"Farhan?"Alesha menggeleng pelan. "Aku nggak pernah punya teman laki-laki yang namanya Farhan. Kenapa? tuan kenal sesuatu?"Arsen menghela napas lega dan langsung menggeleng begitu saja. "Enggak ... saya salah sangka. Sudah kamu masuk ke kamar saya. Saya mulai bosan melihat wajah kamu terus."Alesha tersenyum sendu dan mengangguk. Ia meninggalkan Arsen dengan perasaan campur aduk. Tapi janjinya pada diri sendiri untuk bahagia membuat Alesha tidak bisa apa-apa selain tersenyum dan berusaha untuk tidak memikirkan omongan jahat untuk dirinya. Ia mengunci pintu kamar dari dalam dan menaruh kue tersebut di atas meja. "Untuk hari ini, misi aku sukses. Aku bisa tersenyum dan nggak ngeluh sama sekali di depan tuan Arsen!" pekiknya pelan. Sementara itu, di depan sana Arsen buru-buru mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan untuk Farhan. /Dasar pembohong! membuat saya malu saja./***Hari ini, Alesha mulai membiasakan diri untuk tinggal di tempat baru. Ia juga mulai membiasakan diri un
"Ya ... biasa aja dong tuan."Alesha membawakan masakannya ke atas meja lalu menyiapkannya untuk Arsen. "Tapi, memangnya tuan nggak masalah makan masakan aku? maksudnya kan ini masakan biasa. Takutnya tuan nggak suka lagi. Jadi, nggak usah deh. Tuan makan makanan bibi di sini aja. Kalau mau cicip doang mah boleh deh. Tapi kalau makan nggak usah."Arsen menarik piring di depannya, membuat Alesha melayangkan tatapan protes. "Saya kan udah bilang mau makan ini. Jadi nggak ada masalah sama sekali," ucapnya penuh penekanan. "Lagi pula saya mau melihat sejauh mana skill masak kamu. Skill orang yang selama ini mengaku selalu masak di rumah.""Dih ... masakan aku mah yang penting bisa kemakan. Aku nggak pernah ngomong kalau masakan aku tuh enak. Jadi, tuan nggak boleh protes sama sekali."Alesha mau beranjak tapi Arsen kembali memanggil dirinya itu. "Apalagi tuan?" tanya Alesha yang geregetan. Perutnya udah memberontak minta di isi tapi Arsen menunda terus sejak tadi"Mau ke mana?" tanyany
"Sedari dulu aku udah belajar banyak tentang agama. Aku memang bukan orang yang paham banget agama atau agamis banget. Tapi aku tahu kalau pernikahan itu sakral dan bukan main-main."Alesha memainkan ujung jarinya di atas pahanya. Ia melilitkan rok yang ia kenakan, tanda sangat gugup. "Dari awal pernikahan ini, aku menganggap semua ini serius kok. Apalagi pernikahan kita udah sah di mata negara dan agama. Jadi, aku gak ada alasan lagi buat nolak kenyataan ini."Tatapan Arsen memicing, "walaupun kamu dipaksa dalam pernikahan ini?" tanya Arsen dengan penuh penekanan membuat jantung Alesha serasa ditusuk oleh benda tajam hingga ia merasakan sangat sesak di ulu hatinya. Alesha mengangguk. "Kamu ini aneh. Setelah semua yang kamu lewatin beberapa hari ini, kamu masih anggap baik pernikahan ini?""Oh ... dalam agama nggak ada yang namanya main-main, tuan." Alesha memperjelas dengan senyuman tipis. "Kalau tuan anggap biasa aja pernikahan ini, ya itu hak tuan. Tapi enggak bagi aku. Makanya
Dunia memang tak adil. Tentu Alesha mengetahui itu semua. Tidak semua yang kita mau akan terwujud karena Allah lebih tahu apa yang di butuhkan oleh kita. Terlebih manusia hanya di izinkan untuk berperan bukan untuk menentukan semua takdir. Tapi Alesha tidak tahu kalau peran yang ia laksanakan akan seberat ini. "Sebenarnya ... apa yang terjadi sama aku sih? apa yang pernah aku lakuin di masa lalu, sampai aku hidup segininya banget. Selalu salah dan gak pernah ada yang dukung sama sekali."Alesha menatap jalanan yang tampak basah lantaran habis hujan. Ia termenung dengan tangan yang tak bisa diam, sejak tadi terus mengetuk meja. "Aku gak punya keluarga yang bisa aku jadikan tempat curhat. Aku juga gak punya apa yang aku mau untuk tempat aku mengadukan kesedihan. Aku gak ada teman sama sekali." Perasaan sedih semakin menyelimuti Alesha dan ia hanya bisa memalingkan wajahnya saja. "Bahkan ... sekarang yang punya status sama denganku, gak pernah menganggap aku ada."Dia menarik napas dal
"Tuan berubah setelan memiliki mbak."Perhatian Alesha teralihkan saat sedang makan dan menatap bibi yang datang dari arah dapur sambil membawa tambahan lauk karena Alesha yang minta untuk nambah. "Berubah kayak gimana?" tanya Alesha penasaran. "Bibi boleh duduk aja, aku jadi mau tau apa yang biasa tuan Arsen lakuin sebelumnya dan ngomongin tentang hal ini. Karena bibi pasti tahu kan apa yang terjadi di rumah ini?"Bibi tersenyum tipis lalu menarik kursi dan duduk di hadapan Alesha yang masih makan. Maklum, nafsu makannya jadi bertambah karena Arsen sendiri yang memintanya untuk makan. "Bi," panggil Alesha. "Boleh aku dengar apa pun tentang tuan Arsen? pasti bibi udah tahu kan apa yang terjadi antara aku sama tuan Arsen? tentang pernikahan paksa kami karena dari kami nggak ada yang mau tentang pernikahan ini?" tanya AleshaBibi itu mengangguk pelan. "Dulu sekali tuan Arsen sudah tinggal sendiri di rumah ini dan sejak dulu tak pernah ada senyuman sama sekali di wajahnya. Tuan Arsen
“Diam dan jangan bantah ibumu! Atau kamu akan melihat mayat ibu tergantung di rumah ini!”Alesha meringis. “Bu ... ibu boleh suruh aku apapun itu, tapi jangan nyuruh aku nikah sama laki-laki yang bahkan nggak aku kenal sama sekali,” seru Alesha dengan lirih. “Aku nggak mau nikah sama laki-laki bejat di luaran sana. Aku nggak mau sama sekali!”Ibunya itu menarik lengan Alesha dan mencengkram kuat lengan anaknya.“Kamu udah ibu jual ke rumah bordil dan mereka juga udah nawarin kamu ke salah satu langganan di sana. Terus ... kamu harus tau, kalau kamu dibeli! Kamu bakal dibayar dengan jumlah uang yang besar banget. Kamu nggak perlu mikirin buat dapetin uang lagi, sampai banting tulang sana-sini. Kamu cukup ikutin kemauan orang itu. Mau ya ... ibu mohon.”“Bu.”“Pokoknya kamu harus nurut untuk kali ini! kalau sampai nggak, kamu harus bayar utang ibu sebanyak dua ratus juta. Jadi, kamu tinggal milih. Dapetin uang dua ratus juta itu atau kamu turutin orang itu!”Selanjutnya Alesha hanya bis
Fakta yang baru di dengar Alesha benar-benar membuat perempuan itu terkejut. Selanjutnya ia hanya diam mengikuti tarikan laki-laki itu. Sampai pernikahan selesai dan mereka tiba di hotel juga Alesha hanya diam, merenungkan semua masalah yang terjadi.Alesha baru tersadar saat suara pintu hotel yang terbuka.“Alesha ...”Perempuan itu mendongak dan menatap pria berjas hitam yang mendekati dirinya dengan wajah datar. Alesha meremang, aura laki-laki itu sedikit membuatnya takut.“Sebelumnya saya mau mengatakan peraturan yang harus kamu lakuin selama menikah sama saya. Karena saya tidak mau keberadaan kamu mengganggu hidup saya.”Alesha menunduk, “terus kenapa kamu menikahi saya?” tanya Alesha mencengkram ujung kerudungnya. “Kenapa kamu nggak cari perempuan lain yang lebih berhak sama tuan? Kenapa harus saya? Saya beneran tidak mau menikah. Saya tidak mau.”“Arsen, panggil saya Arsen. Tidak perlu tuan seperti tadi. Saya tidak segila hormat itu,” jelas Arsen sambil membuka dasi kupu-kupu d
Kini Alesha berada di dalam kamar mandi, setelah ia bangun saat pagi buta dan diam-diam pergi saat Arsen masih tertidur lelap di sampingnya. Hati Alesha sangat hancur. Ia pun masuk ke dalam bath up dan menyalayakan shower. Ia membiarkan air yang sangat dingin mengguyur sekujur tubuhnya berharap derasnya air shower bisa menumpahkan segala sesaknya dengan menangis.Alesha memeluk tubuh polosnya.“Penipu, katanya nggak akan ngelakuin itu. Tapi apa ini?” ucapnya dengan amarah yang sangat menggebu.Pikiran Alesha sudah terbang ke beberapa hal. Entah bagaimana nasib ia ke depannya setelah ini. Alesha semakin meringis, “aku kotor, aku kotor,” histerisnya Sementara itu, Arsen menggeliat dalam tidurnya. Tangannya meraba ke sisi tempat tidur. Seketika Arsen terperanjat saat ingat perbuatan yang ia lakukan semalam. Ia langsung bangun dan mengedarkan pandangan ke segala arah. Tapi Arsen tidak menemukan orang yang di maksud. Baru mau mencari Alesha, ia mendengar suara air mengalir dari kamar ma