Ana menggeram pelan saat melihat pemandangan yang melukai hatinya. Tak jauh dari keberadaannya, ia melihat sosok Aldino bersama Putri Melati. Diam-diam Ana mendatangi rumah Aldino pagi itu. Ia merindukan kekasihnya.Setelah percakapan dengan Aldino terakhir kalinya, ia tidak pernah mengobrol lagi via telepon. Sekalipun Ana berusaha menghubunginya, namun Aldino selalu punya cara menghindarinya dengan seribu alasan.Mereka tengah berada di dalam kendaraan beroda empat. Rutinitas pagi Aldino mengantar istrinya kuliah. Ana baru menyadari satu hal.“Apa mereka tidur satu ruangan? Apa mereka melakukan aktifitas sebagaimana suami istri lakukan?” gumam Ana dengan air mata yang bercucuran.Mobil Aldino sudah melewatinya. Kaca jendelanya terbuka dan menampakkan ke dua sejoli itu tengah ngobrol seru. Aldino tampak ceria. Semua pemandangan itu tak luput dari tatapan Ana.Melihat raut sedih majikannya, Guntur merasa sedih dan iba.“Mbak Ana, lupakan saja pria seperti itu! Mbak Ana cantik dan pinta
“Di mana housekeeping card kalian?” tanya Abhizar sembari tatapan penuh telisik pada gadis bertubuh mungil di hadapannya. Putri Melati dan Sulis mengenakan seragam housekeeper berwarna hijau. Ke duanya memakai masker Sensi Convex Mask dan mengalungkan ID card di dada masing-masing. Perbedaannya Malati mengenakan jilbab sedangkan Sulis tidak. Sulis membiarkan rambutnya dicepol tinggi dengan hair bun namun terlihat rapi. Mereka profesional melakukan penyamaran dengan halus. Karena beberapa kali mengalami insiden buruk, Abhizar selalu menaruh curiga pada siapapun yang ditemuinya. Ia harus waspada. Ia pun meminta ke dua housekeeper untuk menunjukan ID sekaligus wajahnya mereka. Mereka pun kompak memperlihatkan ID masing-masing yang sudah dimanipulasi. Pun, pria itu meminta mereka menunjukan wajah di balik masker. “Buka masker kalian!” titah Abhizar tanpa basa-basi. Deg, Malati merasa jantungnya berdegup kencang. Jika ia melepas maskernya, ia pasti dikenali. Gagal sudah misi ke dua
“Maaf, aku kira ini untuk M-Mb…” Malati tidak melanjutkan kalimatnya. Ia takut Aldino marah saat ia menyebut nama mantan kekasihnya. Gadis itu mengira jika Aldino akan memberikan buket bunga itu untuk Ana. Bukan untuk dirinya. “Makasih, ini buatku ya,” imbuh gadis itu lagi meraih buket bunga berukuran besar dari tangan suaminya. Wajah Aldino berubah masam setelah mendengar pertanyaan Malati. Padahal sebelumnya ia antusias ingin memberikan surprise romantis pada istri kecilnya. Melihat respon Aldino, Malati merasa bersalah. Lantas ia menghidu aroma mawar putih dengan antusias. “Harum!” katanya namun sama sekali tidak membuat Aldino meresponnya. Pria besar yang sensitif itu berjalan menuju ranjangnya dan duduk di sana. Ia mengabaikan gadis itu. “Mas, makasih, bunganya. Aku suka sekali.” Gadis itu mengambil tempat duduk kosong di sisinya. “Mas Aldino marah?” tanya gadis itu dengan harap-harap cemas. Aldino masih mematung tak bersuara. Malati terkadang bingung menghadapi pria it
“Tangkap dia!” titah seorang pria berhidung bangir pada pengawalnya.Pengawalnya langsung mengangguk mantap mendengar perintah atasan mereka. Ia tidak akan berani membantah apalagi setelah melihat kemarahan atasannya tersebut. Furniture di dalam apartemennya hancur dirusak olehnya. Tak menutup kemungkinan wajah mereka pun akan ikut hancur dihajar habis-habisan seperti sebelumnya.Termasuk pengawalnya yang lain dihajar hingga babak belur karena dianggap tidak becus dalam menjaga kantornya.“Kau pikir akan lolos gadis kecil!”Abhizar menginjak sebuah tuspin berwarna silver yang tertinggal di kamarnya hingga tak berbentuk. Mudah baginya mengetahui siapa pemilik tuspin itu.“Hum, ternyata kau bekerja sama dengan Ana dan Ali.”Tuspin berbentuk bunga itu hancur menjadi kepingan yang tak berarti. “Aku akan membuatmu hancur seperti benda ini.”“Aku tak mau tahu, cepat kalian tangkap anak itu!” teriak Abhizar seraya menggebrak meja di depan pengawalnya.Gerak-gerik Malati sudah diketahui oleh
Pagi itu Aldino tersenyum mesem macam anak remaja yang tengah jatuh hati. Semalam istrinya bersikap manis. Ia memeluknya saat tidur atas keinginan sendiri.‘Putri Melati, apa kau benar-benar jatuh hati padaku? Hum, tentu saja kau pasti jatuh hati pada pria tampan dan gagah seperti diriku.’Aldino bermonolog dalam batinnya. Ternyata jatuh hati itu indah sekali. Apalagi jatuh hati pada istri sendiri. Tak ada hijab yang menghalangi. Pria itu bebas menyentuhnya untuk mengekspresikan perasaannya.Pagi itu sesuai rencana semalam, Aldino akan mengajari Malati berenang.“Sarapan atau berenang dulu?” tanya Aldino pada istrinya yang baru saja keluar melalui pintu balkon menuju kolam renang yang private itu.Di sana Aldino sudah duduk di atas kursi sun lounger hanya mengenakan celana pendek. Ia sama sekali tak merasa malu bertelanjang dada di depan gadis muda yang sudah halal baginya.Sementara itu Malati keluar dengan menggunakan pakaian renang dibalut bathrobe.“Aku mau berenang.”Malati menj
Di kediaman Basalamah saat ini tengah diadakan rapat keluarga yang dihadiri seluruh anggota keluarga inti. Tak tanggung-tanggung, Ali membuat sebuah rencana makan malam untuk menjebak Abhizar.Seolah acara malam itu ialah acara makan malam murni keluarga hingga mewajibkan seluruh anggotanya hadir. Abhizar tentu saja tidak kuasa menolak. Ia hadir dengan niat terselubung. Pria manipulatif itu berpikir jika chips sudah berpindah tangan dari Malati ke tangan Ali. Pertemuan itu akan menjadi sebuah kesempatan emas baginya untuk mengambil kembali chips itu. Bahkan ia sudah mengatur siasat untuk menggeledah ruang kerja Ali dengan menyiapkan anak buahnya.“Malam, Tante dan Om,” sapa Abhizar pada Hanum dan Sulaiman yang tengah menyambut para tamu. Mereka tersenyum hangat mempersilahkan Abhizar masuk.Mereka belum tahu soal chips itu. Sengaja, Ali ingin memberikan kejutan pada keluarga besar, membuka aib Abhizar di depan keluarganya.“Malam, Abhi, masuklah, semua orang sudah menunggumu.”Hanum
“Apa Mbok lihat?”“Lihat apa?”“Kenapa cara jalan Nyonya muda seperti itu? Apa dia jatuh?”“Bukan, Mbak Malati jalannya ngangkang,”Mbok Darmi menajamkan indera penglihatannya. Ia menatap majikannya dengan tatapan telisik. Lalu ia tersenyum tipis.“Mbak Malati sepertinya jatuh. Pernah Mbok lihat Mbak Mala kalau jalan kurang hati-hati.”Mbok Darmi memberi pengertian pada ART lain yang kepo pada kehidupan majikan mereka.“Oh, begitu,”Dua orang ART mengangguk dan ber’oh ria melihat majikan mereka.“Malam, Mbak!” sapa Mbok Darmi saat majikannya mendekatinya.“Mbok, siapkan makan malam! Bawa ke atas!” seru Malati mengemukakan keinginannya pada wanita tua itu.“Nggih, Mbak. Ah, untuk Mas juga?”“Iya Mbok. Aku dan Mas Aldino mau makan di atas.”“Siap!!”Mbok Darmi mengangguk patuh. Ia langsung pergi ke dapur dan menyiapkan makan malam untuk majikan mereka.Sementara itu Malati kembali meniti tangga menuju lantai dua.Grep,Wanita muda itu terlonjak kaget sebab tanpa babibu, suaminya menggen
“Kalian kenapa mengikuti saya?” tanya Aldino pada Yuda dan Sakha. Dua orang pengendara yang mengendarai motor sport dan membuntuti Aldino itu ialah teman-teman Aldino. Mereka mengejar Aldino saat tahu jika mobil yang berada di depan mereka adalah mobil Aldino.Kini mereka sudah berada di area parkir bandara, berbincang di lobi.“Kami tidak mengikuti. Kebetulan kami berada di jalan yang sama.”Yuda Tarumanegara nyengir menjawab pertanyaan Aldino yang serius. Pria itu memang selalu bersikap santai. “Ckck! Kenapa kau tidak menggantikan tugas saya di sekolah? Saya ijin beberapa hari gak masuk,” tegur Aldino pada sahabatnya itu. Seharusnya tugas kepala sekolah digantikan oleh Yuda Tarumanegara selaku wakil kepala sekolah.“Sudah, Pak Al! Lagipula saya sudah lebih dulu meminta ijin karena harus membesuk Raymond. Pak Al yang seharusnya standby di sekolah.”Sisi lain, Sakha hanya melirik sekilat Aldino. Semenjak pertemuan di kafe waktu itu, mereka semakin menjaga jarak.“Ada apa dengan Raymo