Share

Bab 3 Perselingkuhan

Keesokan harinya, pagi - pagi buta Casandra sudah tidak berada di rumah. Sementara Jessica baru saja terbangun ketika Caroline menghampirinya.

"Ibu, bagaimana keadaanmu?"

"Biasa saja."

"Aku sudah membuat bubur dan minuman herbal pereda mabuk. Akan kupanaskan dulu "

"Tidak perlu. Biar kulakukan sendiri. Kau berangkatlah kerja."

"Ibu baik - baik saja?"

"Tidak. Badanku terasa lemah. Tapi aku tidak sekarat," Jessica meregangkan otot - ototnya.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan bersiap untuk kerja," Caroline meninggalkan ibunya di ruang tamu.

Sebenarnya, dia ingin membicarakan soal peristiwa di makam, tapi dia merasa sekarang bukan waktu yang tepat.

Cukup banyak yang mengganggu pikiran Caroline hari ini. Untungnya pekerjaan di kereta gantung sangat banyak, jadi kesibukannya cukup untuk mengalihkan pikirannya hingga sore menjelang jam kerjanya berakhir.

"DAR!" seorang gadis berusia akhir 20-an datang mengejutkan Caroline dari belakang secara tiba - tiba saat dia sedang merapikan peralatan kebersihannya.

"Vivian? Sedang apa kau di sini?" tanya Caroline. Ternyata itu adalah Vivian, sahabat baiknya sejak di sekolah dasar.

"Tentu saja untuk menemui teman baikku, apa lagi?"

"Itu saja? Kau kemari hanya untuk bersenang - senang dan menggangguku bekerja?"

"Jangan begitu! Jam kerjamu kan sebentar lagi berakhir. Aku ke sini membawa kabar gembira sekaligus ingin mentraktirmu makan malam," Vivian menatap Caroline yang baru saja menutup pintu kereta dengan mata berbinar dan bibir yang tersenyum lebar.

"Kabar gembira apa?"

"Coba lihat ini!" Vivian menyodorkan ponselnya ke wajah Caroline. "Aku mendapat email bahwa aku diterima bekerja di Hotel Westbay! Ini seperti menang loterai! Tidak bisa kupercaya! Setelah ini aku bisa bebas dari bosku yang menyebalkan itu. Tadinya aku pikir wawancara pekan lalu adalah kegagalan. Ternyata mereka menerimaku. Menurutmu apa karena aku cantik luar biasa?"

Caroline mendengus mendengar kalimat terakhir sahabatnya namun cukup senang dengan kabar yang dia dengar. Kedatangan Vivian cukup menghibur dirinya.

"Mana mungkin itu alasannya! Pasti karena kau pintar dan cukup meyakinkan mereka."

"Begitukah menurutmu? Terserahlah. Yang jelas, karena Hotel Westbay adalah salah satu bisnis milik keluarga kerajaan, apa menurutmu bekerja di sana akan memperbesar kemungkinanku bertemu dengan Pangeran William?"

Caroline berdecak. "Kau masih saja mengidolakan Pangeran William dan berharap bertemu dengannya?"

"Tentu saja! Memangnya siapa di negeri ini yang tidak mengidolakan pangeran tampan itu?"

"Aku."

Vivian mendengus dan cemberut seketika. "Mungkin kau satu - satunya. Hidupmu terlalu kaku."

"Terserah. Dalam hidupku, lebih baik gajiku naik dan ditransfer tepat waktu daripada bertemu seorang pangeran yang tidak akan mempedulikanku. Nah! Ini dia!" Caroline berseru saat suara pemberitahuan terdengar dari ponselnya.

"Apa? Apa?" tanya Vivian penasaran.

Caroline tersenyum lebar menatap ponselnya. "Ini yang kubicarakan baru saja. Gajiku sudah masuk ke rekening."

"Baguslah. Kumpulkan uangmu lalu ambillah ujian paket agar kau punya ijazah setara SMA. Setelah itu kau bisa kuliah dengan mengikuti kelas karyawan."

Caroline tertunduk lesu. "Kurasa untuk saat ini itu tidak mungkin. Gajiku baru cukup untuk kebetuhan keluargaku. Casandra belum mendapat pekerjaan."

"Hah! Bukankah adikmu itu benar - benar tidak berguna? Dia sudah hampir satu tahun lulus dan belum mendapat pekerjaan hingga detik ini. Sebenarnya apa yang dia lakukan?"

"Sudahlah. Kurasa dia hanya sekedar pemilih. Jika nanti dia terpaksa, mungkin dia akan sedikit menurunkan idealismenya. Yang lebih kupikirkan saat ini adalah Antonie."

"Antonie? Kenapa dia?"

"Ya, akhir - akhir ini dia terlihat sangat cuek dan dia seperti tidak ada keinginan untuk menikahiku. Kau tahu, minggu depan aku sudah tepat 30 tahun, jika aku tidak menikah, aku mungkin harus mengikuti pasar pengantin."

"Sudahlah. Hal seperti itu tidak perlu kau pusingkan. Jika Antonie tidak menikahimu, tinggalkan saja dia! Ada bagusnya ikut pasar pengantin. Mungkin kau bisa dapat yang lebih tampan. Tiga bulan lagi aku juga genap 30 tahun. Kita bisa bersenang - senang bersama di pasar pengantin. Kita benar - benar sahabat sejati, hahaha!" Vivian malah tertawa riang seolah tak ada beban.

"Pokoknya," tambah Vivian, "lupakan semua yang membuatmu pusing. Sekarang lekaslah berganti pakaian dan ayo kita makan seafood!"

Seperti biasa, keberadaan Vivian yang ceria selalu bisa mengobati kegalauan Caroline.

Malam ini, Vivian mentraktirnya makan di restoran makanan lautan pinggir jalan favorit mereka. Caroline memesan udang saus mentega super pedas andalannya. Sementara Vivian memesan cumi bakar.

"Ah, kenyang sekali," ungkap Vivian setelah menyantap habis makanannya. "Makanan di sini tidak pernah mengecewakan. Ayo kita pulang."

Mereka berdua pun beranjak meninggalkan restoran dan berjalan menuju halte bis.

"Bayangkan kalau salah satu di antara kita menikah dengan pangeran atau setidaknya putera dari keluarga bangsawan, pasti kita naik mobil mewah bukannya menunggu bis malam - malam begini," Vivian berandai - andai.

"Lupakan soal menikah dengan pangeran atau bangsawan. Mulailah berkhayal jadi kaya siapapun yang kita nikahi nanti," ucap Caroline. "Nah, itu bisnya datang. Ayo!"

"Tunggu!" Vivian menarik lengan Caroline yang sudah hendak naik ke atas bis. "Lihat itu! Bukankah itu Antonie? Dengan siapa dia bergandengan tangan?"

Caroline melihat dengan seksama dua insan yang ditunjuk oleh Vivian. Benar itu adalah kekasihnya, Antonie. Laki - laki itu terlihat sedang berjalan mesra dengan seorang gadis.

"Itu... itu Casandra!" seru Caroline.

"Kau benar. Dia Casandra, adikmu. Apa yang mereka lakukan berdua? Mereka terlihat mesra. Oh tidak! Mereka berciuman!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status