Casandra menelan ludahnya. Tubuhnya menjadi kaku seperti patung. Dia syok mendengar penuturan William.
Jessica tidak ada pilihan lain selain bangkit dan dengan tergesa membuka pintu kamar Caroline. Caroline segera berlari menuju William."Will!" panggilnya. Sengaja ingin menunjukkan kedekatannya dengan William."Kau baik - baik saja Carol?" William merangkul Caroline di hadapan semua orang, membuat semua mata melotot tidak percaya.Caroline hanya mengangguk. "Apa kita akan berangkat sekarang?""Tentu saja. Ayo!" William menuntun Caroline."Tunggu!" ucap Jessica. "Yang Mulia, bukankah Anda mengatakan akan menikahi Caroline kami? Lantas, bukankah itu artinya kita akan menjadi keluarga? Lebih baik kita makan bersama untuk saling mengakrabkan diri bukan?"Casandra mengangguk - angguk dengan semangat."Hmm... itu tergantung jawaban Caroline. Carol, katakan padaku, apa mereka keluargamu?"Caroline menCaroline terus mendesah. Mengeluarkan suara seksi yang membuat gairah William semakin memuncak. Dia memiliki keinginan yang besar untuk menghentikan aktifitas ini secepatnya agar mereka tidak semakin jauh. Namun sentuhan William seolah menjadi candu yang baru bagi Caroline. "Aku... tidak bisa..." ucap Caroline yang tentu saja berkebalikan dengan isi hatinya. Kini, William telah melepaskan celana dalam Victoria Secret yang dia kenakan dan mulai memainkan jari - jarinya di antara kedua paha Caroline. "Ini sangat basah, ternyata kau juga menginginkannya Caroline," ucap William lirih. Kalimat - kalimat erotis yang keluar dari bisikan William membuat Caroline semakin sulit untuk menguasai dirinya. "Hentikan William, kita tidak boleh begini... kita tidak bisa aakh..." ucapan Caroline terputus dengan lenguhan nikmatnya karena William tiba - tiba melesakkan miliknya di bawah sana. "Akh... William, apa yang kau lakukan? Itu... sakit..." Caroline merintih. William sedikit terkejut karena
"Eeengh...," Caroline merintih saat dirinya berusaha keras untuk tersadar dari koma. "Kau sudah bangun?" William segera menekan tombol perawat saat melihat tanda - tanda kesadaran pada Caroline. Segera, dokter kerajaan masuk bersama beberapa orang perawat. Mereka melakukan beberapa pemeriksaan pada Caroline. Suara para tenaga kesehatan dan juga gumaman William terdengar samar - samar di telinga Caroline. Pergerakan mereka juga tidak lebih dari sekedar bayangan yang saling bekelebat. Caroline masih belum punya tenaga untuk tersadar sepenuhnya. Matanya masih berat dan badannya masih sulit digerakkan. Dalam waktu singkat, dia kembali pingsan. *****Caroline terbangun lagi di ruangan yang berbeda dari sebelumnya. Tidak seperti percobaan pertama, tubuhnya kali ini terasa lebih ringan walaupun masih susah digerakkan. "Caroline, kau sudah sadar? Apa kau bisa mendengarku?" tanya William. "Ya, aku bisa mendengarmu," jawab C
Jantung Caroline berdetak kencang menunggu bukti apa gerangan yang akan Daniel berikan. "Aku punya banyak foto dan video kebersamaan kita. Kau bisa menilai sedekat apa kita. Kau juga bisa melihat tanggal foto dan video ini diambil. Kau akan tahu bahwa kita masih bersama saat kau sudah menjadi tunangan William," Daniel menyerahkan ponselnya yang telah membuka sebuah folder kepada Caroline. Caroline dibuat terperangah oleh foto - foto dan video itu. Siapapun yang melihat gambar - gambar ini tidak akan percaya bahwa Daniel dan Ariana hanya teman biasa. "Ki- kita terlihat sangat akrab," komentar Caroline."Akrab? Menurutmu hanya akrab?" Daniel mengulas senyum miringnya. "Bagaimana dengan video yang ini?" Daniel menunjukkan satu video lagi. Hanya saja, video kali ini tidak dia simpan di folder yang sama dengan video sebelumnya, melainkan tersimpan di folder privat yang memerlukan kata sandi saat membukanya. Caroline memutar video itu dan jantungnya serasa nyaris melompat dari dadanya.
"Ya. Aku memang menemui mereka beberapa hari yang lalu," Caroline menunduk. Tidak ada gunanya mengelak, semua bukti sudah sangat jelas. "Lantas, kenapa kau tidak melapor padaku? Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?" William tidak akan berhenti mencerca Caroline sampai dia mendapatkan jawaban sejelas yang dia mau. "Banyak hal. Kau ingin tahu?" "Ya! Semuanya, ceritakan padaku!" "Baiklah," Caroline mendudukkan dirinya di sofa sebelum dia mulai bicara. William juga duduk di sofa lain yang berada di hadapan Caroline. Jika perbincangan ini akan panjang, dia sudah siap. "Katakanlah!" "Pertama kami membicarakan mengenai hubungan Ariana dan Daniel," Caroline mulai bercerita. Belum apa - apa, William sudah mendengus. "Memangnya apa hubungan mereka? Mereka hanya teman saat kuliah. Kurasa Daniel terobsesi pada Ana." "Jadi, kau mau mendengarku atau tidak? Jika kau hanya ingin mengoceh sendiri maka lupakan saja! Aku tidak akan memberitahumu apapun.""Oke oke baiklah. Teruskan! Aku akan di
"Caroline! Ada apa!?" William segera berlari dan mengetuk pintu kamar mandi. "Aw! Sakit!" rintih Caroline dari dalam kamar mandi. "Caroline, apa yang terjadi?" Tidak ada jawaban dari Caroline selain suara rintih kesakitannya yang terdengar. William mulai panik. Dia tidak ingin mengambil resiko. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada Caroline, maka semua rencananya akan gagal. Maka, dengan sigap, William mendobrak pintu kamar mandi hingga terbuka dengan paksa. "Ah! Apa yang kau lakukan?" Caroline yang terduduk di lantai dalam keadaan tanpa busana dengan panik meraih handuk untuk menutupi tubuhnya. William segera membalikkan badannya secara otomatis. Sejujurnya, ruang kamar mandi pun masih gelap karena lampu belum menyala. William pun tidak melihat apa pun. "Dasar cabul! Kenapa kau menerobos ke kamar mandi saat seorang perempuan sedang mandi?" rutuk Caroline. "Diamlah! Segera pakai handukmu!" "Sudah. Aw!" Caroline berteriak kesakitan lagi saat dia mencoba untuk berdiri. William
'Apa yang kau rasakan?' Caroline ingat saat ciuman pertamanya dengan William dulu, itulah kalimat yang lelaki itu tanyakan. Dulu, tujuannya adalah untuk menguji Caroline. Namun kalimat itu tanpa sengaja terngiang kembali di dalam kepala Caroline, seolah William benar - benar sedang menanyakannya. "Aku tidak merasa biasa saja," gumam Caroline dengan sangat lirih begitu dirinya dan William berhenti berciuman. William tentu saja tidak mendengar gumaman Caroline. Terlebih, tepuk tangan para tamu terdengar amat riuh. Mata Caroline tertunduk. Dia merasa sangat sial, bisa - bisanya jantungnya berdebar kencang saat William mendaratkan bibirnya. Berlainan dengan ekspresi Caroline, semua orang terlihat senang. Bahkan William pun terlihat senang. Lelaki itu benar - benar pandai berakting. Setelah upacara pemberkatan, Caroline menjalani pengukuhan sebagai putri kerajaan. Upacara pengukuhan itu lebih lama, kaku dan melelahkan daripada upacara pemberkatan pernikahannya. Bahkan setelah sele