Share

Bab 2. Hutang

Bab 2. Negosiasi

"Saya didesak oleh orang tua saya Ya, saya tahu ini mungkin terlalu mengejutkan. Mengingat ini kali pertama kita bertemu, saya juga gak mau disangka memanfaatkan keadaan tapi melihat Acha dekat kamu saya rasa kamu orang yang tepat dan lagi pula sepertinya kita bisa win-win solution. Saya butuh kamu untuk menjadi istri saya secara pura-pura, jadi apa kamu bersedia?"

Alya merasa dunianya jungkir balik setelah bertemu dengan Raka. Milyaran kali pun Alya berpikir kalau ini adalah suatu kesalahan tapi nyatanya itulah yang terjadi. Raka--dosen pembimbingnya telah melamar di awal pertemuan mereka.

Gila? Ya, ini gila. Mana ada pria yang sebegitu anehnya seperti Raka? Hanya karena dia terdesak dan Alya mirip kakaknya, Raka sampai melamarnya begitu saja.

Ah, ini bencana.

Tentu saja hal ini membuat Alya bimbang dengan tawaran yang diberikan oleh Raka. Alya tidak menyangka akan berada dikondisi seperti ini. Gara-gara penawaran itu, selama perjalanan pulang dari kampus, Alya harus mengusap wajahnya berulang kali karena dia bingung dan syok. Dia masih berpikir kalau Raka bercanda, dia hanya menggoda Alya yang terlihat membutuhkannya.

Tanpa terasa, tibalah di depan rumahnya. Namun, baru saja dia ingin membuka pagar alangkah kagetnya gadis itu ketika Alya menemukan kondisi rumah sudah berantakan disertai teriakan Emak-nya yang sedang ditunjuk tunjuk oleh Babeh Rojali.

Melihat sang ibu yang melahirkannya dibentak tanpa ampun , Alya yang baru datang sontak naik pitam.

"Ada apa ini?" tanya Alya berang. Gadis itu buru-buru menghampiri Emak yang sedang di intimidasi oleh Babeh Rojali.

Melihat Emak yang gemetar, Alya langsung memeluk Emak sambil menenangkannya.

"Tenang Mak, ada Alya." Alya mengusap air mata Emak yang terus mengalir deras. "Mak, sebenarnya ada apa, Ma? Bijimana ceritanya rumah kita jadi ancur begini?"

Emak menatap Alya penuh rasa bersalah, wanita setengah baya itu sudah siap berbicara tapi Babeh Rojali menyela mereka dengan tertawa terbahak -bahak disertai tatapan tajam. Babeh Rojali menyeringai seraya menatap Alya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Wah, anak gadisnya Mak Rohaya pulang juga. Ya, kamu serius gak mau nikah sama Babeh?" tanya Babeh Rojali sambil mendekatkan mulutnya yang berbau alkohol.

Alya yang merasa mual gara-gara menghirup itu langsung mundur menjauh. "Gak sudi! Najis! Alya gak mau nikah sama Babeh! Pokoknya enggak!" teriak Alya emosi.

"Apa lu bilang? Gak sudi? Najis? Berani juga lo ye!" Babeh Rojali menatap Alya dengan tatapan liar kemudian perlahan mendekati Alya yang sedang memeluk erat Emaknya. "Lu gak tahu siapa gue di kampung ini, hah?"

Alya yang merasa terpojok dan takut Babeh Rojali semakin beringas mencoba menguatkan diri untuk melawan. "Lalu apa mau Babeh? Sebutin sama Alya, kenapa rumah aye sampe berantakan begini?"

"Lu masih gak tahu juga alasannya? Apa lo belaga bego?"

"Maksud Babeh apaan? Buru-lah jangan main tanya-tanyaan. Panas hati aye Beh! Emosi bawaannye!"

Bukannya menjawab pertanyaan Alya yang penuh amarah, Babeh malah kembali tertawa sumbang. "Hahahaha ... lu emang gak sabaran Ya. Denger ya, Ya. Emak lu ini udah berhutang sama gue senilai 100 juta dan lu sebagai pewarisnya harus ngebayar itu. Pokoknya lu harus nikah sama gue, besok pagi!"

"Hah? Beneran itu, Mak? Mak berhutang sebanyak itu?"

Alya reflek menatap kearah Emak yang langsung menjawabnya dengan tangisan tanpa henti, Emak menyesal karena gak memberi tahu dosa sebenarnya pada Alya. Sebenarnya, selama ini Emak berhutang demi kuliah Alya, saat itu Emak berpikir dia pasti bisa membayar hutangnya dari hasil jualan makanan tapi semakin banyaknya kemajuan teknologi warung nasi Emak jadi sepi.

Emak gak tahu lagi cara untuk membayar sementara bunganya semakin besar. "Alya, maafin Emak yak? Maafin Emak!" Hanya itu yang keluar dari mulut Emak membuat Alya mencelos seketika. Mendengar jawaban Emak, Alya tahu kalau kini nasibnya benar-benar diujung tanduk.

Jujur, Alya sempat mengira ucapan Emak hanyalah isapan jempol biasa untuk menakutinya tapi ternyata dia salah, Emak benar-benar Alya ingin lulus kuliah karena memang takut akan begini ceritanya tapi sekarang sudah terlambat.

Dia itu orang miskin, dari mana harus mencari uang 100 juta agar terbebas dari pernikahan dengan Babeh Rojali?

Emak yang mengerti apa yang Alya rasakan hanya bisa memeluk anaknya yang bergeming. Siapa pun pasti gak tega melihat Alya yang seorang perawan tingting harus menikahi Babeh yang sukanya daun muda. Coba dibayangkan saja, hati ibu mana yang tega melihat kondisi anaknya dipaksa nikah seperti ini. Ini murni kesalahannya karena telah berhutang kepada Babeh Rojali.

Alya yang hampir pasrah mengelus pelan tangan Emaknya. "Sudah, Emak gak usah minta maaf sama Alya. Emak tenang aja, kita cari solusinya," ujar Alya. Gadis itu mencoba tegar walau batinnya tertutupi rasa putus asa.

"Jadi gimana? Kapan lu siap gue nikahin Babeh, Ya?" Babeh Rojali yang merasa di atas awan gak mau membuang waktu lagi. Di pikirannya sudah senang karena akan mendapat istri muda mana perawan lagi.

Alya yang hampir menangis akhirnya menangkupkan tangannya. Dia berharap bisa bernegosiasi. "Babeh Rojali yang baik sekali ini aja tolong maafin Alya ama emak. Alya janji bakal bayar. Lagian apa gak ada tambahan waktu lagi buat kami? Kami pasti bayar semua hutang-hutang itu! Tapi, tolong, jangan nikahin Alya!"

Babeh Rojali memalingkan wajahnya sambil meludah. "Cuih! Enak aja lu minta-minta! Denger Ya, gue gak butuh janji, gue butuh bukti!"

"Iya Beh, aye pasti buktiin! Aye bayar. Tapi aye mohon jangan paksa Alya buat nikah sama Babeh! Kasian Beh, masa depannya masih panjang!" Kali ini Emak yang giliran maju, Emak melepaskan pelukan Alya dan mendekat ke arah babeh dalam posisi bersujud.

"Gak bisa! Anak lu mesti gue bawa sekarang!" Babeh yang kebelet ingin kawin sama perawan gak mau keputusannya diganggu gugat sedangkan Emak terlihat makin menderita.

"Jangan Beh! Tolong!" mohon Emak seraya beruraian air mata terlebih dia juga malu semua tetangga udah pada nontonin mereka.

Alya tidak tega melihat Emak sampai mengemis sama Babeh Rojali. Babeh Rojali terkenal sebagai rentenir yang bengis tanpa ampun. Dia takut kalau Emaknya dipukulin lagi, maka dengan berani Alya maju menghadang Babeh.

"Stop! Udah Mak gak usah mohon mohon lagi! Alya bakal bayar hutangnya! Malam ini juga Alya bakal bawa ke rentenir bangkotan ini!" tegas Alya membuat Babeh terkesiap.

Bujugbuneng! Nih bocah kesambet apaan sih? Dari mana coba dia bakal bayar? Berani banget!

"Lu mau bayar pake apa, Alya? Udah mending lu tidur aja sama gue malam ini!" Babeh Rojali kembali tertawa menyepelekan kekuatan seorang Alya.

Alya semakin panas dengan omongan Babeh Rojali yang tak beradab. "Alah lu pada kagak usah tahu gue bayar pake apaan! Pokoknya lu pada mesti tahu, hutang Emak gue lunas malam ini! Emak tenang aja ada Alya Mak sama Allah," ujar Alya menatap Emaknya penuh makna.

"Halah, pake drama! Gue nanya sekali lagi yaa? Lu mau bayar pake apa? Pake kertas?" Tawa Babeh Rojali terus menggelegar.

Babeh Rojali masih menyangsikan apa yang dikatakan Alya. Bagaimana caranya bocah piyik ini bisa dapatkan uang 100 juta hanya dalam waktu singkat. Emangnya Sangkuriang.

"Alya lu ngigau apa pegimana sih, Ya? Mana mungkin lu bisa dapetin uang 100 juta malam eni juga? Lu mau pesugihan?!" Emak yang merasa Alya udah gak waras buru-buru beranjak dan kembali mendekati Alya yang sedang panas hati.

Alya tersenyum menenangkan. "Tenang Mak. Ini urusan Alya."

"Iya, tapi pegimana Alya? KIta orang miskin! Lu bakal dapat dari mana?"

"Dari saya Bu, saya yang akan membayarnya."

Di antara obrolan Alya dan Emak tiba-tiba saja ada suara pria yang menyela. Sontak saja semua orang melihat ke sumber suara dan tampaklah sesosok pria berjas tengah berdiri di ambang pintu.

"ASTAGA! PAK RAKA?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status