Share

Rutinitas

Arsen menghisap sebatang nikotin lalu menghembuskannya. Ia menatap gemerlapnya malam yang begitu indah. Ia menatap ke arah langit malam dan berdecak. Menyesali keputusan dirinya untuk menikah.

“Saya kira menikah tidak akan seribet ini. Ternyata semua ini tidak mudah. Bangsttt.”

Arsen terus diam di balkon. Angin malam tak membuatnya memilih untuk masuk. Kepalanya begitu penat. Banyak hal yang dia pikirkan.

Arsen menghembuskan napas kesal.

“Lagian ... kenapa Alesha masih bisa baik sama ibunya sih!" kesalnya. "Saya masih tidak terima dia yang nuduh saya macam-macam. Padahal semua ini karena ulah ibunya."

Arsen mengerang marah. Tangannya ia kepalkan, berusaha menahan emosi menggebu.

"Seharusnya dia bisa marah lah sama ibunya. Bukan malah meminta saya untuk memaafkannya."

Tapi ...

Teringat lagi bayangan wajah melas Alesha yang memohon pada dirinya. Bagaimana suara perempuan itu yang mendayu meminta belas kasihnya. Hingga kaki Alesha yang menumpu, berharap dirinya bisa menurunkan ego dan berakhir menerima apa yang ia pinta.

"Memusingkan saja!"

Akhirnya setelah puas berdiam di balkon. Arsen kembali masuk ke dalam kamar. Tubuhnya terpaku untuk sesaat melihat Alesha yang terlelap di kasurnya.

"Biasanya saya membenci orang yang tidur di kasur saya. Tapi kenapa saya tidak bisa marah sama dia?" ucap Arsen menatap wajah Alesha.

Langkahnya terhenti. Alesha bukan perempuan buruk rupa yang membuat Arsen enggan untuk di dekatnya. Tingkah Alesha juga bukan seperti perempuan kampung yang selalu membuat Arsen darah tinggi.

Walaupun Alesha tumbuh di lingkungan yang kurang baik. Arsen mengakui bagaimana attitude Alesha yang baik. Bagaimana pintarnya Alesha dalam bersikap. Tapi itu semua tidak cukup membuat Alesha terlihat baik di matanya.

Arsen menganggap ...

Alesha perusak hidupnya.

Baru mau beranjak, langkah Arsen terhenti dan dia berbalik mendekati Alesha. Ia membenarkan selimut yang tersingkap dan kembali menyelimuti tubuh Alesha. Ia rapih kan juga kerudung Alesha yang menutupi sebagian indra penciumannya.

Arsen berdecak.

"Untuk apa dia tidur pakai kerudung kayak gitu," serunya sambil mengambil banyak dan selimut dari dalam almari. "Saya sudah melihat semuanya. Jadi buat apa dia menutupinya lagi?"

Arsen menggeleng, tak paham sama istrinya sendiri.

Setelah mengambil semua kebutuhannya. Arsen beranjak keluar dan memilih tidur di kamar kosong tepat depan kamarnya.

Ia merebahkan diri di kasur dan menatap langit plafon rumahnya.

"Kenapa saya jadi lemah setiap berurusan sama perempuan itu sih?" tanya dia yang bingung sama dirinya sendiri itu.

***

Matahari mulai memancarkan sinarnya dengan malu-malu. Cahaya yang merambat masuk ke sela gorden membuat perempuan yang sejak tadi melantunkan ayat suci itu memilih menyudahi kegiatannya saja.

"shadaqallahul adzim"

Alesha menutup Al-quran dan mengecup cover Al-quran. Ia bersyukur karena senantiasa membawa Al-quran yang selalu menjadi penenangnya di kala hati Alesha sedang gundah gulana.

Alesha menaruh al-quran ke atas meja lalu membuka mukenanya.

Dipandangnya lagi kamar besar yang terasa kosong hanya karena ada dirinya saja.

Jujur saja,

Begitu bangun dan Alesha tidak menemui Arsen di sampingnya. Perempuan itu sedikit sakit hati. Karena Arsen memang benar-benar memberikan jarak untuk mereka.

Berbagai cara ia lakukan untuk menghilangkan perasaan sesaknya dan keputusan dia untuk baca Al-quran ternyata sudah tepat. Kini dirinya sudah jauh lebih lega dan tenang. Tidak memikirkan berbagai hal buruk lagi yang menyakitkan.

"Aku keluar aja deh, siapa tahu ada tuan Arsen di luar."

Alesha turun ke bawah dan aroma harum menyambut aroma penciumannya. Langkah kaki Alesha membawa perempuan itu ke dapur yang baru pertama kali Alesha pijak. Di sana ada seorang perempuan cukup tua yahh sedang memasak.

"Bu," sapa Alesha

"Eh iya non ... mau sarapan ya? sebentar lagi ya non. Makanannya belum siap."

"Panggil aja Alesha bu," lanjut Alesha dengan sopan. "Bu ... biar aku lanjutin aja masaknya."

"Eh tidak perlu mbak Alesha," ucap Ibu itu. "Sudah tugas ibu untuk membuat sarapan di sini. Mbak kerjakan yang lain saja atau persiapkan saja kebutuhan tuan Arsen. Itu lebih berguna ketimbang membantu ibu."

"Hah?"

Alesha mengerjap bingung.

Mengurus suaminya?

Apa yang harus ia lakukan? Karena Alesha sungguh tidak tahu harus melakukan apa dan memulai dari mana.

"Apa yang bisa aku lakuin?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status