Keesokan harinya, pagi - pagi buta Casandra sudah tidak berada di rumah. Sementara Jessica baru saja terbangun ketika Caroline menghampirinya.
"Ibu, bagaimana keadaanmu?""Biasa saja.""Aku sudah membuat bubur dan minuman herbal pereda mabuk. Akan kupanaskan dulu ""Tidak perlu. Biar kulakukan sendiri. Kau berangkatlah kerja.""Ibu baik - baik saja?""Tidak. Badanku terasa lemah. Tapi aku tidak sekarat," Jessica meregangkan otot - ototnya."Baiklah kalau begitu. Aku akan bersiap untuk kerja," Caroline meninggalkan ibunya di ruang tamu.Sebenarnya, dia ingin membicarakan soal peristiwa di makam, tapi dia merasa sekarang bukan waktu yang tepat.Cukup banyak yang mengganggu pikiran Caroline hari ini. Untungnya pekerjaan di kereta gantung sangat banyak, jadi kesibukannya cukup untuk mengalihkan pikirannya hingga sore menjelang jam kerjanya berakhir."DAR!" seorang gadis berusia akhir 20-an datang mengejutkan Caroline dari belakang secara tiba - tiba saat dia sedang merapikan peralatan kebersihannya."Vivian? Sedang apa kau di sini?" tanya Caroline. Ternyata itu adalah Vivian, sahabat baiknya sejak di sekolah dasar."Tentu saja untuk menemui teman baikku, apa lagi?""Itu saja? Kau kemari hanya untuk bersenang - senang dan menggangguku bekerja?""Jangan begitu! Jam kerjamu kan sebentar lagi berakhir. Aku ke sini membawa kabar gembira sekaligus ingin mentraktirmu makan malam," Vivian menatap Caroline yang baru saja menutup pintu kereta dengan mata berbinar dan bibir yang tersenyum lebar."Kabar gembira apa?""Coba lihat ini!" Vivian menyodorkan ponselnya ke wajah Caroline. "Aku mendapat email bahwa aku diterima bekerja di Hotel Westbay! Ini seperti menang loterai! Tidak bisa kupercaya! Setelah ini aku bisa bebas dari bosku yang menyebalkan itu. Tadinya aku pikir wawancara pekan lalu adalah kegagalan. Ternyata mereka menerimaku. Menurutmu apa karena aku cantik luar biasa?"Caroline mendengus mendengar kalimat terakhir sahabatnya namun cukup senang dengan kabar yang dia dengar. Kedatangan Vivian cukup menghibur dirinya."Mana mungkin itu alasannya! Pasti karena kau pintar dan cukup meyakinkan mereka.""Begitukah menurutmu? Terserahlah. Yang jelas, karena Hotel Westbay adalah salah satu bisnis milik keluarga kerajaan, apa menurutmu bekerja di sana akan memperbesar kemungkinanku bertemu dengan Pangeran William?"Caroline berdecak. "Kau masih saja mengidolakan Pangeran William dan berharap bertemu dengannya?""Tentu saja! Memangnya siapa di negeri ini yang tidak mengidolakan pangeran tampan itu?""Aku."Vivian mendengus dan cemberut seketika. "Mungkin kau satu - satunya. Hidupmu terlalu kaku.""Terserah. Dalam hidupku, lebih baik gajiku naik dan ditransfer tepat waktu daripada bertemu seorang pangeran yang tidak akan mempedulikanku. Nah! Ini dia!" Caroline berseru saat suara pemberitahuan terdengar dari ponselnya."Apa? Apa?" tanya Vivian penasaran.Caroline tersenyum lebar menatap ponselnya. "Ini yang kubicarakan baru saja. Gajiku sudah masuk ke rekening.""Baguslah. Kumpulkan uangmu lalu ambillah ujian paket agar kau punya ijazah setara SMA. Setelah itu kau bisa kuliah dengan mengikuti kelas karyawan."Caroline tertunduk lesu. "Kurasa untuk saat ini itu tidak mungkin. Gajiku baru cukup untuk kebetuhan keluargaku. Casandra belum mendapat pekerjaan.""Hah! Bukankah adikmu itu benar - benar tidak berguna? Dia sudah hampir satu tahun lulus dan belum mendapat pekerjaan hingga detik ini. Sebenarnya apa yang dia lakukan?""Sudahlah. Kurasa dia hanya sekedar pemilih. Jika nanti dia terpaksa, mungkin dia akan sedikit menurunkan idealismenya. Yang lebih kupikirkan saat ini adalah Antonie.""Antonie? Kenapa dia?""Ya, akhir - akhir ini dia terlihat sangat cuek dan dia seperti tidak ada keinginan untuk menikahiku. Kau tahu, minggu depan aku sudah tepat 30 tahun, jika aku tidak menikah, aku mungkin harus mengikuti pasar pengantin.""Sudahlah. Hal seperti itu tidak perlu kau pusingkan. Jika Antonie tidak menikahimu, tinggalkan saja dia! Ada bagusnya ikut pasar pengantin. Mungkin kau bisa dapat yang lebih tampan. Tiga bulan lagi aku juga genap 30 tahun. Kita bisa bersenang - senang bersama di pasar pengantin. Kita benar - benar sahabat sejati, hahaha!" Vivian malah tertawa riang seolah tak ada beban."Pokoknya," tambah Vivian, "lupakan semua yang membuatmu pusing. Sekarang lekaslah berganti pakaian dan ayo kita makan seafood!"Seperti biasa, keberadaan Vivian yang ceria selalu bisa mengobati kegalauan Caroline.Malam ini, Vivian mentraktirnya makan di restoran makanan lautan pinggir jalan favorit mereka. Caroline memesan udang saus mentega super pedas andalannya. Sementara Vivian memesan cumi bakar."Ah, kenyang sekali," ungkap Vivian setelah menyantap habis makanannya. "Makanan di sini tidak pernah mengecewakan. Ayo kita pulang."Mereka berdua pun beranjak meninggalkan restoran dan berjalan menuju halte bis."Bayangkan kalau salah satu di antara kita menikah dengan pangeran atau setidaknya putera dari keluarga bangsawan, pasti kita naik mobil mewah bukannya menunggu bis malam - malam begini," Vivian berandai - andai."Lupakan soal menikah dengan pangeran atau bangsawan. Mulailah berkhayal jadi kaya siapapun yang kita nikahi nanti," ucap Caroline. "Nah, itu bisnya datang. Ayo!""Tunggu!" Vivian menarik lengan Caroline yang sudah hendak naik ke atas bis. "Lihat itu! Bukankah itu Antonie? Dengan siapa dia bergandengan tangan?"Caroline melihat dengan seksama dua insan yang ditunjuk oleh Vivian. Benar itu adalah kekasihnya, Antonie. Laki - laki itu terlihat sedang berjalan mesra dengan seorang gadis."Itu... itu Casandra!" seru Caroline."Kau benar. Dia Casandra, adikmu. Apa yang mereka lakukan berdua? Mereka terlihat mesra. Oh tidak! Mereka berciuman!"Caroline terus mendesah. Mengeluarkan suara seksi yang membuat gairah William semakin memuncak. Dia memiliki keinginan yang besar untuk menghentikan aktifitas ini secepatnya agar mereka tidak semakin jauh. Namun sentuhan William seolah menjadi candu yang baru bagi Caroline. "Aku... tidak bisa..." ucap Caroline yang tentu saja berkebalikan dengan isi hatinya. Kini, William telah melepaskan celana dalam Victoria Secret yang dia kenakan dan mulai memainkan jari - jarinya di antara kedua paha Caroline. "Ini sangat basah, ternyata kau juga menginginkannya Caroline," ucap William lirih. Kalimat - kalimat erotis yang keluar dari bisikan William membuat Caroline semakin sulit untuk menguasai dirinya. "Hentikan William, kita tidak boleh begini... kita tidak bisa aakh..." ucapan Caroline terputus dengan lenguhan nikmatnya karena William tiba - tiba melesakkan miliknya di bawah sana. "Akh... William, apa yang kau lakukan? Itu... sakit..." Caroline merintih. William sedikit terkejut karena
"Eeengh...," Caroline merintih saat dirinya berusaha keras untuk tersadar dari koma. "Kau sudah bangun?" William segera menekan tombol perawat saat melihat tanda - tanda kesadaran pada Caroline. Segera, dokter kerajaan masuk bersama beberapa orang perawat. Mereka melakukan beberapa pemeriksaan pada Caroline. Suara para tenaga kesehatan dan juga gumaman William terdengar samar - samar di telinga Caroline. Pergerakan mereka juga tidak lebih dari sekedar bayangan yang saling bekelebat. Caroline masih belum punya tenaga untuk tersadar sepenuhnya. Matanya masih berat dan badannya masih sulit digerakkan. Dalam waktu singkat, dia kembali pingsan. *****Caroline terbangun lagi di ruangan yang berbeda dari sebelumnya. Tidak seperti percobaan pertama, tubuhnya kali ini terasa lebih ringan walaupun masih susah digerakkan. "Caroline, kau sudah sadar? Apa kau bisa mendengarku?" tanya William. "Ya, aku bisa mendengarmu," jawab C
Jantung Caroline berdetak kencang menunggu bukti apa gerangan yang akan Daniel berikan. "Aku punya banyak foto dan video kebersamaan kita. Kau bisa menilai sedekat apa kita. Kau juga bisa melihat tanggal foto dan video ini diambil. Kau akan tahu bahwa kita masih bersama saat kau sudah menjadi tunangan William," Daniel menyerahkan ponselnya yang telah membuka sebuah folder kepada Caroline. Caroline dibuat terperangah oleh foto - foto dan video itu. Siapapun yang melihat gambar - gambar ini tidak akan percaya bahwa Daniel dan Ariana hanya teman biasa. "Ki- kita terlihat sangat akrab," komentar Caroline."Akrab? Menurutmu hanya akrab?" Daniel mengulas senyum miringnya. "Bagaimana dengan video yang ini?" Daniel menunjukkan satu video lagi. Hanya saja, video kali ini tidak dia simpan di folder yang sama dengan video sebelumnya, melainkan tersimpan di folder privat yang memerlukan kata sandi saat membukanya. Caroline memutar video itu dan jantungnya serasa nyaris melompat dari dadanya.
"Ya. Aku memang menemui mereka beberapa hari yang lalu," Caroline menunduk. Tidak ada gunanya mengelak, semua bukti sudah sangat jelas. "Lantas, kenapa kau tidak melapor padaku? Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?" William tidak akan berhenti mencerca Caroline sampai dia mendapatkan jawaban sejelas yang dia mau. "Banyak hal. Kau ingin tahu?" "Ya! Semuanya, ceritakan padaku!" "Baiklah," Caroline mendudukkan dirinya di sofa sebelum dia mulai bicara. William juga duduk di sofa lain yang berada di hadapan Caroline. Jika perbincangan ini akan panjang, dia sudah siap. "Katakanlah!" "Pertama kami membicarakan mengenai hubungan Ariana dan Daniel," Caroline mulai bercerita. Belum apa - apa, William sudah mendengus. "Memangnya apa hubungan mereka? Mereka hanya teman saat kuliah. Kurasa Daniel terobsesi pada Ana." "Jadi, kau mau mendengarku atau tidak? Jika kau hanya ingin mengoceh sendiri maka lupakan saja! Aku tidak akan memberitahumu apapun.""Oke oke baiklah. Teruskan! Aku akan di
"Caroline! Ada apa!?" William segera berlari dan mengetuk pintu kamar mandi. "Aw! Sakit!" rintih Caroline dari dalam kamar mandi. "Caroline, apa yang terjadi?" Tidak ada jawaban dari Caroline selain suara rintih kesakitannya yang terdengar. William mulai panik. Dia tidak ingin mengambil resiko. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada Caroline, maka semua rencananya akan gagal. Maka, dengan sigap, William mendobrak pintu kamar mandi hingga terbuka dengan paksa. "Ah! Apa yang kau lakukan?" Caroline yang terduduk di lantai dalam keadaan tanpa busana dengan panik meraih handuk untuk menutupi tubuhnya. William segera membalikkan badannya secara otomatis. Sejujurnya, ruang kamar mandi pun masih gelap karena lampu belum menyala. William pun tidak melihat apa pun. "Dasar cabul! Kenapa kau menerobos ke kamar mandi saat seorang perempuan sedang mandi?" rutuk Caroline. "Diamlah! Segera pakai handukmu!" "Sudah. Aw!" Caroline berteriak kesakitan lagi saat dia mencoba untuk berdiri. William
'Apa yang kau rasakan?' Caroline ingat saat ciuman pertamanya dengan William dulu, itulah kalimat yang lelaki itu tanyakan. Dulu, tujuannya adalah untuk menguji Caroline. Namun kalimat itu tanpa sengaja terngiang kembali di dalam kepala Caroline, seolah William benar - benar sedang menanyakannya. "Aku tidak merasa biasa saja," gumam Caroline dengan sangat lirih begitu dirinya dan William berhenti berciuman. William tentu saja tidak mendengar gumaman Caroline. Terlebih, tepuk tangan para tamu terdengar amat riuh. Mata Caroline tertunduk. Dia merasa sangat sial, bisa - bisanya jantungnya berdebar kencang saat William mendaratkan bibirnya. Berlainan dengan ekspresi Caroline, semua orang terlihat senang. Bahkan William pun terlihat senang. Lelaki itu benar - benar pandai berakting. Setelah upacara pemberkatan, Caroline menjalani pengukuhan sebagai putri kerajaan. Upacara pengukuhan itu lebih lama, kaku dan melelahkan daripada upacara pemberkatan pernikahannya. Bahkan setelah sele