공유

Bab 3

작가: Rira Faradina
last update 최신 업데이트: 2024-04-04 22:13:36

Angin sepoi-sepoi mengiringi kepergian kami. Hembusan angin juga nampak membelai lembut rambut panjang Luna yang diikat ke belakang. Penampilannya sederhana dengan make up tipis dan poni yang disisir menyamping, tetap saja tak membuatku terpesona.

Aku sengaja membukakan pintu mobil untuknya, karena menyadari tatapan mata mama yang masih memperhatikan kami. Kulakukan ini karena malas akan mendengar siraman rohani dari mama bila tidak memperlakukan calon menantu kesayangannya dengan baik. Meski semua sikap baik ini penuh kepalsuan dan kepura-puraan, tetap saja ada rasa emosi dan kesal dalam dada karena biasanya para wanita yang seharusnya memanjakanku.

Perlahan, mobil yang ku kendarai bergerak menjauh meninggalkan rumah. Kulirik, gadis ini masih diam dan menatap keluar jendela, seakan-akan aku adalah sopir pribadinya.

Aku membiarkannya saja, sepanjang perjalanan kami hanya diam. Aku sengaja fokus menyetir tak mengajaknya bicara. Lagipula, aku tak tahu apa yang bisa dibicarakan dengan gadis belasan tahun seperti dirinya.

Ponselku tiba tiba bergetar, ku pelan kan sedikit kecepatan mobil sambil mengambil ponsel yang berada di saku celana. Kulirik ada panggilan telepon dari Agung, teman baik semasa kuliah dulu.

"Ada apa? Cepetan ngomong, lagi nyetir nih," ujarku langsung tanpa salam.

"Ok, maaf aku lupa, untung saja kau menelepon, bro," jawabku sambil menoleh pada Luna, lalu menutup teleponnya.

Aku membawa mobilku menuju ke arah sebuah mall. Dalam pembicaraan telepon tadi, Agung mengingatkan jika hari ini ada reuni kecil di sebuah cafe milik salah seorang teman mereka yang baru saja dibuka. Akan ada banyak teman teman lain yang hadir. Termasuk Ayu, Sang primadona kampus dulu.

Entah ini karena nasib baik atau karena keberuntungan sedang berpihak padaku. Yang Jelas aku berterima kasih padanya karena telah mengingatkanku. Jujur, aku lupa jika siang ini ada acara pertemuan teman teman semasa kuliah dulu sekaligus juga ajang promosi cafe baru seorang teman.

Aku melirik pada Luna. Ah, tak mungkin kubawa dia kesana. Penampilannya yang begitu khas remaja. Ditambah wajahnya yang biasa saja tanpa polesan makeup. Membuatku berpikir ratusan, ah tidak ribuan kali untuk mengajaknya kesana. Apalagi katanya Ayu juga akan hadir disana, bisa hancur reputasiku sebagai pria tampan penakluk wanita.

Tidak, Luna tak boleh terlihat bersamaku. Jika mereka sampai tahu bahwa gadis belasan tahun ini adalah calon istriku. Bisa habis semua reputasi yang selalu kubanggakan selama ini, tentunya menjatuhkan wibawaku sebagai calon suami impian para wanita.

Benar sekali.

Secepatnya, aku harus menyingkirkan Luna terlebih dahulu, tapi kemana aku harus meninggalkannya?

"Emm ... Luna!?"

"I-iya, Om," jawabnya pelan, tanpa menoleh.

Eh busyet deh, nih anak manggil Om? Dikira aku sudah setua itu, sampe dipanggil Om. Tak tahukah dia jika Reshwara yang tampan dan mapan ini begitu menawan? Masa pria semenawan diriku terlihat seperti seorang Om-om?

Aku bergidik sendiri.

Tidak! Jangan-jangan, saat ini dia sedang menyamakanku dengan pria beristri dengan perut buncit yang berkeliaran sambil menggandeng Sugar baby nya itu? Tuhan, mengapa kau membiarkan ketidak-adilan ini terjadi padaku yang berwajah tampan ini.

Aku berdecak sebal, mengeluh dalam hati, lalu kemudian meliriknya sekilas yang masih memandangku penuh tanya, sesaat melihat bola matanya yang besar mengerjab, membuatku seakan terhipnotis oleh iris mata yang kecokelatan. Tapi, maaf ya, aku terpaksa melakukannya. Jangan berpikir aku tega kerena aku tak ingin malu dan menjadikanku bahan gurauan jika kupaksakan diri untuk mengajaknya ke acara tersebut.

"Jangan panggil aku Om. Panggil saja kakak, mas, abang, atau apalah, yang penting jangan Om. Aku belum setua itu," protesku dengan nada kesal.

"Maaf, aku tak tahu harus manggil apa? Habisnya aku takut kalau harus manggil mas, takut Om marah," ujarnya. Entah karena takut seperti ucapannya, atau sengaja ingin mengejekku karena perbedaan usia kami yang memang terpaut cukup jauh.

"Jangan panggil Om,"" ulangku ketus.

"Maaf," kulihat ia menunduk begitu selesai mengucap kata 'sakti' itu.

"Sudahlah, dengarkan aku, mendadak aku ingat jika ada janji mau ketemu temen siang ini. Kau jalan jalan sendiri saja. Aku akan menurunkanmu di mall itu," Ucapku sambil menunjuk ke bangunan megah sebuah mall di sisi kirinya.

"Terserah kau mau belanja, makan atau nonton. Pokoknya dua jam lagi, aku akan menjemputmu di sana." Aku menunjuk kearah halte bus yang ada diseberang jalan, yang tak jauh dari mall yang tadi kutunjuk.

"Kau tak apa apa kan jika kutinggal dan jalan jalan sendiri?" Aku meninggikan suara. Mencoba mengintimidasinya.

"Iya Om, eh, Mas," Ucapnya pelan lalu memalingkan wajahnya.

"Bagus, kau memang gadis pintar. Kuharap dua jam lagi kau sudah ada di sana saat aku menjemputmu. Ini ambil untuk jajan di sana, beli apapun yang kau mau," Ucapku setengah mengancam sambil memberikan kartu debitku ke tangannya.

"Tak usah, mas. Aku punya uang," tolaknya.

"Sudah ambil saja, PINnya 222280," aku memaksanya.

Akhirnya Ia mengangguk lalu keluar begitu mobil ini berhenti didepan mall yang tadi kumaksud. Langkahnya gontai sambil menyandang Sling bag di bahunya. Benar benar penampilan gadis remaja yang membosankan.

Setelah menurunkan Luna, aku kembali mengendarai mobilku menuju ke cafe yang tadi disebutkan Agung. Tak begitu jauh, hanya sekitar dua puluh menit saja dari mall ini. Begitu sampai di sana, kulihat sudah ada beberapa orang teman lainnya yang sudah lebih dulu tiba.

"Hai bro, tambah keren aja sekarang?" sapa Alex berbasa-basi. Salah seorang temanku, pemuda blasteran yang pernah begitu tergila-gila pada Stella, kakak tingkat kami di kampus dulu.

"Apa kabar bro?" Sahutku membalas.

Kami berbincang sejenak dan bertukar kabar. Sudah ada sepuluh orang yang hadir disini, Beberapa diantaranya kulihat datang membawa pasangan yang juga serasi dengan kelas dan wibawa mereka. Ah, untung saja Luna sudah kuturunkan di mall tadi. Andai aku datang membawanya. Siap-siap saja menjadi bahan ejekan dan olok-olokan mereka.

"Masih jalan sama model itu, bos?"

"Maksudnya, Saskia?" tanyaku balik memastikan.

"Yoi, memang selain dia, jalan sama siapa lagi?" Katanya menegaskan.

"Masih lah," ucapku bangga.

"Enak ya, pria mapan macam kau bisa dengan mudah dapat cewek manapun." Kali ini si Andreas yang bicara, tentu saja dengan logat Bataknya yang begitu khas itu.

"Macam tak tahu pulak lah kau, By the way, selamat ya atas pembukaan cafe mu ini," sahutku sombong sambil mengangkat wajah. Membalas ucapannya.

"Ah, usaha cafe ini tak sebanding dengan bisnis keluargamu itu," balasnya merendah.

Sudut bibirku melengkung tipis saat mendengarnya. Iyalah, secara seorang Reshwara yang tampan dan mapan. Tentu saja mudah memikat hati wanita manapun. Jangankan seorang wanita macam Saskia, Seorang Reshwara mampu menaklukkan hati wanita manapun yang disukainya.

Aku merasa di atas angin, ketika melihat tatapan kekaguman dari Andreas. Yah, yang kutahu Jika penampilan istrinya tak begitu menarik, apalagi beberapa bulan lalu saat kami tak sengaja bertemu disebuah acara, kulihat bodi istrinya begitu lebar karena tabungan lemak yang bertimbun di tubuhnya.

Pembicaraan kami terjeda sejenak ketika sebuah mobil sedan hitam berhenti. Hampir semua pandangan mata berpaling menatap padanya, tampak di sana, sosok sang primadona kampus dulu tengah berjalan menghampiri kami.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 50

    Aaww! Teriakku cukup keras saat Luna menekan kasar bagian memar di bagian pelipisku, seperti di lakukannya dengan sengaja. Ah, mengapa aku sampai lupa jika ia adalah Mak lampir. "Dasar Mak lampir, kau sengaja melakukannya untuk membunuhku, ya?" Ucapku yang tanpa sadar kelepasan bicara. "Apa? Kau mengataiku Mak lampir?" Mata Luna melotot padaku. "Ah, itu ... Hehe! lagipula kau memang seperti Mak Lampir." Kupaksakan bibirku tersenyum. "Kau mau memar-mu ini kutambah, mas?" ancam Luna cemberut, ah, mengapa aku baru sadar jika ia ternyata semanis ini. "Iya, Jika kau yang melakukannya, aku tak akan menolak," ujarku dengan cepat menarik tubuhnya ke dalam pelukanku. "Kau tahu, sepertinya aku telah jatuh cinta pada seorang mak lampir yang cantik," bisikku di telinganya. "Mulai sekarang, maukah kau menerima pria bodoh ini menjadi suamimu?" Lanjutku lalu mengurai sedikit pelukanku dan memandangnya. Luna terdiam sesaat. tak lama kulihat kepalanya mengangguk. entah mengapa membu

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 49

    "Maaf, karena telah menyakiti hatimu," ucapku pelan lalu kembali mengusap bibirku yang masih terasa nyeri. Saskia menatapku nanar, seolah tak percaya ungkapan itu berasal dari mulutku. Tak lama, ia kembali bicara. "Lebih baik sekarang kau pergi dari sini mas, sebelum aku meminta pihak keamanan untuk mengusirmu," Suaranya terdengar bergetar disertai dengan jari telunjuk yang mengarah ke arah pintu. "Iya, aku akan keluar dari sini. Sekali lagi aku minta maaf karena telah membohongimu." Yah, memang seharusnya aku meminta maaf padanya karena bagaimanapun ia berkata benar, akulah orang pertama yang mengkhianati hubungan kami, akulah orang yang telah berbohong padanya karena menyembunyikan status pernikahanku darinya. Setidaknya aku bisa sedikit mengerti alasan mengapa ia bertindak senekat ini. Mungkin ini juga bentuk hukuman dari tuhan padaku karena telah berbohong dan mengabaikan keberadaan Luna selama ini. Ah, mengapa aku semakin merindukan istri kecilku itu? Akuilah Reshwara jika

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Ba 48

    "Melihat lelaki ini ada di apartemenmu, sudah cukup menjadi jawabannya. Aku tak menyangka jika ternyata kau juga menjalin hubungan lain di belakangku, benar -benar perempuan murahan." Cih! "Ya, aku yang melakukannya. Mengapa? Kau kesal, marah, kecewa?" Suara Saskia terdengar lantang, seakan mewakili kemarahannya. Kupalingkan wajah dan menatapnya yang saat ini tengah melempar tatapan tajam padaku. "Kau bener sekali, aku yang membocorkannya. Bagaimana rasanya di khianati? Sakit?" Desis Saskia. "Kau ...!" Geramku padanya dengan tangan terkepal. Andai ia bukan seorang perempuan, sudah ku hajar ia sekarang. Atmosfir ruangan ini kini berubah panas, mata itu masih melempar tatapan menghujam padaku, seakan sedang melepaskan semua kemarahannya padaku. "Aku tidak menyangka jika kau bisa mengkhianatiku, Saskia." "Tentu saja bisa, kau tahu mengapa aku melakukannya?" Bibir itu mengulas senyum sinis padaku. "Karena kau yang lebih dulu mengkhianatiku. Apa kau pikir aku tidak tahu jika terny

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 47

    "Saat seorang wanita sudah merasa tidak nyaman di rumah suaminya, maka secara naluri ia akan pulang ke rumah orang tuanya, karena ia tahu bahwa rumah orang tuanya adalah satu satunya tempat ternyaman untuknya," ujar Tante Wina ikut bicara. "Begitukah?" ucapku tanpa sadar sambil melirik Raina yang menggeleng kesal. "Makanya mas, cari tahu dulu penyebabnya, jangan bisanya cuma asal tuduh saja. Kalau begini kau juga yang malu kan?" Aku mengulas senyum getir saat mendengarnya. Raina berkata benar, entah mengapa saat ini aku merindukan Luna, merindukan tingkah konyol Mak lampir cantik itu. Ponselku tiba tiba berdering, kulirik arloji di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan angka delapan, rasanya masih belum terlalu malam untuk meluncur ke Depok dan menjemput Luna. Namun, sebelum itu, aku akan menjawab panggilan teleponku dulu. Senyumku seketika terbit saat kulihat nama seseorang yang tertera di layar, kelihatannya, aku harus menunda sebentar kepergian ku ke Depok karena masih ada

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 46

    Aku menoleh pada Keenan yang masih menatapku, ada rasa bersalah dalam hati karena telah asal menuduhnya, jika memang itu yang sebenarnya terjadi, maka aku telah melakukan kesalahan yang besar pada Luna. Ah, mengapa aku bisa sampai bertindak se-ceroboh ini, tak biasanya aku melakukan sesuatu hal tanpa rencana, sungguh aku merasa sangat malu saat ini. Papa terlihat menggelengkan kepalanya, sementara mama masih tertawa geli, dan Raina, gadis itu mengulas senyum tipis di wajahnya, senyuman yang entah mengapa terlihat begitu menyebalkan. Tak lama kudengar mama bicara. "Luna adalah gadis yang baik, Rei. Cobalah untuk mengenalnya lebih dekat, kau pasti tahu mengapa mama dan papa memilihnya untuk menjadi pendampingmu." Aku tak menjawabnya, hanya mengangguk lemah. Ucapan Mama mungkin ada benarnya, aku yang salah, karena masih belum sepenuhnya menerima keberadaan dirinya dan juga pernikahan kami. Mungkin karena jarak usia kami yang terpaut cukup jauh, membuatku meremehkannya atau mungkin

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 45

    "Ha ... Ha ... ha" Tawa papa terdengar begitu keras memenuhi seisi ruangan ini sesaat aku selesai menceritakan kecurigaanku tentang hubungan terlarang Keenan dan Luna. Aku melongo melihat papa yang tampak begitu renyah tertawa, tak hanya papa, mama, Raina bahkan Keenan juga tampak tertawa. Hanya Tante Wina yang tampak mengulum senyum seakan ingin menjaga wibawaku. Ini aneh. Apa yang terjadi pada mereka semua? Mengapa tertawa? Bukankah seharusnya mereka marah dan kesal? Aku masih menatap mereka dengan wajah bingung dan tak mengerti, tak lama ku dengar Raina bicara. "Kau memang orang paling lucu yang pernah kukenal, mas." "Lucu sekali," gelak tawa Raina sambil menunjuk padaku. "Aku bicara yang sebenarnya, kenapa kalian semua tertawa?" Ketusku lalu memalingkan wajah. "Tentu saja kami semua tertawa, karena semua tuduhanmu itu tidak benar," balas Raina. "Tidak benar bagaimana, aku serius. Kalian bisa tanyakan sendiri pada Keenan," geramku sambil melirik pada pemuda yang duduk di

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status