Pagi itu Aldino tersenyum mesem macam anak remaja yang tengah jatuh hati. Semalam istrinya bersikap manis. Ia memeluknya saat tidur atas keinginan sendiri.‘Putri Melati, apa kau benar-benar jatuh hati padaku? Hum, tentu saja kau pasti jatuh hati pada pria tampan dan gagah seperti diriku.’Aldino bermonolog dalam batinnya. Ternyata jatuh hati itu indah sekali. Apalagi jatuh hati pada istri sendiri. Tak ada hijab yang menghalangi. Pria itu bebas menyentuhnya untuk mengekspresikan perasaannya.Pagi itu sesuai rencana semalam, Aldino akan mengajari Malati berenang.“Sarapan atau berenang dulu?” tanya Aldino pada istrinya yang baru saja keluar melalui pintu balkon menuju kolam renang yang private itu.Di sana Aldino sudah duduk di atas kursi sun lounger hanya mengenakan celana pendek. Ia sama sekali tak merasa malu bertelanjang dada di depan gadis muda yang sudah halal baginya.Sementara itu Malati keluar dengan menggunakan pakaian renang dibalut bathrobe.“Aku mau berenang.”Malati menj
Di kediaman Basalamah saat ini tengah diadakan rapat keluarga yang dihadiri seluruh anggota keluarga inti. Tak tanggung-tanggung, Ali membuat sebuah rencana makan malam untuk menjebak Abhizar.Seolah acara malam itu ialah acara makan malam murni keluarga hingga mewajibkan seluruh anggotanya hadir. Abhizar tentu saja tidak kuasa menolak. Ia hadir dengan niat terselubung. Pria manipulatif itu berpikir jika chips sudah berpindah tangan dari Malati ke tangan Ali. Pertemuan itu akan menjadi sebuah kesempatan emas baginya untuk mengambil kembali chips itu. Bahkan ia sudah mengatur siasat untuk menggeledah ruang kerja Ali dengan menyiapkan anak buahnya.“Malam, Tante dan Om,” sapa Abhizar pada Hanum dan Sulaiman yang tengah menyambut para tamu. Mereka tersenyum hangat mempersilahkan Abhizar masuk.Mereka belum tahu soal chips itu. Sengaja, Ali ingin memberikan kejutan pada keluarga besar, membuka aib Abhizar di depan keluarganya.“Malam, Abhi, masuklah, semua orang sudah menunggumu.”Hanum
“Apa Mbok lihat?”“Lihat apa?”“Kenapa cara jalan Nyonya muda seperti itu? Apa dia jatuh?”“Bukan, Mbak Malati jalannya ngangkang,”Mbok Darmi menajamkan indera penglihatannya. Ia menatap majikannya dengan tatapan telisik. Lalu ia tersenyum tipis.“Mbak Malati sepertinya jatuh. Pernah Mbok lihat Mbak Mala kalau jalan kurang hati-hati.”Mbok Darmi memberi pengertian pada ART lain yang kepo pada kehidupan majikan mereka.“Oh, begitu,”Dua orang ART mengangguk dan ber’oh ria melihat majikan mereka.“Malam, Mbak!” sapa Mbok Darmi saat majikannya mendekatinya.“Mbok, siapkan makan malam! Bawa ke atas!” seru Malati mengemukakan keinginannya pada wanita tua itu.“Nggih, Mbak. Ah, untuk Mas juga?”“Iya Mbok. Aku dan Mas Aldino mau makan di atas.”“Siap!!”Mbok Darmi mengangguk patuh. Ia langsung pergi ke dapur dan menyiapkan makan malam untuk majikan mereka.Sementara itu Malati kembali meniti tangga menuju lantai dua.Grep,Wanita muda itu terlonjak kaget sebab tanpa babibu, suaminya menggen
“Kalian kenapa mengikuti saya?” tanya Aldino pada Yuda dan Sakha. Dua orang pengendara yang mengendarai motor sport dan membuntuti Aldino itu ialah teman-teman Aldino. Mereka mengejar Aldino saat tahu jika mobil yang berada di depan mereka adalah mobil Aldino.Kini mereka sudah berada di area parkir bandara, berbincang di lobi.“Kami tidak mengikuti. Kebetulan kami berada di jalan yang sama.”Yuda Tarumanegara nyengir menjawab pertanyaan Aldino yang serius. Pria itu memang selalu bersikap santai. “Ckck! Kenapa kau tidak menggantikan tugas saya di sekolah? Saya ijin beberapa hari gak masuk,” tegur Aldino pada sahabatnya itu. Seharusnya tugas kepala sekolah digantikan oleh Yuda Tarumanegara selaku wakil kepala sekolah.“Sudah, Pak Al! Lagipula saya sudah lebih dulu meminta ijin karena harus membesuk Raymond. Pak Al yang seharusnya standby di sekolah.”Sisi lain, Sakha hanya melirik sekilat Aldino. Semenjak pertemuan di kafe waktu itu, mereka semakin menjaga jarak.“Ada apa dengan Raymo
“Tumben kau datang, Aldino.”Eyang Waluyo menyapa cucu kesayangannya dengan minim ekspresi padahal hatinya senang sekali melihat kedatangannya.Aldino memeluk Eyangnya dengan erat tak seperti biasanya. “Aku kangen Eyang,” bisiknya.Tak berselang lama, Malati pun menyalami Eyang Waluyo dan tersenyum tipis padanya.Pria besar itu menarik kursi untuk dirinya dan istrinya. Tingkah Aldino tak luput dari perhatian Eyang Waluyo. Hingga tanpa sadar Eyang Waluyo menarik sudut bibirnya membentuk senyum tipis, tanpa siapapun sadari. Tentu saja, ia merasa senang melihat Aldino bersikap manis pada istrinya.Mereka sarapan pagi dengan hening. Tak ada yang berani bersuara saat makan berlangsung. Hal tersebut sudah menjadi tata krama di sana. Mereka baru bisa mengobrol saat acara makan selesai.Usai sarapan Aldino memilih menemani Eyangnya berjalan-jalan di taman sembari mengobrol tentang perusahaan. Sementara itu Malati memilih duduk dekat kolam melihat ikan hias.“Kapan kau resign?” tanya Eyang Wal
“Percuma aku hidup. Mending aku mati saja.”Ana melanjutkan kalimatnya dengan isak yang tertahan, membuat Aldino merasa serba salah menyikapinya.Aldino mendengus kesal. Mereka saat ini berada di area sekolah. Ana menangis karena dirinya. Hal tersebut tidaklah baik sebab bisa menjadi gosip yang tak mengenakan baginya.“Sudah cukup, Ana! Pulanglah!” imbuh Aldino menahan emosi padanya.Ana mengusap mata sembabnya lalu meraih ponselnya.“Baterai ponselku habis. Bisa pesankan taxi online?”Aldino berdecak pelan mendengar gadis itu yang nekad datang ke sana dengan taxi online. “Aku akan mengantarmu,” imbuh Aldino merasa tak tega melihat gadis yang terbiasa diantar-jemput oleh driver pribadi harus menaiki transportasi umum.Ana tersenyum tipis. Perlahan pasti Aldino akan kembali padanya. Terbukti ia iba dan bersedia mengantarnya.Kini mereka berada dalam satu mobil. Ana merasa riang gembira. Ia menatap Aldino dari samping dengan penuh cinta.“Mas, aku lapar. Makan siang dulu yuk?” imbuh An
“Zero seven?”“Ready!”“Zero five?”“Ready! Security system’s off!”“Zero nine?”“Clear!!”Terjadi percakapan di antara beberapa pria yang tengah melakukan simulasi sebuah operasi penculikan. Mereka tengah berlatih di sebuah gedung kosong yang tak terpakai. Namun meskipun gedung itu tak terpakai, gedung itu merupakan gedung bekas hotel di mana memiliki lift dan sistem keamanan yang canggih. Gedung itu disulap menjadi markas sebuah komplotan rahasia.Mereka memiliki panggilan khusus pada rekannya saat operasi penculikan berlangsung. Mereka menggunakan kode dan berkomunikasi lewat walkie talkie yang dilengkapi fitur scan, emergency alarm dan CTCSS DCS.“Bos! Mission has accomplished!!” seru pimpinan operasi. Ia berkata dengan penuh semangat dan antusias. Nafasnya terengah-engah namun aura cerah terpancar dari wajahnya. Jika ia berhasil menjalankan misi kali ini maka ia akan mendapat bayaran yang tinggi.“No! It’s just beginning!” sahut pria berwajah kaukasia itu. Sembari menyelipkan ceru
Saat Malati membelakan matanya perlahan, kepalanya terasa pusing. Ia merasa limbung, masih setengah sadar akibat pengaruh obat bius. Malati tidak sadarkan diri selama lebih dari tujuh jam lamanya.Saat penglihatannya jelas dan kesadarannya terkumpul, Malati terlonjak kaget. Ia baru sadar jika dirinya tidak berada di kediaman Eyang Waluyo. Ia berada di suatu tempat asing, tepatnya kamar asing yang menyerupai kamar hotel.Ia bangun lalu mengguncangkan tubuhnya yang terasa kaku bak rusuk bambu. Tangan dan kakinya tidak bisa bergerak. Jelas saja, tangan dan kakinya diikat oleh tali nilon.“Mas Aldino, aku di mana? Aku takut,” gumam Malati baru pertama kalinya ia merasa takut luar biasa. Ia butuh suaminya saat ini. Matanya sudah berkaca-kaca. Pikirannya sudah berkelana kesana kemari. Yang paling Putri Melati takuti ialah ia dilecehkan oleh para pria hidung belang.“Allah, lindungi aku,” imbuhnya dengan suara yang serak.Perempuan penyuka pelajaran exact itu menarik nafas dalam, berusaha me