Share

Pertemuan dengan Seorang Anak

Enam tahun kemudian.

“Aiden, apa kamu serius akan melakukan ini pada pamanmu?! Apa kamu ingat nama keluargaku masih Ridley! Kamu juga seorang Ridley! Beraninya kamu melakukan ini pada kerabatmu sendiri!”

Aiden memperbaiki dasinya dari pantulan cermin besar wastafel toilet. Earbuds terpasang di telinga pria dingin itu. Ekspresi wajahnya acuh tak acuh membalas, “Karena nama keluargaku Ridley, jadi aku harus menyingkirkan sampah tak berguna di keluarga Ridley.”

“Aiden Ridley!”

“Paman tidak bisa menyalahkanku. Paman sudah cukup lama menjabat sebagai Direktur RDY Group, tetapi kinerjamu sangat buruk, dan aku juga mendapat banyak laporan jika Paman melecehkan karyawan wanita.” Aiden berhenti sesaat dan menatap tajam ke depan.

“Paman juga sudah menggelapkan dana perusahaan untuk membesarkan wanita simpananmu. Sangat banyak catatan burukmu di perusahaan. Kami tidak bisa mempertahankan direktur korup sepertimu. Aku terlalu malu mengakuimu sebagai kerabat Ridley.”

“Ka-kamu ...! Apa ibumu tahu apa yang sudah kamu lakukan?! Aiden, jangan salahkan aku melaporkan perbuatanmu pada Kakak Ipar! Mari kita lihat apa dia akan menendangmu dari jabatanmu atau tidak!” Suara lawan bicara Aiden di earbuds terdengar puas dan mengancam.

Sudut bibir Aiden terangkat dan ekspresi wajahnya semakin dingin. “Paman, jangan lupa RDY Group didirikan oleh keluarga Ridley. Esme hanya ibu tiriku dan tidak memiliki saham lebih dari 30%. Dia tidak memiliki suara bulat untuk mengatur RDY Group.”

“Tapi Esme yang membuatmu menjadi Presiden Direktur RDY Group. Aiden Ridley, jangan jadi anak tidak tahu diri!” rutuk pria tua itu di telepon.

“Posisi Presdir sudah ditentukan di rapat pemegang saham. Esme hanya salah satu pemegang saham, dia tidak memiliki suara bulat mengatur siapa yang akan menjadi Presdir.” Aiden menyeringai dingin. “Paman, kamu sudah terlalu lama menjilat sepatu ibu tiriku,” lanjutnya mencibir.

“Aiden Ridley, kamulah yang hidup di bawah belas kasihan ibu tirimu!”

Aiden tak menanggapi ocehan pria itu.

“Jika Paman tidak ingin dipenjara, maka lepaskan sahammu dan hidup damai dengan istrimu. Yah, jika bibiku memaafkan perselingkuhanmu,” balas Aiden sarkastis.

“Omong kosong! Aku tidak akan melepaskan sahamku!”

“Kalau begitu selamat menikmati hidup di penjara dan kehilangan semua yang Paman miliki.” Aiden menutup panggilan teleponnya.

Dia bergeming menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah tampan yang terpantul di cermin itu menatap balik dirinya dengan muram.

Hidup di bawah belas kasihan ibu tiri?

Aiden mendengus muram.

Ibu kandungnya meninggal dalam kecelakaan ketika dia masih berusia lima tahun. Dua tahun kemudian, ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang sepuluh tahun lebih muda. Esme Spinet, selingkuhan ayahnya.

Esme mampu menggenggam hati ayahnya dan telah menekan Aiden sejak kecil.

Setelah ayah kandung Aiden meninggal ketika dia berusia 13 tahun, Esme telah menggenggam setengah pemegang saham RDY Group dan memenangkan hati kerabat keluarga Ridley. 

Esme selalu menjadi penghalang di setiap langkah Aiden.

Beruntung bagi Aiden, Esme tidak bisa hamil. Jika Esme memiliki anak, Aiden sudah pasti disingkirkan oleh wanita tua itu sejak lama.

Aiden menggenggam erat tepian wastafel. Dia bersumpah akan mengambil kembali semua miliknya dari tangan wanita itu.

“Paman, bisakah kamu minggir? Aku harus mencuci tangan.”

Sebuah suara anak kecil yang terdengar sombong menyadarkan Aiden dari lamunannya.

Aiden melirik ke kanan dan kiri mencari sumber suara. Tetapi, tidak menemukan siapa pun di sebelahnya. Hanya dia sendiri di toilet pria.

“Paman, kamu melihat ke mana? Aku di sini!” 

Tarikan di celananya membuat Aiden menunduk ke bawah. Dia mengangkat alis melihat anak laki-laki kecil yang sebatas lutut menarik-narik celananya. 

Anak kecil itu menyilangkan tangan mungil di depan dadanya sambil mengerucutkan bibirnya lucu. 

Dia mengenakan setelan abu-abu pendek dengan pita kupu-kupu merah, membuatnya terlihat menggemaskan. Wajahnya putih bersih dan lembut seperti bayi.

Aiden tersenyum tanpa sadar dan berlutut di depan anak kecil itu. “Kamu begitu kecil hingga paman tidak melihatmu.”

Mata anak itu melotot. “Paman yang kecil! Aku hanya baru tumbuh! Saat aku dewasa nanti, aku akan lebih tinggi dari Paman!” serunya dengan suara anak laki-laki kecil yang menggemaskan.

Aiden tertawa kecil dan tidak bisa menahan diri untuk menggoda anak kecil ini. “Kamu harus banyak minum susu jika ingin lebih tinggi,” ujarnya mengacak-acak rambut anak itu sambil tersenyum.

Anak itu mengingatkan Aiden pada putranya, Zein.

Aiden menghela napas.

“Apa Paman juga minum susu hingga tumbuh tinggi seperti ini?” Mata besar dan hitam anak itu menatap Aiden dengan pandangan kagum.

“Tentu. Semua anak seusiamu banyak minum susu agar tumbuh tinggi.”

“Hmph! Susu hanya untuk bayi! Dimitri sudah besar tidak perlu minum susu. Kata Nenek, Dimitri pasti akan tumbuh tinggi. Dimitri bisa lebih tinggi dari Paman!” ujar anak itu mengangkat dagu angkuh.

Aiden menatap anak itu tampak sangat tertarik. Suara anak kecil ini begitu lucu dan menggemaskan, sangat menarik hatinya.

“Tapi, kamu memang masih bayi.” Aiden menjawil hidung mungil anak kecil itu. "Butuh dua puluh tahun agar kamu bisa setinggi paman.”

“Berapa lama dua puluh tahun itu? Aku ingin setinggi dan dewasa seperti Paman,” ujar Dimitri dengan ekspresi serius di wajah mungilnya.

Aiden mengangkat alis menatap anak laki-laki kecil itu penasaran. “Kenapa kamu begitu ingin cepat-cepat tinggi? Jika sudah dewasa nanti, yang ada kamu hanya akan pusing.”

“Aku ingin cepat tumbuh tinggi dan dewasa agar bisa melindungi Mommy.”

“Mommy? Bukankah ada ayahmu yang bisa melindungi ibumu?”

Ekspresi anak itu langsung berubah muram. Dia tertunduk sedih. Meski begitu dia tetap terlihat menggemaskan. “Aku tidak punya ayah.” 

Aiden terdiam, merasa agak bersalah.

Dia mengusap rambut Dimitri.

'Ibumu pasti tidak akan kekurangan pria untuk mencarikanmu ayah baru', pikir Aiden ketika melihat penampilan anak itu sangat terawat dan tampan. Ibu anak ini pasti cantik.

Tentu saja Aiden tidak mengutarakan pikirannya di depan anak itu karena hanya akan membuat anak kecil itu sedih. Siapa yang mau punya ayah tiri?

“Apa yang kamu lakukan di sini? Apa ibumu tidak mencarimu?” tanya Aiden mengalihkan pembicaraan.

“Aku harus ke toilet. Mommy tidak mungkin ikut masuk ke toilet,” balas Dimitri mencoba melompat-lompat meraih tepian wastafel. Tetapi, tubuh kecilnya tidak mampu menjangkau wastafel.

Aiden terkekeh lucu melihat Dimitri melompat-lompat dengan tubuh kecilnya. Dia membungkuk dan menggendong anak itu dengan satu tangan.

“Wow, Paman, kamu keren. Kamu bisa menggendongku dengan satu tangan!” seru Dimitri kagum melihat bayangan mereka di cermin.

Tubuh Aiden tinggi dan kekar membuatnya terlihat gagah menggendong Dimitri di lengannya. 

Ibu Dimitri sudah biasa menggendongnya, tetapi Dimitri malu karena merasa seperti anak bayi. Namun, kalau Paman tampan ini yang menggendongnya justru jadi terlihat keren. 

Aiden tersenyum mengacak-acak rambutnya. Menggendong anak itu membuatnya merindukan seorang anak. Sekarang usia Aiden 35 tahun, tetapi dia masih belum menikah setelah bercerai dan tidak memiliki anak lagi.

“Ayo, paman akan membantumu mencuci tangan lalu mencari ibumu.”

"Terima kasih, Paman." Anak itu tidak menolak dan patuh membiarkan Aiden membantunya mencuci tangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status