Share

bab 8

Author: Mariahlia
last update Huling Na-update: 2025-10-09 00:39:25
"Kamila, saya mohon... bangun."

Suara Arsen serak, gemetar di antara napasnya yang berat. Tangannya terus menepuk pelan pipi pucat gadis itu—pipi yang dulu selalu memerah setiap kali ia tersenyum. Kini dingin, tanpa reaksi.

“Kamila…” bisiknya lagi, kali ini lebih lirih, hampir seperti doa yang tenggelam di dalam ruang mobil yang sunyi.

“Pak Arsen, tolong tenangkan diri bapak dulu,” kata Paul dari kursi kemudi. Suaranya berusaha tenang, meski ia sendiri bisa merasakan ketegangan yang merayap dari bangku belakang. “Saya yakin, nona Kamila baik-baik saja. Mungkin hanya kelelahan.”

Arsen tak menjawab. Matanya merah, pandangannya liar penuh penyesalan dan marah pada dirinya sendiri. Ia menggenggam tangan Kamila erat—terlalu erat, seolah takut gadis itu akan benar-benar hilang jika dilepaskan.

“Saya sudah bilang sama dia sebelumnya,” gumam Arsen lirih, “jangan pernah pergi. Saya tidak akan berbuat jahat padanya... Tapi dia tetap nekat. Sekarang lihat apa yang terjadi? Kita tidak ta
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Istri Rahasia Sang CEO    bab 45

    Lorong rumah sakit itu sunyi, namun bukan sunyi yang tenang.Ini sunyi yang kental—seperti udara yang menahan napas.Jam dinding di ujung koridor berdetak terlalu keras, jarum detiknya bergeser perlahan, memantul pada lantai mengilap yang sudah dipel oleh cleaning service pagi itu.Di balik dinding kaca, ruang-ruang perawatan berbaris rapi. Bau obat antiseptik samar-samar menusuk. Cahaya matahari menyelinap dari jendela, memantul pada kursi tunggu besi dingin yang sepi.Kamila duduk di salah satu kursi itu.Rambutnya diikat seadanya, wajahnya tampak pucat, tak memakai make-up sedikit pun. Kaos abu-abu yang kebesaran dan cardigan tipis yang ia kenakan membuatnya terlihat lebih kecil dari biasanya—seolah ia bisa menghilang jika seseorang meniupnya.Ia menatap lantai, menatap lututnya, menatap tangannya yang saling menggenggam terlalu erat.Tidak ada kata-kata.Tidak ada suara dari bibirnya.Sejak tadi ia hanya diam.Nares berdiri tidak jauh darinya, bersandar pada dinding, kedua tangann

  • Istri Rahasia Sang CEO    bab 44

    Ruang tamu villa itu terasa seperti sebuah ruang waktu yang membeku. Udara di dalamnya dingin, terlalu dingin untuk jam sepuluh pagi di kawasan perbukitan. Bukan dingin yang berasal dari udara luar atau AC yang lupa dimatikan. Ini dingin yang lahir dari tubuh seseorang—dari pikiran yang tak tidur dan jiwa yang remuk pelan-pelan.Arsen duduk bersandar pada dinding, kaki tertekuk, tangan menggenggam rambutnya sendiri. Ia tampak seperti seseorang yang sudah kehilangan orientasi, seseorang yang bahkan tidak sadar bahwa matanya yang merah sekarang menatap kosong ke arah lantai, bukan lagi ke dunia nyata.Mami Laudya berhenti beberapa langkah di depannya. Napasnya tersengal kecil saat matanya menyapu kekacauan ruangan.Dulu villa ini selalu bersih. Rapi. Beraroma mahal. Lantai mengkilap karena setiap jam ada staf yang mengepel. Vas bunga segar di meja. Piring makan mahal tersusun tanpa cela di dapur.Sekarang semuanya berantakan. Seperti rumah itu ikut jatuh sakit.“Arsen…” suaranya melembu

  • Istri Rahasia Sang CEO    bab 43

    Pagi itu rumah Mami Nares dipenuhi aroma jahe hangat dan roti panggang. Cahaya matahari masuk dari jendela besar, mengenai wajah Kamila yang tampak lebih segar dibanding dua hari sebelumnya—meski kantung matanya masih terlihat jelas jika diperhatikan.Mami Nares sibuk di ruang tamu, mengemasi beberapa berkas. Rambutnya disanggul, wajahnya dihiasi riasan tipis yang menandakan hari ini ia tidak bisa menunda pekerjaan.Kamila berdiri di dekat meja makan, memegang segelas air hangat.“Kamila,” panggil Mami lembut.Kamila menoleh. “Iya, Bu?”Mami menatapnya penuh perhitungan. Ada kekhawatiran, tapi juga keyakinan bahwa gadis muda itu mulai menemukan ritme napasnya kembali.“Kamu ada jadwal periksa kandungan hari ini, ‘kan?”Tangan Kamila mengejang di sekitar gelas. Ia hampir lupa, atau mungkin sengaja menyingkirkan itu dari kepalanya.“I—Iya, Bu. Jam sepuluh. Tapi–”Mami mengangguk, merapikan blazer-nya.“Kamu harus tetap periksa. Dokter yang Mami telpon juga udah saranin kamu harus rutin

  • Istri Rahasia Sang CEO    bab 42

    Malam berganti pagi, tapi bagi Arsen, waktu berhenti memiliki bentuk.Hari-hari berikutnya bukan lagi rangkaian jam yang bisa dihitung. Semuanya berbaur menjadi satu kabut tebal yang memeluk kepalanya—kabut yang tak pernah benar-benar hilang, bahkan ketika matahari tinggi di langit atau ketika lampu kantor menyala terang.Dan Kamila… tetap tidak ada di mana pun.Di KantorPukul sembilan pagi, gedung kantor Arsen biasanya penuh ritme, langkah cepat para staf, suara keyboard, telepon yang tak berhenti berdering. Tapi hari ini, semuanya terasa menahan napas saat Arsen datang.Ia masuk lewat pintu kaca besar, langkahnya lambat, bahunya sedikit merosot. Setelan rapihnya tidak menolong apa pun—kerahnya tampak tidak tersentuh tangan rapi, rambutnya acak sedikit.Paul, asistennya, langsung mendekat.“Pak… meeting sama tim legal lima menit lagi.”Arsen tidak menjawab. Tidak mengangguk. Tidak menoleh.Ia berjalan langsung melewati Paul, menuju ruangannya. Pintu kaca besar itu terbuka—kemudian d

  • Istri Rahasia Sang CEO    bab 41

    Malam itu menua dalam diam, tapi bagi Arsen, waktu bukan lagi aliran lembut yang berjalan pelan… melainkan pisau tumpul yang menggores dadanya sedikit demi sedikit.Hujan berhenti, tapi aroma udara yang lembap masih menempel di sepanjang jalan besar tempat ia berdiri. Lampu-lampu trotoar temaram memantulkan cahaya lembut di wajahnya yang pucat. Napasnya kabur saat ia mengembuskan udara, seolah dunia juga sedang menggigil bersama keresahannya.Arsen menyapu pandangannya sekali lagi. Tidak ada mobil. Tidak ada perempuan kecil dengan perut membesar yang memanggil namanya sambil menangis. Tidak ada jejak Kamila.Detik itu juga, sesuatu di dalam dirinya runtuh.Ia bersandar pada kap mobilnya, menunduk. Jemarinya yang biasanya tegas menandatangani kontrak bernilai miliaran kini bergetar hebat. Ia menutup wajahnya. Entah sudah berapa kali ia melakukan itu malam ini.“Pak Arsen…,” suara salah satu pengawalnya terdengar hati-hati. “Mungkin… kita cari ke arah—”“Tidak.” Suara Arsen pecah, renda

  • Istri Rahasia Sang CEO    bab 40

    Malam semakin menua, seperti kain hitam yang makin lama makin pekat. Lampu-lampu jalan di kawasan kumuh Jakarta itu berpendar kuning, memantul pada genangan air sisa hujan dan membentuk kilau yang seolah bergetar setiap kali angin dingin melintas. Suara raungan motor Nares memecah kesunyian, membawa Kamila menjauh dari gang sempit yang nyaris menelannya barusan.Kamila memeluk tas kecilnya di dada, tubuhnya kaku, namun matanya tak lepas dari jalanan yang terus berubah. Setiap tikungan terasa asing, setiap lampu jalan seperti mata yang memperhatikannya. Ia menelan ludah, berusaha tidak terlalu terpaku pada ketakutan yang tadi hampir membuatnya kehilangan nyawa dan anak dalam kandungannya.Nares melirik lewat spion, suaranya terdengar pelan karena tertutup helm."Mbak Kamila nggak apa-apa? Kalau mau pegangan, pegang aja ya. Biar nggak jatuh."Kamila mengangguk, walau Nares jelas tidak bisa melihatnya."Iya… aku nggak apa-apa."Tentu saja ia tidak benar-benar baik-baik saja. Punggungnya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status