Sinar mentari pagi berhasil menembus masuk ke dalam celah gorden bilik Ayana yang tertutup rapat. Sedangkan Ayana masih asik dalam mimpi indahnya. Suara ketukan pintu terdengar samar ditelinganya yang masih belum tersadar penuh.
“Ay, ada Adira cepetan bangun,” ucap seorang gadis yang lebih dewasa dari Ayana.
Suara ketukan terus berlangsung, hingga pengetuk pintu merasa geram karena tidak adanya sahutan dari dalam. Gadis berambut panjang ikal itu menerobos masuk secara paksa tanpa adanya izin dari pemilik kamar.
Tiara Salshabilla Adi Wangsa, kakak tiri Ayana yang merupakan anak kandung ibu tirinya dengan mantan suaminya. Umurnya tidak jauh darinya, hanya berkisar 5 tahun lebih tua darinya.
Tiara menghentikan langkahnya saat melihat Ayana yang masih terbaring lelap dalam tidurnya. Ia pun akhirnya dengan keras menarik selimut yang membungkus tubuh Ayana agar tetap hangat, tindakan Tiara pun berhasil membuat tidur Ayana terusik.
Ayana perlahan membuka matanya saat badannya merasa dingin karena AC. Ia terkejut melihat Tiara yang sudah berdiri dihadapannya dengan berkacak pinggang.
“Tangan gue sakit tahu ketuk pintu kamar lo terus, sedangkan lo masih asik tidur disini,” cerca Tiara kesal.
Ayana bangkit, membenarkan posisi duduknya itu.
“Lagian tumben banget lo peduli sama hidup gue, pake bangunin gue segala. Mana masuk kamar tanpa izin lagi,” balas Ayana dengan nada sama kesalnya.
Sejak pertama bertemu Tiara dan Ayana memang tidak pernah akrab, seperti Ayana dengan Dean adiknya dari pernikahan kedua papanya dengan mama tirinya. Sifat Tiara yang sama persis dengan mama tirinya membuat Ayana enggan untuk berhubungan baik, terlebih lagi Tiara yang juga tidak mau menyambung tali persaudaraan antara mereka berdua.
“Hh, gue kesini disuruh mama buat bangunin lo bego. Ada Adira dibawah nungguin lo,” ucap Tiara.
Ayana membelalakkan matanya, ia melihat jam dinding di kamarnya dan sudah menunjukkan pukul 07.30 . Ia pun langsung menyingkap selimutnya, dan menatap Tiara terkejut.
“Lo serius dia udah dateng?” tanya Ayana perlahan.
Tiara mengangguk menanggapi pertanyaan Ayana. “Mampus lo dimarahin sama Om Adira,” balas Tiara dengan menegaskan kata Om Adira pada Ayana sembari mentertawakan Ayana yang tampak ketakutan.
“Bacot lo,” ucap Ayana kesal menanggapi olokan Tiara.
Ayana pun bangkit dan mendorong tubuh Tiara untuk segera keluar dari kamarnya. Ia pun segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap.
-
Ayana turun dengan memakai dress lengan panjang motif bunga berwarna kuning dominan putih selutut, dengan tambahan tas sling bag berwarna kuning dan flatshoes senada dengan dengan bajunya. Ia tampak sangat cantik hanya dengan pakaian sederhana seperti itu.
Ayana berjalan menuju Adira yang tengah duduk di ruang tamu untuk menunggunya selama satu jam. Disana sudah ada Elvina yang menemani Adira, Ayana menelan salivanya kuat-kuat melihat tatapan tajam yang ia terima dari Elvina.
Ayana tampak menundukkan badannya sopan seraya meminta maaf pada Adira dan Elvina. “Maaf saya salah,” lirih Ayana tulus.
Elvina bangkit dari duduknya saat melihat Ayana yang sudah berdiri dihadapannya. “Kamu itu kan sudah diajari sama mama, setiap ada janji harus diingat dan ditepati, jangan sampai buat Adira menunggu lama seperti ini,” ucapnya seraya menepuk lengan Ayana lembut.
Ayana diam saat Elvina mendekatkan diri kearahnya. “Malu-maluin kamu.” Sarkas Elvina dalam bisikannya tepat ditelinga Ayana.
Ayana merintih kesakitan saat Elvina meremas lengannya dengan kuat, namun rintihan itu keluar sangat pelan dan hanya digambarkan oleh raut wajahnya yang tampak kesakitan.
Elvina berbalik dan tersenyum kearah Adira yang kini sudah berdiri dibelakangnya. “Maafin Ayana ya nak Adira. Ayana orangnya emang suka lupa tanggung jawab,” ucap Elvina seraya tersenyum.
Adira mengangguk paham, “Kalau begitu saya pamit,” ucap Adira sopan pada Elvina
-
Adira menancapkan gas setelah mereka selesai urusan dari rumah Ayana. Hari ini adalah hari minggu, hari dimana Ayana bersikap malas-malasan dengan kasur dan kamar kesayangannya, namun semua itu hanyalah wacana karena ia sekarang harus berhadapan kembali dengan Adira.
Ayana mengalihkan pandangannya pada kaca jendela disampingnya, alih-alih menghilangkan canggung diantara mereka. Sejak pergi dari rumah Ayana, Adira sama sekali tidak mengajaknya berbicara, bahkan hanya sekedar menegur kesalahannya saja.
Ayana memainkan jemarinya, rasa canggung dan bersalah menyelimutinya saat ini. Bagaimana pun ia sudah bersalah karena membuang waktu Adira yang sangat berharga.
Ayana menoleh kearah Adira sekilas, ia dapat melihat guratan fokus pada mimik wajah Adira yang sedang menyetir.
“Saya minta maaf,” lirih Ayana.
Adira menoleh kearahnya, ia menatap Ayana yang kini menatapnya dengan sendu. Tak lama Adira pun mengalihkan pandangannya kembali. Ia kembali fokus pada padatnya jalan raya tanpa menggubris permintaan maaf Ayana.
“Saya tahu saya salah, jadi saya minta maaf ke bapak sudah menghilangkan waktu berharga bapak,” lanjut Ayana dengan suaranya yang lembut.
Adira menghela, kemudian ia mengangguk tanpa mengeluarkan suara. Hal itu semakin membuat Ayana gelisah.
-
Adira menghentikan mobilnya pada sebuah gedung Photographer yang akan mengambil foto Preweddingnya dengan Ayana hari ini. Adira melangkah masuk kedalam gedung untuk menemui sang Photographer, begitu juga dengan Ayana yang mengikuti langkah besar kaki Adira dari belakang.
“Datang juga lo, udah telat tiga puluh menit nih,” ucap Ryan selaku Photographer.
Adira menoleh kearah Ayana yang masih menunduk. “Maa--”
“Gue masih ada kerjaan jadi telat,” balas Adira cepat.
Ayana menengadahkan kepalanya menatap Adira yang kini masih menatapnya. Ayana tampak terkejut saat Adira membelanya dan memberikan alasan palsu untuk menutupi kesalahannya.
“Tapi waktunya dipotong tiga puluh menit ya nanti,” ucap Ryan dengan melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangan kanannya.
Adira kini beralih menatap Ryan, “Tambah lagi lah, masa waktunya Cuma buat persiapan aja sih. Nanti uangnya gue tambah,” ucap Adira yang tengah melakukan negosiasi dengan Ryan.
Ryan pun menghela setelah mendengar ucapan Adira. Bukan Adira jika tidak memudahkan semua urusannya hanya dengan uang yang ia miliki.
-
Adira menunggu Ayana yang tengah bersiap dihadapan kamera. Kini ia sedang melakukan pemotretan sendiri sebelum Ayana datang dan melakukan pemotretan bersama.
Sorot mata Adira menatap tajam layar lensa kamera yang sedang menangkap gambarnya. Paras wajahnya yang memiliki goresan rahang sempurna, sorot mata tajam, dan bibir tipis serta dimple yang bisa membuat wajahnya yang terkesan garang menjadi sangat manis.
“Gila sih emang dari dulu lo tuh ngga ada rivalnya soal ketampanan,” ucap Ryan akrab pada teman SMAnya itu.
Adira tertawa mendengar pujian Ryan yang menurutnya sangat konyol. Pemotretan untuknya selesai, Adira pun berbincang sebentar dengan Ryan sembari menunggu Ayana keluar.
Suara langkah kaki terdengar mendekatinya saat ini. Adira mengernyit saat melihat paras wajah Ryan berubah setelah melihat sesuatu yang ada dibelakangnya.
“Istri lo cantik banget Dir,” lirih Ryan dengan mata yang masih tertuju pada Ayana.
Adira pun segera berbalik saat Ryan mengatakan hal tersebut. Tidak hanya Ryan, kini Adira pun diam membisu melihat Ayana yang berubah menjadi dewasa dan cantik dalam sekejap. Adira terus melihata penampilan Ayana mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, darahnya pun berdesir kuat membuat tubuhnya merasakan panas dingin disaat bersamaan.
Adira semakin kagum saat Ayana melontarkan senyum manis miliknya kearah Adira yang sedang memandangnya penuh kagum.
“Lo mau foto atau Cuma lihatin istri lo?” olok Ryan saat tubuh Adira diam tidak berkutik.
Adira segera menetralkan ekspresinya setelah sadar bahwa ia saat ini berada dibawah kendali dirinya. Adira pun kini mengalihkan pandangannya dari sorot mata Ayana yang terus menguncinya, membuatnya bisa kehilangan kendali untuk kedua kalinya.
Ryan pun dengan sigap mengatur tempat untuk keduanya. Ryan tampak mengatur kursi untuk Adira dan Ayana duduk disana. Tampak kedua kursi tersebut saling berjauhan, wajah Adira dan Ayana pun saat difoto tidak menampilkan ekspresi sama sekali.
Di foto kedua, Adira tetap menjauhkan dirinya dari Ayana hingga Ryan mempersatukan mereka untuk lebih dekat. Adira tampak berdiri dengan tegang, sedangkan Ayana kini merangkul tangan kanannya dengan membawa bucket bunga putih yang senada dengan baju yang tengah dipakainya.
“Dir lo mau foto pre-wedding atau tawuran sih? Tegang amat,” ucap Ryan kesal karena melihat wajah Adira tanpa ekspresi selama pemotretan.
“Senyum dikit dong. Istri lo udah cantik gitu difotonya, masa suaminya muka lempeng aja,” lanjut Ryan yang kini membuat Adira kesal.
Adira menghela kesal setelah mendengar makian Ryan untuknya dihadapan Ayana yang kini sedang menatapnya.
Ayana kini tampak sedang berjinjit untuk menyamakan tingganya tepat pada telinga milik Adira. “Cuma sebentar kok, bapak rileks aja,” bisik Ayana tepat pada telinga Adira yang kini sedang membeku.
“Mau lanjut foto atau saling tatap?” olok Ryan lagi saat melihat Adira yang tidak bergeming sedang menatap Ayana yang sedang tersenyum manis kearahnya.
Ayana tertawa mendengar ucapan lucu yang kelar dari mulut Ryan, “Maaf,” ucap Ayana.
“Gila sih cantik banget,” ucap Ryan yang juga salah fokus melihat senyum manis Ayana.
Ayana pun segera menetralkan mimik wajahnya saat ia sudah berhasil menarik perhatian seseorang. Ayana tampak terkejut saat tubuhnya dengan tiba-tiba direngkuh dengan kasar oleh seseorang.
Ayana mendongak alih-alih menatap kesampingnya. Ia kini dapat melihat wajah tanpa ekspresi milik Adira yang tepat dibawahnya. Ayana bisa merasakan usapan lembut pada perutnya. Ia tertegun saat melihat tangan besar Adira melingkar pada pinggangnya yang ramping.
“Lo jangan macam-macam sama istri gue,” tekan Adira dengan suara beratnya.
Terdengar suara ricuh dalam suatu ruangan. Teriakan dan goresan antar benda sangat terdengar dengan jelas. Terdapat empat orang di dalamnya yang tampak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.“Kak, itu balonnya kurang gede,” peringat gadis berusia lima belas tahun itu dengan meneriaki salah satu kakak laki-lakinya.“Jangan gede-gede, nanti meletus. Terus habis balonnya,” jawabnya yang enggan mendengarkan suara adiknya.“Tapi ngga sekecil ini juga bego,” sahut lainnya dengan menoyor kepala orang yang di panggil Kak tadi. Ry, mendengus kesal setelah mendapatkan toyoran keras di kepala oleh Theo. Theo pun mengambil balon yang sudah di tiup oleh Ry dan menunjukkannya pada Ayah mereka. Adira yang tadi berada di dapur pun keluar menuju ruang tamu saat mendengar anak-anak mereka bertengkar seperti biasa.“Yah, lihat deh. Balonnya terlalu kecil kan?” tanya Theo pada Adira. Adira tertawa melihat balon seukuran tangan yang bisa di genggamnya itu. “Siapa yang tiup?” tany
Dentuman suara musik mengalun menyeruak kedalam telinga setiap orang yang datang. Lampu terang mampu memperlihatkan setiap insan yang datang dengan riasan wajah yang sudah mereka persiapkan. Dalam ruangan yang besar ini mampu menampung ribuan orang, dan saat ini sudah banyak orang yang datang untuk mengikuti Pesta Relasi di Perusahaan milik Adira. Ya, ini adalah hari sabtu. Dimana semua rekan kantornya menghadiri pesta yang sudah ia janjikan untuk lebih mempererat tali silaturahmi antara rekan kerja dan atasan. Semua mata pun tampak tertuju pada Adira yang berjalan dengan menggandeng Ayana di sampingnya. Bak seorang Raja dan Ratu, kini mereka menjadi pusat perhatian selama mereka berjalan masuk kedalam ruangan. Tatapan kagum terpancar dengan nyata di mata setiap orang yang menatap mereka. Ayana yang memakai dress Vero Navy Blue Smocked Off-Shoulder mini dress. Dress tersebut sangan pas untuk tubuh Ayana, karena mampu membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ti
Dalam sebuah kabin dengan sentuhan warna putih membuat ruangan terlihat sangat lebar. Disana terlihat Aji dan Elvina yang tampak berbaring diatas ranjang mereka, menikmati waktu santai seperti biasanya.“Beberapa hari ini badan ku tidak sesehat seperti dulu. Rasanya lemas sekali, sampai mikirin masalah perusahaan pun belum tentu bisa,” lirih Aji yang sedang membaringkan tubuhnya. Elvina yang sedari tadi nampak asik bermain ponsel pun kini mengalihkan pandangannya pada Aji yang nampak lemas.“Yaudah serahin aja perusahaan ke Tiara. Biar dia yang urus, kamu tinggal rebahan di rumah.” Jawab Elvina dengan wajah sumringahnya. Aji menggeleng, “Aku sudah memutuskan untuk memberikan kuasa perusahaan ini pada Ana. Tiara hanya akan mendapatkan beberapa persen saham saja,” balas Aji menolak. Raut kesal pun terpancar dengan jelas pada wajah Elvina. “Kamu kira lulusan SMA bisa memimpin sebuah perusahaan? Lagian Ana ngga akan bisa ambil kendali perusahaan, kamu i
Langkah kaki besar milik Adira membawanya untuk masuk kedalam gedung besar milik RAJI'S COMPANNY. Sejak kedatangannya raut wajahnya nampak serius dan tidak menampakkan kesenangan sama sekali. Adira menghentikan langkahnya tepat pada lift yang masih tertutup dengan rapat. Ia pun tampak menunggu lift tersebut untuk segera terbuka. Diamnya membuat pikirannya terbawa pada percakapan semalam bersama Aji, Papa mertuanya. Saat itu Adira berada di taman dengan cuaca dingin di tengah-tengah tubuhnya yang masih belum pulih seutuhnya.-^Adira dapat email masuk, apa benar besok pengalihan CEO baru?^^Betul, nak. Papa akan serahkan perusahaan pada CEO baru agar bisa di kelola dengan baik,^^Siapa Pa?^ Marah Adira seolah teredam di balik saluran telephone di ponselnya. Ia tampak menunduk kesal, sembari mengepalkan tangannya dengan kuat setelah mendengarkan jawaban dari Aji tentang siapa yang akan menggantikannya.^Ngga bisa dong Pa. Ini ngga adil buat Ana,^ tegas Adira pada
Ayana tampak membawa nampan berisi bubur ayam dan segelas air putih serta obat yang sudah di berikan dokter untuk Adira. Ia pun menaruhnya diatas nakas sebelah ranjang mereka. Ayana kini tampak membantu Adira untuk bisa duduk dengan nyaman. Adira sudah sadar sejak kedatangan dokter yang menanganinya tadi. Tentu saja ia mendapatkan amukan dari dokter karena terus mendapatkan keluhan tentang perut Adira. Sudah empat tahun terakhir Adira memiliki penyakit ini, dan baru tiga tahun ia menuruti perkataan dokter agar penyakitnya tidak kambuh. Adira tampak tersenyum tipis dengan bibirnya yang pucat.“Makan dulu Mas,” ucap Ayana dengan meraih semangkuk bubur hangat tersebut. Perlahan Ayana tampak mengarahkan sendok berisikan bubur tersebut pada mulut Adira. Adira pun menurutinya dan memakannya walau terasa sedikit pahit di dalam mulutnya. Seperti itu hingga makanannya habis tak tersisa. Kini Ayana pun berganti untuk memberikan minum kepada Adira sebelum meny
Arsen berjalan masuk kedalam ruang kantor yang sudah lama tidak ia kunjungi. Setelah kepulangannya dari Paris, ia langsung memutuskan untuk kembali bekerja agar bisa membantu Adira yang pasti kewalahan mengurus kantornya sendiri. Tidak hanya itu, ia membantu Adira sebagai ucapan terima kasih telah memberikan banyak hal selama ia di Paris.“Selamat pagi, Pak Arsen.” Sapa seorang karyawan perusahaan.“Pagi.” Sahut Arsen. Ia pun terus melangkah menuju ruangan milik Adira, dimana itu adalah rumah kedua untuknya. Ia membukanya tanpa permisi, dan mendapati Adira yang sudah fokus pada pekerjaannya.“Gila, pagi banget lo. Tumben?” tanya Arsen alih-alih menyapa Adira yang sudah fokus pada pekerjaannya.“Banyak banget kerjaan yang terbengkalai selama gue ngga masuk kantor. Ngga ada yang backup gue juga,” jawab Adira tanpa mengalihkan fokusnya sama sekali.“Gue bisa bantu apa?” Adira diam. Ia sepertinya sedang memikirkan apa yang bisa dilakukan Arsen untuknya. “Minta tolo
Ayana mengeliat tak nyaman saat ada sinar matahari masuk menembus celah gorden yang terbuka. Perlahan ia membuka matanya setelah tidur dengan sangat nyeyak tanpa adanya gangguan. Tangan kirinya meraba untuk memastikan bahwa seseorang tetap ada di sampingnya semalam. Tapi nihil, tidak ada orang sama sekali di sampingnya. Dengan cepat, ia pun membuka matanya dan mencari keberadaan sang suami. Awalnya ia terkejut saat tidak mendapati Adira yang tidur di sampingnya, namun sedetik kemudian senyumnya terpancar saat melihat Adira tengah bermain dengan si kembar.“Mas kok udah bangun? Masih pagi loh ini,” tanya Ayana dengan suara seraknya sehabis bangun tidur. Adira menoleh, matanya sangat sayup karena kurang tidur. Semalam, setelah membaca ketikan Ayana, ia tidak bisa kembali tidur. Banyak hal yang dia segera selesaikan untuk menebus semua kesalahannya. Setelah menyudahi pekerjaannya yang terhambat, Adira sebenarnya ingin sekali tidur. Tapi ternyata jam su
Ayana POV Hai, aku Nadira Ayana Wangsa. Wanita berusia dua puluh tahun yang saat ini sudah memiliki dua anak. Aku tidak pernah membayangkan hidupku akan menjadi roller coaster seperti ini. Hidup indah yang menjadi dambaan banyak orang, sudah sirna sejak aku berusia sepuluh tahun. Usia dimana aku masih di temani oleh kedua orang tua yang lengkap untuk mengajarkan ku berbagai banyak hal yang belum ku mengerti sama sekali. Tapi Mama sudah pergi lebih dulu meninggalkan ku dan Papa. Saat itu semuanya menjadi berubah. Papa menjadikan dirinya lebih sibuk alih-alih berusaha melupakan Mama, sehingga aku tidak pernah lagi mendapatkan perhatiannya. Aku tumbuh seorang diri bersama gelapnya warna yang menghiasi hidup ku. Hingga akhirnya Papa memuutuskan untuk menikah kembali. Aku sangat ingat bagaimana waktu aku menolak keras Papa yang meminta izin untuk menikah kembali. Hanya berselang satu tahun, Papa lalu kembali memutuskan untuk menikah dengan wanita janda y
Ayana’s POV Hembusan angin dingin menjalar ke seluruh tubuh. Aku terperanga saat melihat keadaan yang di penuhi kegelapan di depanku. Tangan ku berusaha untuk meraba sekeliling, namun nihil. Tidak ada barang atau seorang pun yang berada disana. Mulutku tak henti-hentinya berteriak memanggil seseorang. Adira. Hanya dia yang ada di dalam pikiranku saat ini. Tidak ada suara apapun disana, kecuali suara pantulan dari teriakan ku. Aku melangkah penuh akan ketakukan ke sembarang arah yang bisa membebaskan ku dari sana. Terus berusaha mencari cara agar bisa keluar dari ruangan mengerikan ini.“Adira!” teriak ku dengan keras. Tangis luruh dengan alasan ketakutan akan kegelapan. Aku terus melangkah untuk mencari jalan keluar, karena tidak ada yang bisa membantuku saat ini kecuali diriku sendiri. Beberapa kali melangkah, kini aku jatuh. Kaki ku lemas karena merasa takut. Tinggal aku sendiri disini.“Na tolong aku.” Aku terkejut saat mendengar suar