Juan menatap Calvin yang tiba-tiba saja mengajaknya bertemu di sebuah ruang private restaurant mewah. Sedikit banyak ia sudah bisa mengetahui apa yang akan dibahas oleh kakak iparnya tersebut.
Namun ini sudah hampir 15 menit keduanya hanya diam tanpa membicarakan sepatah katapun. Calvin tampak tenang menyantap hidangan di depannya tanpa mempedulikan ekspresi kesal Juan."Kalau kau menemuiku untuk memaksaku kembali kuliah aku akan menolaknya." Ucap Juan membuka pembicaraan mereka."Tidak. Aku tidak memanggilmu untuk itu." tanpa menatap Juan, Calvin menjawab. Pria itu masih sibuk dengan hidangan di depannya."Lalu untuk apa? Kau mau membiayai uang kuliahku?" sarkas Juan."Kau mau seperti itu? Aku tidak masalah, kau butuh berapa?" Masih tanpa melihat Juan, Calvin melemparkan pertanyaan dengan santai.Juan meletakkan alat makan yang ia pegang dengan keras hingga menimbulkan suara dentingan yang berisik. Calvin ikut meletakkan alat m"Bagaima hasilnya?" Tanya Rachel teoat saat Calvin memasuki mobil. Sedari tadi gadis itu memang menungu di mobil. Rachel tidak bisa menyembunyikan perasaan cemasnya mengetahui Juan begitu keras kepala mengenai studinya."Kita lihat saja nanti" ujar Calvin santai sambil memacu mobilnya meninggalkan restaurant. Rachel terdiam. Ia memutuskan untuk mempercayakan semua pada Calvin."Besok kau ada waktu luang?" Rachel mengerutkan keningnya bingung. Sedikit terkejut Calvin penasaran dengan apa yang akan ia lakukan."Tidak ada kenapa?" Rachel sontak menjerit kaget saat Calvin tiba-tiba berbelok ke arah yang berlawan dari arah jalan pulang ke rumah mereka."Kita mau kemana?" Tanya Rachel panik. Calvin menyeringai."Belanja."***Rachel tidak bisa berkata apa-apa saat Calvin dengan paksa menyeretnya ke pusat perbelanjaan. Pria itu sibuk berkeliling sambil menunjuk semua barang wanita yang menurutnya bagus."Ini semua untuk apa?" Rachel bertanya setengah berbisik pada Calvin namun pria itu sama
"Rachel!" seru Calvin sambil berusaha meraih lengan gadis itu. Rachel tidak peduli. Ia hanya ingin segera pergi menjauh dari toko itu dan juga Calvin."Lepas!" bentak Rachel kesal saat Calvin berhasil meraih lengannya. Ia bahkan enggan menatap Calvin."Ayo kita pulang" Calvin menarik perlahan lengan Rachel agar gadis itu mengikutinya untuk pulang, namun Rachel menolak dengan keras.Gadis itu berusaha menyingkirkan genggaman Calvin sekuat tenaga. Calvin tidak mau mengalah ia terus mengeratkan genggamannya hingga Rachel meringis kesakitan.Terkejut dengan ringisan kesakitan Rachel, Calvin refleks melepaskan genggamannya. Gadis itu tidak mengatakan apapun lagi dan langsung melangkah menjauhi Calvin membuat pria itu mendengus kesal."Rachel!" serunya membuat beberapa pasang menatap mereka seolah mereka adalah sebuah tontonan menarik.Rachel tidak berhenti. Gadis itu semakin mempercepat langkahnya. Calvin menyerah dan meminta seseorang untuk mengikuti Rachel.
"Kau tahukan? Ibuku, Andrea Zimmer. Kau dan adikmu selalu memanggilnya Tante Dea."Detik itu juga tubuh Rachel seolah tidak bertulang ia benar-benar sudah kehabisan keberanian. Xander tampak sudah menyadari itu dan Rachel sendiri juga tidak mampu untuk menyembunyikannya."Sedang apa kau disini!" Suara yang sangat Rachel kenali terdengar.Calvin ada di hadapannya saat ini.Dalam hati Rachel tidak bisa berhenti mengucapkan syukur. Entah apa yang harus ia lakukan kalau Calvin tidak segera datang."Wah, Tuan Muda Miguel sudah datang." Calvin tidak menjawab sapaan Xander. Pria itu menarik kursi dan duduk sambil menyilangkan kakinya."Sedang apa kau disini?" ulang Calvin dingin. Xander tertawa kecil lalu menunjuk hidangan di hadapannya."Makan. Menurutmu aku sedang apa?" Tawa kecil Xander membuat Calvin dan Rachel kesal. Mereka yakin Xander tidak mungkin kebetulan berada di tempat ini untuk makan.Restoran yang Rachel pilih adalah restoran kecil yang t
Rachel menatap jalanan sambil melamun. Pikirannya masih melayang dengan apa yang dikatakan Calvin semalam. 'Jangan melupakan apa yang kau sukai Rachel, itu akan menyiksa dirimu'Rachel merasa perkataan pria itu ada benarnya. Ia tidak bisa menyangkal bahwa ia memang tersiksa selama ini. Buktinya ia langsung menjadi emosional saat melihat toko khusus ballerina itu kemarin."Mulai hari ini kau tidak boleh pergi kemanapun tanpa aku!" perintah Calvin tegas memecah suasana hening yang sudah sedari tadi tercipta di mobil.Bukan hanya memecah suasana hening, tapi juga memecah pikiran Rachel."Kau dengar kan?" Merasa tidak ada respon dari Rachel, Calvin kembali bertanya untuk memastikan."Hah?" Calvin mendengus kesal saat Rachel tampak tidak mendengar apa yang ia katakan."Maaf aku sedang tidak fokus." Rachel meminta maaf saat melihat ekspresi kesal Calvin. Memang sepertinya sudah sifat Calvin sejak lahir, pria itu akan langsung kesal saat orang tidak menden
Rachel terus berjalan mengikuti Calvin sambil menatap pria itu kebingungan. Calvin mengajaknya ke salah satu pusat perbelanjaan milik Miguel Group di saat pria itu tadi mengatakan akan mengajaknya bertemu Juan.Hatinya mulai cemas. Apakah kali ini Juan melakukan pekerjaan sampingan lainnya?Calvin mengajaknya memasuki sebuah toko buku. Pria itu tampak berjalan dengan santai dan menuju ke lantai 2 toko buku tersebut tepatnya menuju ke area baca."Kenapa mengajakku kesini?" Rachel bertanya kebingungan namun pertanyaannya hanya dibalas oleh senyuman kecil oleh CalvinPria itu sibuk melihat jam tangannya seolah menunggu sesuatu. Tidak lama kemudian Juan datang dengan senyum sumringah."Hai kak Rachel!" Seru Juan semangat seraya duduk di sebelah kakaknya."Wah tidak kusangka kau memilih tempat seperti ini untuk bertemu dengan Juan." Rachel menatap Calvin sambil bertepuk tangan."Kau jelaskan pada kakakmu!" perintah Calvin yang langsung membuat Juan hormat
"Jika aku bilang, aku sedikit mengaturnya apa kau akan marah?"Rachel terdiam. Ia bingung harus bereaksi seperti apa. Melihat Rachel yang tidak merespon apapun, Calvin berinisiatif menjelaskan."Aku hanya sedikit membantunya membuat keputusan. Aku memberinya beberapa pilihan pekerjaan. Keputusan Juan sangat tepat saat memilih bekerja di toko buku.""Kau meminta bantuanku dan aku membantumu." Lanjut Calvin santai."Kau ternyata sudah memikirkan segalanya dari awal.""Maksudmu?" Tanya Calvin bingung."Kau selalu memikirkan segala sesuatu agar berjalan sesuai dengan rencanamu." Ujar Rachel disertai senyuman tipis."Karena aku adalah Calvin, maka semua harus sesuai dengan rencanaku." Calvin menjawabnya dengan datar."Baiklah, kali ini aku sangat berterima kasih padamu. Kalau bukan kau yang mengaturnya, mungkin Juan masih akan berkeliaran mencari berbagai macam pekerjaan di luar sana.""Kalau kau sangat berterima kasih padaku, bukankah seharusnya kau memberiku hadiah?" Calvin tersenyum kec
"Sepatu olahraga?""Aku tidak mengizinkanmu untuk meninggalkan ruangan ini dan kembali bekerja di kantor tim pemasaran. Sepatu itu akan membuatmu lebih nyaman dalam bekerja."Rachel menatap Calvin tidak percaya. Gadis itu benar-benar terkejut dnegan perlakuan ajaib Calvin.Melihat Rachel yanga hanya mematung, Calvin mulai mengeluarkan sepasang sepatu tersebut dari kotaknya. Pria itu kemudian meraih kaki Rachel yang memang sudah tidak memakai alas kaki."Kau mau apa!" Bentak Rachel panik. Gadis itu sibuk menutupi roknya saat Calvin mulai berjongkok di hadapan dirinya."Diam, aku akan membantumu mengenakannya." Kali ini Rachek benar-benar sudah tidak bisa berkata apapun. Ia membiarkan Calvin memakaikan sepatu di kedua kakinya.Pria itu tersenyum puas saat sepatu olahraga berwarna putih itu tampak pas di kaki Rachel."Sangat cocok untukmu." Calvin menatap Rachel dengan tatapan yang menurut Rachel sangat aneh. Pria itu masih berjongkok di hadapannya dan
"Bagaima situasinya?" Tanya Rachel panik saat sudah tiba di lokasi perilisan produk baru."Kami sedang berusaha mencari make up artist pengganti, tapi seperti agak sulit untuk menyesuaikan konsep kita dalam waktu singkat." Rachel terdiam mendengar penjelasan Vira. Gadis itu tidak salah. Acara akan dimulai sekitar lima menit lagi dan pengunjung sudah hampir memenuhi venue. Tidak mungkin juga untuk mengubah urutan acara karena jadwal sudah dirilis di mana-mana."Wajahmu pucat Rach. Kau baik-baik saja?" Vira bertanya sedikit panik. Rachel menggeleng. "Tenang, aku baik-baik saja." Jawab Rachel cepat. Sekarang tidak ada waktu untuk memikirkan kondisi kesehatan dirinya."Bagaimana ini, tidak ada satupun make up artist yang sanggup dengan konsep riasan hari ini." Rachel dan Vira menghela nafas berat saat mendengar kabar buruk dari salah satu staff yang juga dengan panik menghampiri mereka."Kalau saja ada Bu Diana, dia pasti bisa langsung menemukan pengg