Tepat pukul 5 sore, Kalila dan Aji pulang bersama. Kebetulan, hari ini jadwal Hana periksa pada Bara. Jadi, tentu saja Rendi ikut dengan sang wanita.
Aji tiba-tiba saja berteriak pada Rendi. Sang pemuda pun kaget, tapi Hana tidak. Wanita itu tampaknya tahu apa yang akan terjadi.
Sebab, yang menyebarkan video itu adalah Hana sendiri. Selama beberapa minggu, Hana mengumpulkan semua video asusila mereka.
Awalnya, Hana ingin melabrak mereka dan melampiaskan kekesalannya. Namun, mengingat keadaannya yang masih lemah, membuat Hana mencari cara lain. Yaitu, menghancurkan keduanya secara tidak langsung.
Sebelum memviralkan kedua pengkhianat itu, Hana sudah menyuruh Rendi untuk mengambil beberapa CCTV di sana, hanya menyisakan satu CCTV yang pastinya akan sulit ditemukan oleh Aji maupun Kalila.
Kemungkinan mereka menyalahkan Rendi itu sudah diperhitungkan oleh Hana. Jadi, sang wanita itu memberi perintah Rendi dengan pura-pura tidak tahu.
"Heh, pemuda sialan! Apa yang kamu lakukan, hah?!" seru Aji, menghampiri Rendi yang saat itu tengah mendorong kursi roda Hana.
Sang wanita pun pura-pura kaget mendengarnya. Sebenarnya, dia sulit untuk berakting seperti ini, sebab harus menahan emosi.
Namun, untuk menghadapi orang licik, harus menggunakan cara cerdik. Jadi, mau tak mau Hana harus berlakon.
"Kamu kenapa, sih, Mas? Datang-datang kok marah-marah!"
Kalila hanya diam di belakang Aji dengan wajah kesal. Tampaknya gadis itu tidak berani mengatakan apa-apa, takut salah bicara.
Aji menoleh pada Hana, kemudian kembali memandangi Rendi dengan marah. "Pemuda ini brengsek, jahat!"
"Jahat gimananya, sih, Mas? Dia kan bekerja dengan baik."
"Halah, itu cuma alasan. Aslinya, dia punya niat terselubung."
Hana menautkan kedua alis. Sementara Rendi pun terlihat hanya diam dan tenang.
"Aku gak paham, Mas. Kamu ngomongin apa, sih?"
Aji berdecak kasar. Dia mengguyar kepalanya. "Dia itu menyebarkan video--"
Hana dan Rendi terdiam, wajah mereka tampak penasaran. Menunggu Aji melanjutkan ucapannya.
Kalila pun sama. Tetapi, wanita itu tampaknya cepat paham, kenapa sampai Aji menghentikan ucapannya.
Aji kebingungan. Dia memegangi mulutnya sebentar dengan wajah gugup. Untung saja tidak keceplosan.
"Kamu mau ngomong apa, Mas? Kok berhenti?"
Aji terdiam. Sekarang, pria itu malah merasa terpojokkan dengan wajah penasaran Hana dan Rendi.
"Tadi, Tuan bilang video. Video apa ya, Tuan?" tanya Rendi, mulai mengikuti alur lakon Hana.
Aji meneguk saliva dengan susah payah. Karena emosi, dia sampai tidak bisa berpikir jernih, dan hampir saja membocorkan rahasianya.
Melihat reaksi Hana dan Rendi, Aji mengambil kesimpulan kalau kedua orang itu tidak tahu menahu perihal video yang beredar.
Aji berdehem sejenak, berusaha untuk mengendalikan diri agar tetap tenang.
"Enggak, bukan apa-apa. Aku-aku cuma kesal, kenapa Rendi tidak jemput Kalila. Akhirnya, aku harus pulang duluan mengantar Kalila."
Mendengar itu, Kalila terperangah. Tak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Aji.
Pria itu pun memilih untuk pergi ke ruang kerja, sementara Kalila masuk ke kamarnya.
Melihat gelagat mereka, Hana benar-benar senang. Kehancuran ada di depan matanya.
"Bagus, Ren. Sebentar lagi, mereka akan benar-benar hancur."
***
Malam harinya, Kalila kembali ke ruang kerja Aji. Dia ingin menyelesaikan masalah yang urgent ini.
Saat masuk ke ruang kerja, Aji tampak uring-uringan sembari menerima telepon. Melihat itu, Kalila bingung. Tetapi, tak urung tetap di sana.
"Sial!" seru Aji, sembari menggebrak meja kerjanya. Kalila sampai dibuat kaget.
Di ruangan lain, seperti biasa Hana sedang memantau mereka. Hana tersenyum puas melihat kekalutan Aji. Wanita itu terus mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh Aji dan Kalila.
"Kamu kenapa, sih, Mas? Kok marah-marah gitu?"
Aji menoleh sejenak pada Kalila, lalu menghempaskan diri di kursi kebesarannya.
"Gimana aku gak marah? Tenderku dibatalkan. Malahan, banyak client yang mundur gara-gara video itu."
Kalila terdiam sejenak dengan wajah kaget. "Kamu gak bisa terus begini, Mas."
"Aku tahu. Makanya, kita harus menangkap pelakunya."
"Kamu bilang itu pasti Rendi. Tapi, kenapa tadi malah gak jadi marahin si Rendi?"
Aji menegakkan punggungnya sembari menatap Kalila datar. "Maksudmu, aku harus memberitahu Hana tentang video itu? Kalau Hana melihatnya, menurut kamu apa yang akan terjadi pada kita? Hancur!"
Kalila terdiam. Memikirkan perkataan Aji. Tetapi, dia meragukan kalau Hana belum melihat video itu.
"Mas, yakin Kak Hana belum melihat video itu?"
Aji menggelengkan kepala. "Aku juga tidak tahu, Kal. Tapi, kalau memang Hana tahu, dia pasti akan marah. Aku akan meminta orang untuk menghapus video itu, sebelum Hana melihatnya."
Beberapa minggu kemudian, Hana mulai mengalami perubahan. Setelah mendapat perawatan dari Bara, Hana berangsur membaik. Bahkan, dia juga sudah mulai berjalan sendiri tanpa kursi roda lagi.
Sementara, video syur Aji dan Kalila memang bisa dihapus. Tetapi, sekalinya dihapus, akan muncul lagi video lain dari akun anonim.
Semua itu Hana lakukan demi membalaskan rasa sakit hatinya. Setelah hasil labolatorium hari itu, Hana kaget saat tahu kalau obat yang diberikannya adalah racun yang membuatnya mati secara perlahan.
Hana pun akhirnya bertekad untuk bangkit, melawan dua pengkhianat itu.
Selama video itu terus beredar, Hana juga masih pura-pura tidak tahu dan bersikap biasa saja. Sampai Kalila mulai sadar akan perubahan Hana.
Wajah kakaknya itu bahkan tampak segar dan lebih mengagetkannya lagi, Hana sudah berjalan seperti biasa.
"Loh, Kak. Kakak gak pakai kursi roda?"
Hana tersenyum kecil sebelum menjawabnya. "Iya, Kal. Mulai sekarang, aku gak akan pakai kursi roda lagi."
"Hah?!"
"Loh, kenapa kamu kaget seperti itu? Bukannya bagus kalau aku udah sehat lagi?"
Kalila tersenyum kaku. Dia yakin, kalau obat yang sering diberikannya itu adalah racun yang sudah dibalut dengan placebo. Tetapi, kenapa malah seperti ini? Tidak masuk akal menurut Kalila.
"O-oh, bukan seperti itu, Kak. Aku hanya kaget saja, Kakak biasanya pakai kursi roda. Terus, sekarang terlihat segar."
Hana tersenyum senang sembari memegangi wajahnya sendiri. "Benarkah? Itu artinya, obatmu manjur!"
Kalila masih merasa aneh. Dia harus memastikannya sendiri.
"Kak, gimana kalau aku antar Kakak periksa? Aku penasaran saja, apakah Kakak sudah benar-benar sehat."
Hana menautkan kedua alisnya. "Kamu ngomong apa, sih? Sudah jelas aku sehat."
"Ya, bukan apa-apa. Aku hanya ingin memastikan saja, kalau Kakak sudah membaik menurut medis."
Hana menelisik wajah adiknya, tampak sekali sedang berusaha mengorek informasi darinya.
"Aku gak mau."
"Hah?! Kenapa? Kan biasanya juga sama aku, Kak."
"Aku udah diperiksa kemarin lusa, Kal. Masa harus ke sana lagi?"
Kalila hendak bersuara, tapi dengan cepat Hana menghindar. Memilih untuk pergi ke kamar.
"Ini pasti ada yang gak beres."
Di kamar, Hana cekikikan sendiri. Puas melihat kebingungan adiknya. Dia harus cepat mengumpulkan bukti untuk menyengsarakan keduanya.
"Kok, kamu ngomong seperti itu sama suami sendiri? Kamu mencurigaiku?" tanya Aji, tiba-tiba saja malah benar-benar berbeda jauh dari sebelumnya. Saat Hana mengatakan tentang gaji dan keuangan, ini membuat Hana takut kalau Aji itu sebenarnya psikopat yang sedang menyamar jadi suaminya. Namun, sudah bertahun-tahun lamanya sampai Nara cukup besar, Aji baru memperlihatkan semua itu. "Em, mungkin perasaanku saja. Kamu akhir-akhir ini tidak seperti biasanyam kamu jauh berbeda dengan Mas Aji yang dulu, saat aku sakit. Apakah ini karena aku sembuh, jadi kamu berubah sikap?" tanya Hana dengan berani lagi. Dia tidak peduli apa yang akan terjadi hari ini, yang pasti wanita itu harus tahu sifat asli Aji seperti apa jika dirinya terus menekan emosi sang pria."Tidak seperti itu, Hana. Aku hanya kaget saja karena kamu tiba-tiba bilang kalau kamu tidak membutuhkanku. Bukankah itu adalah hal yang sangat sensitif jika didengar oleh seorang suami? Suami itu kan tugasnya mencari nafkah. Kamu seolah
Setelah menelepon Kalila, wanita itu pun bergegas untuk ke kamar. Dia tidak boleh membuat Aji curiga karena keberadaannya yang tiba-tiba saja menghilang di sekitaran rumah. Saat sampai sana, ternyata Aji sudah memakai piyama tidur."Kamu ke mana aja, Hana?dari tadi aku cariin," ucap Aji yang membuat Hana terdiam sebentar. Dalam hati merutuk dan ingun sekali membuat pria itu tak berdaya, tetapi bukan saatnya. Besok dia akan ungkap semuanya. "Iya, tadi aku lagi ke kamar Nara tapi ternyata anak itu nggak ada. Jadi aku cari di tempat Bi Asih. Dia ada di sana.""Oh, kukira kamu ke mana. Oh ya, besok aku akan berangkat pagi-pagi sekali untuk mencari pekerjaan. Kamu doakan aku agar bisa dapat pekerjaan baru dan kamu bisa melanjutkan pengobatan," ujar Aji sembari duduk di kasur. Hana masih berdiri di ambang pintu, lalu menutup pintu itu secara perlahan. Entah bagaimana membuat pria ini sadar kalau dirinya itu sudah tidak berarti lagi di rumah ini. Entah itu materi atau sosok suami dan Aya
"Pokoknya aku tidak mau tahu, cepat lakukan itu sebelum waktunya habis. Bisa-bisa aku sial sendiri, karena Kalila lebih dulu melaporkan semuanya pada Hana. Aku yakin, wanita itu menyimpan bukti-bukti tentangku. Pokoknya itu semua harus segera diatasi. Ini bukan hal yang bisa dimainkan lagi."Hana tidak bisa diam saja. Dia akan langsung bergerak cepat untuk menghubungi Kalila dan memindahkan adiknya ke tempat aman. Kalau satu rumah di sini takutnya akan terjadi sesuatu yang buruk kepada adiknya. Setidaknya sampai Aji benar-benar dihukum dia harus memastikan Kalila selamat tanpa ada luka sedikit pun.Terdengar suara langkah Aji yang mendekat, membuat Hana harus segera kembali meninggalkan tempat persembunyiannya. Dia memutar tubuhnya dan bersembunyi di balik patung yang ada di sana. Tentulah Aji tidak melihat keberadaannya. Wanita itu sampai menahan napas kala Aji berjalan melewatinya. Setelah sang suami benar-benar hilang di balik pandangan, wanita itu pun bisa menghela napas lega. D
Hana berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengeluarkan suara. Dia tidak mau suaminya tahu keberadaan dirinya yang dari tadi sedang menguping. Pekatnya malam di taman belakang dan hanya diterangi oleh lampu-lampu kecil membuat Hana tidak bisa melihat dengan jelas di mana keberadaan suaminya. Wanita itu hanya melihat siluet Aji yang benar-benar di depan patung, saat ini dijadikan tempat sembunyi Hana. Dia akan berusaha mendengar sebaik mungkin apa yang sedang dilakukan Aji di telepon.Bagaimanapun wanita itu tidak mungkin membiarkan Aji menghilangkan nyawa Kalila. Meskipun wanita itu adalah orang yang sudah merusak rumah tangganya, tetapi Kalila tetaplah adiknya. Dia cukup memberikan hukuman yang setimpal untuk Kalila, tidak untuk dihilangkan lawannya. "Pokoknya aku tidak mau tahu, cari di mana Kalila berada. Jangan sampai dia memberikan bukti-bukti kepada Hana. Aku tidak mau kehilangan harta berhargaku." Hana masih terdiam dan Aji juga diam beberapa saat. Sepertinya tengah mendengark
Setelah makan malam usai, Aji memilih untuk membersihkan diri. Sementara Hana di kamar sedang berusaha untuk memantau Kalila dari kamera CCTV yang dipasang di kamar adiknya. Tampak Kalila sedang makan dengan tenang, benar-benar sesuai yang diinginkan oleh Hana. Dia sekarang dalam kebingungan. Apa yang harus dilakukan kepada adiknya? Sementara wanita itu masih memerlukan keterangan Kalila, dan juga bukti-bukti yang dipunya oleh adiknya. Saat sedang seperti ini, tiba-tiba Nara masuk. Kebetulan saat makan malam Nara disuapi oleh Bi Asih, ini dikarenakan takut ada pembicaraan orang dewasa yang mungkin akan memancing Nara berbicara jujur tentang apa pun yang seharusnya tidak diucapkan. Namanya juga anak-anak, bisa saja jujur. Jadi dia tidak boleh membuat Aji bertemu dengan Nara, takut gadis kecil itu mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya. "Ibu-ibu, Ibu lagi ngapain? Kok aku nggak lihat Tante Kalila, ya?" tanya anak kecil itu sembari duduk di hadapan Hana. Sang wanita langsung hentik
"Baiklah, aku mengerti kalau masalah itu. Tetapi apakah uangmu memang sangat banyak sampai kamu berani mengatakan hal seperti itu?" Pertanyaan Aji membuat Hana terdiam. Harusnya wanita itu tidak boleh mengatakan hal demikian, yang ada Aji pasti akan mengorek semua informasi tentang keuangannya. Lebih menyakitkan lagi kalau sampai Aji juga mengambil apa yang harusnya menjadi milik Hana. "Ya, palingan aku akan menjual beberapa emas yang kamu beli." "Emas?" Wajah Aji terlihat sekali sinis, di sorot matanya membuat Hana yakin kalau pria itu memang tidak akan pernah ikhlas kalau dirinya bahagia. Entah apa yang sudah dilakukannya di masa lalu sampai mendapatkan jodoh seperti Aji. Dia bahkan tidak melihat sisi buruk dari suaminya selama bertahun-tahun menikah dengan sang pria. Namun, setelah semuanya terbongkar wanita itu sadar sudah menikahi seorang penjahat yang sangat menakutkan dan juga harus diwaspadai. "Kalau itu sama saja dengan bohong, berarti kamu tidak punya uang lain, kan?
"Hai, Han. Aku sudah pulang," ucap Aji sembari menenteng tas kerjanya. Hana tersenyum sebaik mungkin. Dia berusaha menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi. Bukti tentang perbuatan Aji pun sudah ada. Hana tinggal memanggil Kakek yang sudah menyelamatkan Kalila untuk menjadi saksi, tetapi tidak boleh semudah itu membuat suaminya langsung masuk penjara. Dia akan memberikan perhitungan terlebih dahulu kepada Aji, agar pria itu mengaku dan bisa dihukum seberat mungkin. "Iya, Mas. Ayo makan dulu!" ajak Hana.Sebenarnya ini membuat Aji bingung dan juga heran, sebab sebelumnya istrinya itu agak cuek kepadanya. Bahkan tidak seperti biasanya saat mereka masih bersama dan Hana terbaring sakit. Wanita ini malah semakin bugar, tidak terlihat tanda-tanda kesakitannya. Mungkin ada yang salah dengan obat yang diberikan oleh Kalila. Dia yakin, obat itu bisa memperparah keadaan Hana, tetapi malah seperti ini. Dia harus mencari tahu dulu ke mana Kalila dan akan membuat perhitungan kepada wanita it
Saat sore tiba, Hana menghampiri Kalila yang terus saja di kamar. Wanita itu ketakutan dan pikirannya kacau. Dia tidak tahu harus melakukan apa, tetapi kalau tidak di rumah kakaknya Kalila harus pergi ke mana? Tidak ada lagi tempat untuk dirinya berkeluh kesah, apalagi meminta perlindungan. Walaupun keluar, pasti banyak orang yang mengetahui tentang keberadaannya. Namanya saja sudah tercoreng. Bahkan pekerjaan sebagai model pun dicabut serta dibatalkan. Ini benar-benar membuatnya malu. Kalau pergi ke kampus, dia rasa tidak ada seorang pun yang mau membantunya. Apalagi keterangan dan kabar tentang dirinya sudah tersebar luas.Hana memanggil-manggil Kalila, wanita itu baru tersadar setelah tiga kali Hana memanggil nama Kalila. Dengan cepat dia membukakan pintu. Kalila tersenyum, dia merasa senang karena kakaknya mau mengunjunginya di kamar. Ingin keluar dari tempat itu, takut jika bertemu Aji. Ini sangat rawan. Untunglah kamarnya dilengkapi dengan kamar mandi, jadi dia tidak perlu kel
Kalila terdiam. Dia menggigit bibir bawahnya dengan mata berkaca-kaca. Untuk saat ini Hana benar-benar tidak bisa memberikan hati lagi kepada adiknya ini. Dia sudah terlanjur sakit dengan apa yang dilakukan oleh Kalila. Walaupun memang dirinya sudah tahu semua, tetapi ternyata tetap saja ada rasa sakit yang menggerogoti. Meskipun mereka satu darah, tetapi pengkhianatan tidak bisa ditoleransi lagi."Kenapa kamu diam saja? Cepat kemasi barangmu! Kamu sudah terbukti salah, serahkan apa yang kamu punya tentang Mas Aji kepadaku. Maka hukumanmu pasti akan berkurang." Mendengar itu Kalila mendongak sembari menggelengkan kepala. "Kak, aku mohon jangan usir aku dari sini. Berikan aku waktu. Kalau aku keluar, bagaimana kalau Mas Aji mengincar nyawaku? Jika aku mati, apakah Kakak mau?"Seketika Hana diam, tetapi tiba-tiba saja wanita itu menyeringai. "Lebih baik kehilangan kamu daripada aku harus melihatmu dalam kesakitan seumur hidupku. Jika melihatmu pasti akan ada bayangan pengkhianatan ka