!

Saking bersemangatnya, Ferdy berdiri dan melangkah besar-besar menuju jendela.

Chelsea baru saja hendak mengingatkannya untuk berhati-hati, tetapi pria itu sudah tersandung kursi dan terjatuh ke depan dengan wajah menempel ke lantai.

Chelsea buru-buru melangkah maju dan bertanya, “Apa kamu baik-baik saja? Penglihatanmu belum pulih sepenuhnya. Kamu hanya bisa melihat cahaya sekarang.”

Tiba-tiba, sebuah tangan besar menggenggam tangannya dengan keras.

“Katakan padaku, dengan diagnosa dan teknik pengobatan saat ini, kapan aku akan sembuh?” tanya Ferdy dengan penuh semangat, telapak tangannya berkeringat karena terlalu senang.

Di bawah sinar matahari itu, untuk pertama kalinya, wajahnya yang dingin itu tersenyum penuh harap, yang sangat memesona.

Chelsea agak terkejut. Dia lalu mengulurkan tangannya dan berkata, “Aku belum yakin, tapi selama kamu mau bekerja sama, kondisimu bisa kembali normal. Itu hanya masalah waktu.”

“Oke.” Ferdy menyetujuinya dengan senang hati. Dia memandang ke arah jendela. Dia belum pernah begitu terobsesi dengan sinar matahari seperti sekarang ini.

Setelah beberapa saat, Chelsea menutup mata Ferdy dengan tangan kecilnya. Ferdy samar-samar bisa mencium aroma bunga lili menerpa hidungnya, yang sangat harum.

Chelsea mengingatkannya, “Kamu nggak boleh langsung melihat cahaya terang terus menerus. Matamu juga perlu banyak istirahat.”

Ferdy tidak membantah, sekaligus berdiri dengan bantuan Chelsea.

Begitu dia berdiri, Chelsea langsung melepaskannya. Dia mengerutkan kening. Apa wanita ini menganggapnya sangat berbahaya?

Chelsea mengangkat alisnya dan berkata, “Karena pengobatannya efektif, Pak Ferdy akan menepati janji, ‘kan?”

“Oke.” Ferdy mengeluarkan ponselnya dan menggunakan asisten virtual di ponselnya untuk menghubungi nomor asistennya, Irfan.

“Besok datang ke sini jam delapan pagi, antar aku ke KUA.”

“Apa?” Orang yang ditelepon masih kebingungan, tapi Ferdy sudah menutup teleponnya.

Dia merasa tidak perlu menjelaskan hal-hal yang akan dijelaskan ketika mereka bertemu besok di telepon.

***

Keesokan hatinya.

Irfan menyetir mobil Cullinan ke rumah keluarga Milano tanpa mengetahui apa-apa, dan kebetulan bertemu Chelsea yang sedang membantu Ferdy berjalan keluar.

Supaya tidak membuat orang luar ngeri, Chelsea memakai masker mulut. Dia berkata dengan ramah, “Halo.”

“Kamu ….” Irfan bingung. “Apa kamu pelayan baru?”

“Namaku Chelsea. Aku istrinya Ferdy.”

“Istri?”

Irfan semakin merasa aneh. Dia pernah mendengar kalau Anissa sedang menjodohkan Ferdy, tapi ... bukannya seharusnya wanita yang dinikahkan dengan Ferdy itu putrinya Radi Mulyana?

Dia belum pernah melihat wanita aneh di depannya ini di Kota Mahara!

“Masuk ke mobil.” Usai berkata begitu, Ferdy langsung masuk ke dalam mobil, diikuti Chelsea dari belakang, meninggalkan Irfan yang tertegun sejenak sebelum kembali ke kursi pengemudi.

Sepanjang perjalanan, Chelsea dengan antusias menjelaskan seluk beluk situasi ini pada Irfan, tetapi juga secara selektif menyimpan beberapa detailnya.

Misalnya, bagaimana dia menggunakan keahlian medisnya untuk mengontrol Ferdy, demi mendapatkan buku nikah.

Selain itu, dia juga menambahkan beberapa hal yang dikarang.

Misalnya, Anissa baru bisa menerimanya setelah mengetahui mereka sudah berhubungan badan.

Ferdy sebenarnya kesal mendengar celoteh wanita itu, tapi dia malas membantah. Dia memejamkan mata dan menenangkan diri sepanjang perjalanan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Irfan mendengarkan dengan penuh minat. Ketika sampai di KUA, dia sebenarnya masih belum puas mendengar dan masih ingin tahu lebih banyak.

Begitu mereka masuk ke dalam KUA, langkah pertama yang harus mereka dilakukan adalah mengambil foto diri.

Irfan berdiri di samping dan memperhatikan mereka berdua duduk di depan layar merah, masih tidak percaya bosnya akhirnya memiliki pasangan sekarang.

Detik berikutnya, Chelsea melepas maskernya.

Irfan tertegun dan buru-buru berteriak dan menghentikan mereka, “Tunggu sebentar!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status