Bara mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, menyalip kendaraan lain yang sekiranya menghalangi jalan bagi dirinya. Pria itu bahkan mengabaikan protes yang dilakukan oleh pengguna jalan lain. Tidak peduli klaksonan atau pun umpatan yang terdengar. Dalam pikirannya ia hanya ingin melampiaskan kekesalannya karena Indah dengan tega melakukan hal tercela di kantor dengan pria lain. Sungguh, pria itu tidak menyangka jika Indah sampai hati melakukan hal tersebut. Padahal ia pernah berpikir jika perempuan yang menjadi penyelamat hidupnya merupakan perempuan baik-baik. “Haha … hahaha ….” Pria itu tertawa seperti kesetanan. Ia merasa bodoh karena berhasil dibodohi oleh wajah polos Indah. Ternyata di balik wajah lugu Indah tersimpan sebuah kenyataan yang membuat Bara tidak habis pikir. Bagaimana bisa? Hanya itu yang ada dalam benak Bara sekarang. Pertanyaan mengenai Indah yang bisa-bisanya malah melakukan hal seperti itu terus berputar di pikiran Bara. Sampai pria itu tidak sadar ji
Bara pulang dalam keadaan mabuk parah, membuat Indah yang sedang terlelap tersentak ketika tiba-tiba Bara menjatuhkan diri di sampingnya. “Mas, Bara,” ucap Indah lantas bangkit.Bau menyengat yang menguar dari tubuh Bara membuat Indah mual. Meski begitu, Indah tetap membantu Bara melepaskan sepatu juga jas yang masih melekat di tubuh tegap suaminya. “Kenapa senang sekali minum minuman terlarang?” gumam Indah.*** Mata setajam elang itu mengerjap beberapa kali hingga akhirnya dibuka dengan sempurna. Bara mengedarkan pandangannya dan mendapati jika dirinya sudah berada di kamar. Ia bangkit sambil memegang kepalanya yang terasa pening. “Mas, Bara,” ucap Indah yang baru saja masuk kamar.Bara lantas menoleh sebentar lalu membuang muka ketika ingatannya kembali pada saat kemarin ia mendapati Indah di mushola bersama Dirga. “Kau, dari mana kemarin?” tanyanya.Pria itu sudah tidak tahan lagi dengan praduganya selama ini. Pria itu menatap Indah nyalang. Membuat Indah menelan ludahnya kasar
Berita tentang Mawar dan Zulfi yang dibawa oleh polisi sudah menyebar di kalangan karyawan dan kolega bisnis Bara, termasuk kedua orang tuanya. Karena itulah kini Bara dimintai Roki untuk datang ke rumahnya.“Apa yang sebenarnya terjadi? Coba jelaskan,” pinta Riko dan Diana.Tidak langsung menjawab, Bara lantas mengembuskan napas dengan kasar terlebih dahulu. “Sebenarnya ingatanku sudah kembali,” ujar Bara membuat kedua orang tuanya kaget bukan main.“Jadi kamu sudah mengingat semuanya, Bara?”“Iya, Mam.” “Lalu kenapa tidak menceritakannya kepada kami?” Roki menuntut penjelasan lebih.“Karena aku ingin mengungkap lebih dulu pelaku dibalik kecelakaan yang kualami.”“Artinya kamu kembali bersama Mawar itu juga bagian dari rencana?” “Iya, Pap.” Bara mengangguk membenarkan membuat Roki mengusap wajahnya kasar. “Kamu keterlaluan, Bara!”Bentakan dari Roki membuat Bara terkejut. Ia pikir pria paruh baya itu akan senang karena ingatannya sudah kembali.“Keterlaluan bagaimana?” “Kamu sud
“Mohon maaf, Pak, tapi keinginan Anda tidak bisa saya lakukan,” ujar Dokter Kristi yang membuat Bara murka.“Kenapa tidak bisa? Bukankah teknologi semakin maju!” “Itu karena akan membahayakan janin dan ibunya, Pak. Terlebih dengan kondisi Nona Indah yang kurang baik.” Dokter Kristi mencoba memberi pengertian agar Bara tidak memaksakan kehendak.“Aku tidak peduli! Lakukan atau karirmu hancur,” cetus Bara membuat Dokter Kristi ketakutan.Bagaimanapun bagi Bara akan mudah menghancurkan karirnya. “Pak, tolong pertimbangkan kembali,” ujarnya mulai goyah. “Tidak, keputusanku sudah bulat!”Mendengar perdebatan suaminya dengan Dokter Kristi membuat Indah kecewa. Perempuan yang sejak tadi hanya diam itu bangkit membuat Bara dan Dokter Kristi langsung menoleh ke arahnya. “Mau ke mana kamu?” tanya Bara.“Sudah cukup, Mas. Kalau memang kamu tidak mempercayai aku hamil anakmu tidak apa-apa. Anggap saja aku memang melakukan seperti apa yang kamu pikirkan, Mas.” Terang saja ucapan Indah memancing
"Sial!"Bara mengumpat ketika rem mobil yang dikendarainya tiba-tiba saja tidak dapat bekerja. Padahal, mobil itu rutin di-service. Jalanan yang menurun juga tidak membantu. Justru, semakin membuat Bara kesulitan dalam mengendalikan kemudi. Dengan pasti, mobil CEO muda itu meluncur bebas menuju pembatas jalan.Brak!Kecelakaan tunggal tidak bisa dielakkan. Tampak asap mulai keluar dari mobil tersebut. Sementara Bara, tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya seketika terhimpit bangku mobil."Arrgh!" pekik Bara.Sayang, tidak ada yang mendengar karena hari sudah sangat malam. Jalanan itu begitu sepi dan jarang dilewati. Hanya saja, Tuhan seperti mendengar permintaan Bara dan tak meninggalkannya sendiri. Tampak seorang perempuan tengah mengendarai motornya dan melewati jalanan tersebut. Indah juga langsung menyadari mobil milik Bara yang terus mengeluarkan asap, hingga menepikan kendaraanya. Ragu-ragu Indah turun dari motor.Indah berjalan menghampiri mobil lalu mencoba mencari seseorang y
"Udah selesai, Indah? Nanti, pulangnya kita jalan, yuk!" Mendengar ucapan temannya, Indah yang sedang mengerjakan sesuatu menegakkan kepala sambil mengerutkan dahi. "Kamu lupa kalau kita harus lembur, Si?" "Ck! Aku lupa kalau harus lembur," keluh Rosi.Indah menggeleng kecil mendengar penuturan teman kantornya yang pelupa itu. "Dulu, kita jarang lembur. Tapi, setelah perusahaan dipegang Pak Zulfi, semua jadi kacau! Kita dipaksa lembur dengan upah yang enggak sesuai. Keluar pun, harus bayar penalti dengan jumlah yang enggak wajar,” gerutu Rosi, “Pak Bara kapan siuman, sih? Pertolongan pertamanya gak telat, kan?"Deg!Indah sontak teringat dengan kecelakaan bosnya satu bulan lalu. Bayangan wajah Bara yang berlumuran darah kembali membuat perasaan Indah tidak tenang. Seandainya, dia dapat memberikan pertolongan lebih cepat, apakah Bara dapat lebih cepat pulih? “Dah? Indah?!” panggil Rosi yang menyadari temannya itu tampak terdiam."E–eh? Ada apa? Sorry gak denger, Si." Indah menyahut
"Arrgh!" ringis Bara sambil memegang kepalanya. Sudah seminggu setelah Bara bangun dari komanya. Selama itu pula, ia melakukan serangkaian pemeriksaan di rumah sakit.Amnesia pasca trauma. Jenis amnesia yang disimpulkan tim dokter yang menangani Bara. Menurut mereka, ini terjadi pada pasien yang mengalami cedera kepala parah. Meski demikian, ini hanya bersifat sementara dan bantuan keluarga dapat membantu proses pemulihan ingatan."Ada apa, Bar?" Dona terlihat khawatir saat melihat anaknya yang meringis kesakitan."Kepalaku sakit.""Kamu pasti memaksakan lagi," keluh Dona dengan helaan napas berat. "Jangan terlalu memaksa diri. Biarkan ingatan itu kembali dengan alami."Bara memang sedang berkeliling rumah mewah–kediaman dirinya bersama kedua orang tuanya. Hanya saja, pria tersebut memang berusaha keras mengingat kenangan yang ada di sana. Namun, bukan ingatan yang ia dapat, melainkan nyeri pada kepalanya."Aku ingin kembali mengingat semuanya.""Papa paham, tapi jangan dipaksakan,"
"Ck!"Bara tampak murung setelah penyambutan tadi. Dia merasa bingung dengan reaksi para karyawannya. Namun, Bara memendamnya sendiri. Kini, bahkan Bara sudah dengan santai berkeliling perusahaan diarahkan oleh sang Papa. Roki memang ingin sang anak mengenal struktur perusahaan secara nyata. Tidak seperti sebelumnya yang hanya lewat tulisan dan gambar, Roki juga berharap dengan berkeliling perusahaan membuat percahan memori Bara kembali.Bruk! Tanpa sengaja Bara menabrak seorang karyawan yang sedang memegang setumpuk kertas karena pria itu memperhatikan banyak hal dan tidak fokus ke depan. Sontak, hal itu membuat kertas-kertas yang dipegang karyawan itu berhamburan.Segera, Bara berjongkok untuk memunguti kertas yang berserakan. Melihat itu, Zulfi pun ikut berjongkok untuk membantu atasannya. Begitu juga dengan karyawan yang ditubruk oleh Bara."Saya minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." Bara berkata sambil memberikan kertas-kertas yang sudah dikumpulkan kepada ka