Share

Bab 2

Aвтор: Rira Faradina
last update Последнее обновление: 2024-04-04 21:34:02

Aku melangkah malas ke ruang keluarga. Papa bilang ingin membicarakan sesuatu padaku. Ah, aku yakin, pasti pembicaraan tentang pernikahanku yang tentunya akan membuatku bosan.

Aku masih tak mengerti dengan jalan pikiran papa. Apa untungnya menikahkanku dengan Aluna? Bukankah masih banyak gadis lain yang lebih baik darinya. Kenapa tidak memilih salah satu anak perawan dari kolega bisnis papa, seperti anak Pak Handoko yang baru saja lulus dari luar negeri itu? 

Entahlah. Pikiran papa terkadang kampungan.

"Kau sudah datang, Rei? Ayo sini duduk dulu," Papa menyapa ketika melihatku yang baru saja tiba.

Aku memasang wajah datar, lalu mengambil posisi duduk yang nyaman di sofa, tak hanya papa, ada mama dan Raina disana.

"Minggir," usirku pada Raina, adik perempuan semata wayangku.

"Apaan sih, mas. Kan bisa duduk disana. Aku sudah lebih dulu duduk di sini," Ketus Raina sambil memonyongkan bibirnya. 

"Aku maunya disini,"  Dengan terpaksa, adikku itu menggeser tubuhnya.

"Kau benar-benar menyebalkan. Mas," Rutuknya.

"Lebih baik kau belajar sana, kerjakan saja skripsimu biar cepat sidang. Daripada menguping pembicaraan orang tua." 

"Ma!" Raina memekik sambil menoleh pada mama.

"Kalian berdua diamlah. Dengarkan papa bicara."

"Aku berharap, semoga Aluna bisa mencuci otak dan sifat menyebalkanmu itu, mas," cibir Raina.

Aku melebarkan senyum mendengarnya.  Ah, memang selalu menyenangkan bisa menekan orang lain untuk menuruti keinginan kita. Lagipula apa yang bisa dilakukan oleh gadis kecil yang cuma lulus SMA? Paling bisanya cuma merajuk dan menangis.

Papa berdehem meminta perhatian dari kami. Aku terpaksa diam. Meski sebenarnya malas untuk mendengarnya.

"Rei, besok Aluna beserta ibu dan adiknya akan datang kerumah. Papa harap kau bisa mengajaknya keluar atau menemaninya berbelanja selagi kami membahas acara pernikahan kalian."

"Papa sengaja meminta Luna ikut kemari agar kau punya waktu untuk mengenalnya lebih dekat. Papa harap kau bisa bersikap baik padanya," ucap papa mengultimatum.

"Kau pasti akan suka, nak. Luna gadis yang baik dan menyenangkan," Timpal mama memuji.

Aku melongo mendengar ucapan mereka. Apa aku tak salah dengar? Menemani gadis kecil itu? Menyenangkan? Oh tuhan, bagaimana mungkin hal bodoh itu bisa kulakukan. Bagaimana Jika ada teman atau karyawanku melihat kami pergi bersama? 

Bisa jatuh wibawaku.

Seorang Reshwara yang tampan dan mapan tiba tiba berjalan dengan gadis remaja berusia sembilan belas tahun, bisa bisa nanti aku disangka seorang Sugar Daddy yang sedang memanjakan Sugar baby-nya 

"Iya, terserah papa saja," Ucapku menyerah. Malas rasanya mengajak papa berdebat, karena pada akhirnya nanti aku juga yang akan kalah.

***

Keesokkan paginya,

Perlahan ku buka jendela lalu berjalan menuju balkon sambil menikmati secangkir kopi yang sudah disiapkan Bi Asih untukku. Menikmati udara pagi sambil duduk disini adalah hal yang biasa kulakukan.

Kamarku berada di lantai tiga, dengan balkon luas yang menghadap ke arah depan. Dari sini aku bisa melihat aktivitas yang ada di halaman depan. Bahkan, janda muda yang ada di depan rumah tak luput dari perhatianku. Eh ...-

Masih jam tujuh pagi. Entah mengapa rasanya malas turun kebawah meski berulang kali mama meminta Bi Asih memanggilku untuk sarapan. Teringat akan pembicaraan dengan papa semalam, semoga saja keluarga gadis itu membatalkan kedatangan mereka ke sini.

"Den, dipanggil nyonya untuk sarapan."

Kembali pintu kamarku diketuk dan suara Bi Asih yang terdengar memanggil. Hanya di rumah ini saja, kekuasaanku di batasi. Seakan aku seorang anak kecil yang masih perlu diurus.

"Ma, aku bisa sarapan di kamar saja," Protesku begitu tiba di meja makan.

"Ngapain di kamar? Terus apa fungsinya meja makan ini jika tidak digunakan? Makanya kau butuh seorang istri untuk mengurusmu ...." Ucap mama panjang lebar. Membuatku pusing.

Heran. Aku hanya meminta agar bisa sarapan di kamar saja. Mengapa sampai persoalan istri dibawa-bawa?

Raina nampak terkikik mendengarnya. Seakan melihat sebuah pertunjukan lucu yang sedang digelar dihadapannya. Tak lama ia menambahkan ucapan mama.

"Sepertinya Luna akan bisa mengajarinya, ma." 

Aku mendelik pada Raina. Apa maksud dari ucapannya. Aneh, bicara hal seperti itu padaku, pada seorang Reshwara yang tampan dan mapan. Bisa apa gadis kecil belasan tahun itu? Halah paling bisanya cuma merengek dan menangis dipojokkan.

"Nanti siang Luna dan ibunya akan datang, kau jangan kemana-mana. Mama ingin kau temani Luna jalan jalan," Titah Mama yang tidak bisa kubantah.

"Ya," Jawabku ketus. Membuat mama melotot. Kesal. Membantah ucapan mama sama saja dengan seperti menelan bubuk cabe. 

Sarapan pagi ini membuatku tak berselera, rencana siang ini untuk bertemu Saskia terpaksa dibatalkan. Sampai saat ini aku masih belum memberi tahunya perihal rencana pernikahanku. Entah mengapa, ada rasa malas untuk memberitahunya karena aku belum ingin kehilangannya. Kehilangan sentuhan nakalnya, he ... he ....

Aku beranjak meninggalkan ruang makan ini begitu selesai. Papa masih mengingatkan ku agar tidak pergi keluar. Beliau mengancam akan menarik semua fasilitas yang diberikan jika aku kabur atau mengabaikan ucapannya.

"Ingat Rei. Jangan bikin malu papa," Ancam papa dengan suara baritonnya yang khas. 

Menit demi menit , jam demi jam pun berlalu, hingga akhirnya sebuah mobil yang diminta papa untuk menjemput Aluna dan keluarganya kulihat baru saja tiba. Aku melengos ketika melihat betapa antusiasnya papa menyambut kedatangan mereka. Sungguh, kurasa sikap papa terlalu berlebihan menyambut mereka.

Mama bilang, keluarga Aluna bukanlah keluarga kaya. Sebelum meninggal, bapaknya hanyalah seorang karyawan kantoran biasa sementara ibunya adalah seorang guru SMP. Aluna juga mempunyai seorang adik laki-laki yang kini masih duduk di bangku sekolah menengah.

Luna, begitu gadis itu dipanggil. Nampak mengenakan celana panjang yang dipadu dengan blouse berlengan merah muda yang sedikit longgar, ditambah dengan rambut yang dikuncir kuda kebelakang, membuatku seketika mencibir penampilannya, sungguh, benar-benar gaya berpakaian anak kecil yang kampungan dan tidak menarik.

Rasanya ingin aku memaki papa, inikah penampilan calon istri seorang Reshwara, seorang direktur utama yang tampan dan mapan? 

Aku merutuki nasib buruk ini.

"Rei ... Ayo sini," Panggil mama menyentak pikiran burukku.

"Iya," jawabku dengan terpaksa.

Mereka mulai membicarakan pernikahan kami, kulirik gadis itu hanya menunduk saja dan mengangguk ketika dimintai persetujuannya seolah mengikuti saja keinginan para orang tua.  

"Kenapa tidak menolaknya saja, sih?" Gumamku gemas melihatnya yang selalu mengangguk setuju.

Ah, mana mungkin ia berani menolak, meskipun hanya tamatan SMA. Aku rasa ia juga tahu dan menginginkannya. Siapa sih yang bisa menolak keberuntungan menjadi menantu seorang pengusaha sukses negeri ini. Menikahi seorang Reshwara yang tampan ini? 

Wanita di mana-mana sama saja. Tapi, setidaknya Saskia bisa membuatku melambung. Wajah cantiknya tak akan membuatku malu untuk mengandengnya kemana mana. Setidaknya, bisa membuat pria lain iri karena keberuntungan yang kumiliki.

Mereka, para tetua kini terlibat pembicaraan serius. Entah mengapa, aku tak begitu menyimak. Bagiku yang terpenting adalah pergi dari sini. Mendengar pembahasan mereka membuatku tiba- tiba mengantuk.

"Hei, kau mau jalan jalan sebentar?" sapaku pada Luna. Sengaja aku menyapanya agar bisa segera keluar dan menjauh dari ruangan ini.

Mama langsung menoleh begitu mendengarnya, sontak aku memaksakan diri untuk tersenyum, tak lama kulihat mama mendekat pada gadis itu.

"Aduh, hampir saja lupa. Rei, tolong ajak Luna jalan- jalan, ya," ucap mama sambil mengedipkan sebelah matanya padaku. 

"Sana Luna. Minta Rei belikan apapun yang kau suka," ujar mama lagi sambil mendorong tubuh Luna agar mendekat padaku.

"Iya, sana, Mas. Luna diajak jalan jalan dulu," Todong Raina. Anak itu memang menyebalkan. Entah mengapa tuhan memberikanku seorang adik perempuan yang bawel seperti dia.

"Berisik!" sungutnya pada mereka sambil memasang wajah kesal.

"Kalau Mas Rei macam macam, ki-ck saja ya, nanti biar papa yang urus sisanya," pesan Raina begitu melihat Luna yang masih terpaku.

Gadis itu hanya menunduk. Entah apa maksud Raina berkata seperti itu. Memang di pikir aku pria tak berkelas. Lagipula, Ki-ck, apa maksudnya, maaf ya, Luna jauh sekali dari sosok gadis impianku. 

Mendadak, aku merasa ada yang aneh. Rasanya seperti ada sesuatu yang tersembunyi di balik ucapan Raina. Sesuatu yang belum kuketahui. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 50

    Aaww! Teriakku cukup keras saat Luna menekan kasar bagian memar di bagian pelipisku, seperti di lakukannya dengan sengaja. Ah, mengapa aku sampai lupa jika ia adalah Mak lampir. "Dasar Mak lampir, kau sengaja melakukannya untuk membunuhku, ya?" Ucapku yang tanpa sadar kelepasan bicara. "Apa? Kau mengataiku Mak lampir?" Mata Luna melotot padaku. "Ah, itu ... Hehe! lagipula kau memang seperti Mak Lampir." Kupaksakan bibirku tersenyum. "Kau mau memar-mu ini kutambah, mas?" ancam Luna cemberut, ah, mengapa aku baru sadar jika ia ternyata semanis ini. "Iya, Jika kau yang melakukannya, aku tak akan menolak," ujarku dengan cepat menarik tubuhnya ke dalam pelukanku. "Kau tahu, sepertinya aku telah jatuh cinta pada seorang mak lampir yang cantik," bisikku di telinganya. "Mulai sekarang, maukah kau menerima pria bodoh ini menjadi suamimu?" Lanjutku lalu mengurai sedikit pelukanku dan memandangnya. Luna terdiam sesaat. tak lama kulihat kepalanya mengangguk. entah mengapa membu

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 49

    "Maaf, karena telah menyakiti hatimu," ucapku pelan lalu kembali mengusap bibirku yang masih terasa nyeri. Saskia menatapku nanar, seolah tak percaya ungkapan itu berasal dari mulutku. Tak lama, ia kembali bicara. "Lebih baik sekarang kau pergi dari sini mas, sebelum aku meminta pihak keamanan untuk mengusirmu," Suaranya terdengar bergetar disertai dengan jari telunjuk yang mengarah ke arah pintu. "Iya, aku akan keluar dari sini. Sekali lagi aku minta maaf karena telah membohongimu." Yah, memang seharusnya aku meminta maaf padanya karena bagaimanapun ia berkata benar, akulah orang pertama yang mengkhianati hubungan kami, akulah orang yang telah berbohong padanya karena menyembunyikan status pernikahanku darinya. Setidaknya aku bisa sedikit mengerti alasan mengapa ia bertindak senekat ini. Mungkin ini juga bentuk hukuman dari tuhan padaku karena telah berbohong dan mengabaikan keberadaan Luna selama ini. Ah, mengapa aku semakin merindukan istri kecilku itu? Akuilah Reshwara jika

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Ba 48

    "Melihat lelaki ini ada di apartemenmu, sudah cukup menjadi jawabannya. Aku tak menyangka jika ternyata kau juga menjalin hubungan lain di belakangku, benar -benar perempuan murahan." Cih! "Ya, aku yang melakukannya. Mengapa? Kau kesal, marah, kecewa?" Suara Saskia terdengar lantang, seakan mewakili kemarahannya. Kupalingkan wajah dan menatapnya yang saat ini tengah melempar tatapan tajam padaku. "Kau bener sekali, aku yang membocorkannya. Bagaimana rasanya di khianati? Sakit?" Desis Saskia. "Kau ...!" Geramku padanya dengan tangan terkepal. Andai ia bukan seorang perempuan, sudah ku hajar ia sekarang. Atmosfir ruangan ini kini berubah panas, mata itu masih melempar tatapan menghujam padaku, seakan sedang melepaskan semua kemarahannya padaku. "Aku tidak menyangka jika kau bisa mengkhianatiku, Saskia." "Tentu saja bisa, kau tahu mengapa aku melakukannya?" Bibir itu mengulas senyum sinis padaku. "Karena kau yang lebih dulu mengkhianatiku. Apa kau pikir aku tidak tahu jika terny

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 47

    "Saat seorang wanita sudah merasa tidak nyaman di rumah suaminya, maka secara naluri ia akan pulang ke rumah orang tuanya, karena ia tahu bahwa rumah orang tuanya adalah satu satunya tempat ternyaman untuknya," ujar Tante Wina ikut bicara. "Begitukah?" ucapku tanpa sadar sambil melirik Raina yang menggeleng kesal. "Makanya mas, cari tahu dulu penyebabnya, jangan bisanya cuma asal tuduh saja. Kalau begini kau juga yang malu kan?" Aku mengulas senyum getir saat mendengarnya. Raina berkata benar, entah mengapa saat ini aku merindukan Luna, merindukan tingkah konyol Mak lampir cantik itu. Ponselku tiba tiba berdering, kulirik arloji di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan angka delapan, rasanya masih belum terlalu malam untuk meluncur ke Depok dan menjemput Luna. Namun, sebelum itu, aku akan menjawab panggilan teleponku dulu. Senyumku seketika terbit saat kulihat nama seseorang yang tertera di layar, kelihatannya, aku harus menunda sebentar kepergian ku ke Depok karena masih ada

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 46

    Aku menoleh pada Keenan yang masih menatapku, ada rasa bersalah dalam hati karena telah asal menuduhnya, jika memang itu yang sebenarnya terjadi, maka aku telah melakukan kesalahan yang besar pada Luna. Ah, mengapa aku bisa sampai bertindak se-ceroboh ini, tak biasanya aku melakukan sesuatu hal tanpa rencana, sungguh aku merasa sangat malu saat ini. Papa terlihat menggelengkan kepalanya, sementara mama masih tertawa geli, dan Raina, gadis itu mengulas senyum tipis di wajahnya, senyuman yang entah mengapa terlihat begitu menyebalkan. Tak lama kudengar mama bicara. "Luna adalah gadis yang baik, Rei. Cobalah untuk mengenalnya lebih dekat, kau pasti tahu mengapa mama dan papa memilihnya untuk menjadi pendampingmu." Aku tak menjawabnya, hanya mengangguk lemah. Ucapan Mama mungkin ada benarnya, aku yang salah, karena masih belum sepenuhnya menerima keberadaan dirinya dan juga pernikahan kami. Mungkin karena jarak usia kami yang terpaut cukup jauh, membuatku meremehkannya atau mungkin

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 45

    "Ha ... Ha ... ha" Tawa papa terdengar begitu keras memenuhi seisi ruangan ini sesaat aku selesai menceritakan kecurigaanku tentang hubungan terlarang Keenan dan Luna. Aku melongo melihat papa yang tampak begitu renyah tertawa, tak hanya papa, mama, Raina bahkan Keenan juga tampak tertawa. Hanya Tante Wina yang tampak mengulum senyum seakan ingin menjaga wibawaku. Ini aneh. Apa yang terjadi pada mereka semua? Mengapa tertawa? Bukankah seharusnya mereka marah dan kesal? Aku masih menatap mereka dengan wajah bingung dan tak mengerti, tak lama ku dengar Raina bicara. "Kau memang orang paling lucu yang pernah kukenal, mas." "Lucu sekali," gelak tawa Raina sambil menunjuk padaku. "Aku bicara yang sebenarnya, kenapa kalian semua tertawa?" Ketusku lalu memalingkan wajah. "Tentu saja kami semua tertawa, karena semua tuduhanmu itu tidak benar," balas Raina. "Tidak benar bagaimana, aku serius. Kalian bisa tanyakan sendiri pada Keenan," geramku sambil melirik pada pemuda yang duduk di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status