Begitu kembali ke ruang tengah, Neo sudah tidak mendapati Naya di sana. Televisi di sana bahkan sudah dimatikan, membuat pria sipit itu mengernyit heran."Kemana perempuan labil itu? Cepat sekali dia menghilang," gumam Neo sambil memperhatikan sekeliling ruang tengah yang sepi.Abia dan Arya juga entah pergi ke mana. Sepertinya, kedua pasangan suami istri kadaluwarsa itu sedang berkencan untuk merayakan masa pensiun sang ayah."Terserah lah, aku makan dulu saja," monolog Neo sambil mulai makan dengan lahap. Sekarang, Neo bahkan bingung dengan dirinya sendiri. Dia jadi kecanduan dengan masakan buatan sang istri. Saat kemarin dia pergi saja, Neo malas kembali ke rumah karena tidak ada Naya yang memasak untuknya."Apa sebaiknya nanti setelah kami bercerai, aku mengangkatnya menjadi pembantu?" tanya pria itu lagi pada dirinya sendiri. Dia sudah merasa cocok dengan masakan dan pelayanan Naya untuknya meski pernikahan mereka tidak jelas begini."Eh, tapi ... mana mungkin dia mau menjadi pe
"Kau marah?" Neo bertanya begitu mereka sampai di rumah dan Naya masih tetap bungkam tanpa berniat mengeluarkan suara lagi.Perempuan itu sudah tidak berbicara lagi sejak menanyakan handuk yang sangat jelas sekali Neo sembunyikan dari Naya. Perempuan itu pasti menyadari bahwa Neo berbohong dan saat ini sedang curiga."M-maaf. Aku berbohong," ucap Neo akhirnya mengaku membuat Naya menoleh padanya dengan raut serius."Tadi aku mengantar sekretaris pribadiku terlebih dahulu. Kau tahu sedang hujan, kan? Jadi dia tidak bisa memesan taksi. Aku juga menemuinya di jalan tadi, makanya rambutnya basah. Jadi aku meminjamkannya handuk," jelas Neo panjang lebar seolah terdengar meyakinkan.Naya yang memang mudah percaya akhirnya mengangguk meski masih sedikit tidak yakin. Tapi, melihat dari cara Neo menjelaskannya saja, Naya mencoba untuk meyakinkan diri."Tapi ... kenapa kau menyembunyikannya dariku? Seolah kau sedang selingkuh dengan sekretaris barumu saja. Memangnya dia secantik itu?" Naya bert
Hari ini, adalah hari di mana Neo secara resmi diangkat menjadi CEO Star Group. Sebelumnya, banyak yang menentang Neo menjadi CEO pengganti Arya meski Neo adalah putra dari pria itu. Syarat menjadi CEO di sana, setidaknya memiliki saham Star Group lebih dari 15%. Beruntungnya, entah kebetulan atau memang istrinya yang pintar, Neo membeli 25% saham tepat beberapa hari sebelum rapat para komisaris diadakan.Dengan uang Naya juga sedikit bantuan sang Ayah, Neo mendapatkan semuanya. Benar kata Naya. Suatu hari dia pasti akan memerlukan uang tersebut. Orang-orang yang sebelumnya meremehkan Neo pun sudah tidak berani bersuara. Tidak ada lagi yang berani mengganggu Neo di kantor.Sebab, hanya orang kurang waras yang mengusik atasan mereka sendiri. Terbukti seperti saat ini."Sialan! Ternyata Neo benar-benar menjadi CEO pada akhirnya. Kupikir Pak Arya memecatnya karena memang tidak bisa melihat kemampuan putranya yang bermental gembel itu." Seorang karyawan yang tengah merokok di rooftop ka
Pagi ini, Abia menyadari ada yang salah dari putra dan menantunya. Kedua makhluk itu jelas sekali terlihat saling menghindari. Neo yang biasanya terus mengomentari tindak tanduk sang istri, bahkan hanya diam sambil menikmati sarapannya tanpa berbicara apa pun."Kalian kenapa?" Arya bertanya to the point. Seolah mewakili isi hati istrinya."Hah? Kenapa apanya?" Neo bertanya kikuk.Pria sipit itu melirik sejenak pada istrinya yang fokus makan sambil menunduk dalam. Tapi, begitu perempuan itu balik mendongak, Neo segera mengalihkan pandangan."Oh, sudah malam pertama, ya?" Arya menyimpulkan tanpa filter begitu melihat sikap malu-malu sepasang suami istri itu."BUKAN BEGITU!" teriak keduanya kompak sambil memandang Arya panik.Dilihat dari cara mereka menyanggah saja, Abia dan Arya mengerti bahwa itu memang benar. Mereka tentu saja pernah muda, jadi tahu apa yang terjadi pada pengantin baru yang bertingkah begini."Wah, apa sekarang kalian sudah bisa saling menerima?" tanya Abia antusias
Neo mengusap lembut rambut Naya. Kali ini, perempuan itu tengah berbaring dengan paha Neo sebagai bantalnya. Mereka tengah menonton televisi di kamar dengan Neo yang duduk bersandar di kepala ranjang.Sepertinya, televisi hanya alat pemecah kecanggungan di antara mereka. Sebab sedari tadi, yang dilakukan Neo hanyalah menatap kosong ke depan tanpa tahu apa yang ia tonton. Sedangkan Naya, hanya menikmati usapan lembut di kepalanya dari sang suami."Kenapa kau menungguku tadi? Sekarang, kenapa juga kau malah tidak tidur. Kau kan tidak bisa begadang, Nay." Neo bertanya sambil menatap wajah istrinya yang sebagian tertutupi rambut ikal perempuan itu.Naya yang semula berbaring menyamping menghadap TV, kontan berbaring terlentang. Membuat wajah Neo langsung terlihat tepat di atasnya. Hidung mancung, bibir basah yang sedikit tebal, juga mata sipit dengan rahang yang tegas.Naya tidak bohong kalau suaminya memang setampan itu. Tapi, tentu saja dia enggan mengakuinya di depan pria ini secara la
Ini hari minggu. Seperti janjinya pada Nara lewat pesan, mereka akan pergi kencan akhir pekan. Jadi, pagi-pagi sekali pria sipit itu sudah mandi.Hal tersebut tentu saja membuat Naya curiga. Tidak biasanya pria sipit itu mandi pagi saat libur bekerja. Apa suaminya ingin pergi ke suatu tempat?"Kau sudah rapi saja sepagi ini. Mau ke mana?" Abia bertanya sambil tersenyum menggoda begitu melihat penampilan putranya di meja makan. Perempuan itu seolah tengah mewakili pertanyaan yang ada di kepala Naya namun gengsi perempuan itu tanyakan.Dilihat dari gaya berpakaiannya saja, Abia sudah tahu bahwa makhluk ini akan pergi semacam hangout-an dan sebagainya. Neo menyengir tanpa menjawab kemudian mulai memakan sarapannya."Apa kau ingin pergi jalan-jalan dengan istrimu? Tapi kenapa Naya belum mandi?" tanya Abia lagi tanpa henti.Naya meletakkan kopi di dekat piring Neo dan ayah mertuanya. Perempuan itu kemudian ikut duduk dan melanjutkan sarapan."Dia tidak bilang akan mengajakku jalan-jalan, B