Share

Istri Pungut Sang Pewaris
Istri Pungut Sang Pewaris
Penulis: Inura Lubyanka

Berakhirnya Hubungan

“Kapan kau akan memutuskan hubunganmu dengan Kakakku, Denver?” bisik seorang wanita yang terdengar menggoda.

Sosok cantik berbalut mini dress itu tengah menggelayut manja pada sang pria di tengah tangga darurat. Tangan lentiknya membelai leher pasangannya hingga memacu sebuah hasrat liar.

Sang pria yang sudah ingin menerkam, seketika merengkuh tangan wanita itu dan mencengkeramnya di dinding. Dirinya mendekat, jari telunjuknya dari hasta yang lain menarik dagu wanitanya ke atas.

“Tatap aku dan jangan katakan apapun. Aku sangat muak membahas Anais!” sahut pria itu memerintah.

Sontak, langkah Anais Devante terhenti kala mendengar namanya terseret. Kakinya yang baru saja mendarat di pijakan tangga darurat itu, langsung menegang hebat.

‘A-apa yang baru saja aku dengar?’ Anais membatin getir.

“Apa kau tahu? Saat ini wajahmu tampak sangat bergairah, Denver Herakles!” Nada manja wanita tadi terdengar lagi.

Sekujur tubuh Anais luruh dalam derasnya arus pengkhianatan. Meski belum melihat tampangnya, tapi dia sungguh yakin bahwa suara-suara itu berasal dari orang yang dikenalnya.

‘Tidak mungkin ‘kan? Ini pasti tidak mungkin! A-aku mohon, semoga dugaanku tidak benar,’ batin Anais seraya beranjak naik.

Tangannya mengenggam pinggiran tangga seperti meminta bantuan untuk tetap tegar. Namun, seketika wajahnya membeku saat mendapati sang tunangan tengah bermesraan dengan wanita lain.

“Denver!” Manik hazelnya gemetar menyaksikan pemandangan yang begitu menjijikkan.

‘Kau benar-benar pria berengsek, Denver Herakles! Kita akan menikah, tapi bagaimana bisa kau mengkhianatiku demi jalang sepertinya?!’ umpat Anais penuh dendam dalam benaknya.

Kucuran jeram kini berkumpul di pelupuk matanya, berdemo seakan siap menjebol pertahanannya. Sosok pria yang selama ini dia anggap sebagai sandaran, mengapa tega berselingkuh dengan saudara perempuannya? Ya, adik Anais sendiri!

‘Tidak, jangan menangis, Anais. Kau tidak pantas menumpahkan air mata untuk pria sialan itu!’ decaknya membatin.

Namun, sekeras apapun Anais mencoba bertahan, ini sangat sulit. Di malam pesta perayaan keberhasilan pameran Dante’s Gallery yang dijalaninya, mengapa dia malah hancur?

Wanita itu mundur, tapi bunyi sepatu hak tingginya seketika membuyarkan kegiatan panas dua orang di hadapannya.

“Kakak?!” sergah Aretha begitu menyadari kehadiran Anais.

Dia pun buru-buru melepas pagutan tangannya dari leher Denver.

“Mengapa Kakak ada di sini? Bukankah seharusnya Kakak sibuk dengan para Seniman di ballroom?” sambung Aretha tanpa rasa bersalah.

Sungguh, lahar panas kian menjalar di aliran darah Anais. Dia menggulir irisnya ke arah Denver yang hanya menampilkan sorot dingin padanya.

“Ah … kalian benar-benar tidak tahu malu. Setidaknya pilihlah tempat yang sedikit berkelas, mengapa harus melakukannya di sini? Apa kalian tidak mampu menyewa kamar hotel?!” cecar Anais dengan sindiran tedasnya.

“Apa yang Kakak katakan?!” sambar Aretha melotot tajam.

Emosinya tersulut mendengar hardikkan Anais yang terang-terangan merendahkannya. Dirinya hendak beranjak, tapi segera ditahan oleh Denver yang berada di depannya.

Pria itu menggeleng samar, memberi kode pada Aretha untuk tetap diam. Dia pun mangkir dari sisi Aretha dan lekas menghampiri Anais.

“Ikuti aku,” bisiknya menarik tangan sang tunangan.

“Jangan menyentuhku!” sergah Anais menampik keras tangan Denver darinya.

“Kau salah paham, kita perlu bicara.”

Denver kembali bersikeras, dia mencekal lengan Anais dengan tatapan mendominasi. Alisnya yang menukik tajam sungguh mengisyaratkan bahwa dirinya tak menerima penolakan.

“Apa yang ingin kau bicarakan? Katakan saja semuanya di sini!” tantang Anais.

Alih-alih langsung menjawab, Denver hanya memamerkan seringai miringnya. Tanpa diduga, dirinya melepas cincin pertunangan yang dua tahun lalu dipasangkan Anais di jari manisnya. Dia meraih telapak Anais, lantas memberikan benda mungil itu padanya.

“Kita akhiri saja semuanya. Pertunangan, juga rencana pernikahan kita!” dengus Denver dengan tampang serius.

Sekejap, manik Anais berubah selebar cakram. Napasnya menderu seiring dengan genggaman penuh bara pada cincin yang diterimanya.

“Apa maksudmu, Denver?!” bentak Anais menuntut penjelasan.

“Aku tidak bisa menikah denganmu, Anais. Kita berdua tidak cocok!” sungut Denver yang kian membuat dada sang wanita bergemuruh sesak.

Dirinya sungguh tak percaya bahwa pria yang begitu dicintainya berubah dalam sekejap.

“Jadi kau membuangku demi wanita sialan itu? Kau benar-benar gila, Denver!” Anais menyergah penuh berang.

“Ya, aku memang gila karena bertunangan denganmu. Kau hanya putri angkat Tuan Tigris, Anais. Mana mungkin aku menikahi wanita yang dipungut keluarga Devante?!” sahut Denver yang lantas membuat Anais tertegun.

“Ba-bagaimana bisa kau mengatakan semua itu?” Tanpa sadar air mata Anais terjatuh.

Ratusan jarum seakan tenggelam dalam jantungnya, sungguh menyakitkan. Sebuah rahasia yang telah ditutup rapat oleh keluarga Devante, kini tersiar terang dari mulut Denver Herakles.

“Mengapa terkejut seperti itu? Semuanya kan benar, Kakak memang bukan putri kandung Ayah. Kakak bukan anggota keluarga Devante yang sah!” sahut Aretha ikut menyela.

Seketika, Anais pun memicingkan mata saat Aretha berjalan ke arahnya. Adiknya itu memang benar-benar rubah licik. Tanpa ragu dia menguliti Anais di hadapan sang pria.

“Tutup mulutmu, Aretha. Aku sedang bicara dengan Denver!” sentak Anais geram.

“Kenapa? Apa Kakak malu karena Denver sudah mengetahui rahasia Kakak? Kau memang tidak pantas bersanding dengan Denver, Kak!”

Sontak, Anais pun naik pitam. Wanita itu melayangkan gampar tangannya pada wajah Aretha yang sedang girang mencercanya.

Bahkan tamparan saja rasanya tidak cukup. Anais tahu benar, karena siapa Denver mengetahui rahasia itu. Dia sangat hafal tingkah Aretha yang menghalalkan segala cara demi membuatnya jatuh ke palung terdalam.

“Beraninya Kakak menamparku!” sergah Aretha kesal.

“Kau lihat sendiri ‘kan, Denver? Sikap Kak Anais sangat liar. Dia tidak level jika disandingkan denganmu, karena memang seperti itulah kelakuan anak pungut!” lanjutnya kembali mencecar.

Mendengar itu, kobaran api dalam dada Anais meledak. Tangannya kembali mengambil ancang-ancang bersiap memukul Aretha. Namun, dengan sigap Denver malah mencekal lengan Anais demi melindungi putri kedua keluarga Devante itu.

“Cukup, Anais! Aku sudah muak melihatmu, pergilah selagi aku masih bersikap baik!” dengusnya menahan amarah.

Dia pun menghempaskan tangan Anais hingga nyaris saja membuat mantan tunangannya menghantam dinding.

Sungguh, Anais hancur tak berbentuk. Bisa-bisanya pria yang pernah memanjakannya, kini malah memperlakukannya seperti sampah?!

“Kau tidak pantas disebut manusia. Hah … rasanya aku beruntung bisa melihat wujud aslimu, Denver. Kau memang serasi dengan wanita rendahan seperti Adikku tersayang. Bersenang-senanglah, jangan pernah muncul lagi di hadapanku!” timpal Anais mangkir menuruni tangga.

Baru beberapa langkah wanita itu beranjak, dia pun terhenti dan kembali berpaling.

“Ingat, akulah yang pergi darimu, Denver!” ujarnya yang lantas beralih memandang Aretha. “Dan kau, selamat menampung pria berengsek sepertinya!”

Kepala Anais penuh dengan tekanan, dia pun pergi dengan kesumat yang membara.

Di tengah langkahnya, Anais menyambar segelas alkohol dari nampan pelayan yang dilaluinya. Tanpa memeriksa apapun, dia langsung menenggak cairan itu hingga tandas.

‘Aish … sial! Kau benar-benar pria biadab, Denver. Aku harap kau membusuk bersama Aretha di neraka!’ Anais terus mengutuk sang mantan dan adiknya dalam hati.

Namun, beberapa saat kemudian wanita itu merasakan sesuatu yang aneh. Gemuruh panas seolah menghunjaminya. Darahnya pun berdesir cepat, tetapi begitu merangsang bagian sensitifnya.

‘Ah … apa yang terjadi padaku?’ batinnya dengan napas terengah-engah.

Tangannya gemetaran, keringat dingin sudah membasahi dahi dan tengkuknya, tapi anehnya Anais malah merasa kepanasan. Dia mengusap lehernya dan lekas beranjak menuju kamar hotelnya.

Anais berjalan sempoyongan, pandangannya yang kabur membuatnya tak sadar ketika asal memasuki kamar.

Begitu dirinya melangkah ke dalam ruangan, seorang pria tiba-tiba berkata, “Apa yang Anda lakukan, Nona?”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yeni_Lestari87
kasihan Anaisss
goodnovel comment avatar
Say_the name
ceritanya bener2 daebakk...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status