Axel Nightvale duduk tegak, ekspresinya datar, tapi tatapannya tajam mengunci Zuri Everlyn. Tanpa basa-basi, dia meletakkan sebuah amplop cokelat di atas meja.
âBuka dan pastikan sendiri.â
Zuri membuka amplop. Jari-jarinya sedikit gemetar saat menarik isinya. Beberapa lembar dokumen dan foto terselip di dalamnya.
Rekaman CCTV menunjukkan Elysia memasuki kamar Axel, membuka lemari, dan menemukan kotak-kotak perhiasan di bawah lipatan pakaian. Gambar berikutnya menangkap momen saat kakaknya itu berdiri di depan brankas, memasukkan kombinasi angka yang ternyata tanggal pertemuan pertama mereka, lalu mengambil uang dalam jumlah besar.
Di bawahnya, ada laporan transaksi rekening yang menunjukkan miliaran hilang pada malam yang sama. Beberapa foto memperlihatkan isi tas yang dibawa Elysia ke bandaraâkotak-kotak perhiasan milik ibunya Axel masih utuh, tersembunyi di antara tumpukan uang tunai.
Laporan terakhir dari pihak bandara mencatat bagaimana dua polisi berpakaian preman mengikuti Elysia, sebelum akhirnya melarikan diriâmenjadi buronan.
Semua bukti ada di sini. Tidak ada yang bisa dibantah.
âDengarkan baik-baik, Zuri Everlyn. Tugasmu sekarang adalah menggantikan posisi Elysia Rosierâmenjadi istriku. Kalau kau berani menolak, bayar semua uang dan perhiasan yang dia curi dari keluargaku. Pilihannya hanya itu.â
Zuri menegang. Suara Axel Nightvale, kakak iparnya, menggema di ruangan sepi itu, dingin dan tajam. Dia mencoba menetralkan ketakutan yang merayap di dadanya dengan berbicara pelan. âMungkin Elysia akan kembaliââ
âDia tidak akan kembali,â potong Axel cepat, matanya menyipit penuh tekanan. âKau pikir aku sebodoh itu, memilihmu sebagai pengganti kalau dia masih bisa ditemukan?â
Zuri menelan ludah. Axel bukan orang asingâdia kakak ipar yang pernah begitu memuja Elysia, kakak kandungnya. Tapi Elysia, wanita yang tidak pernah puas, telah meninggalkan kekacauan ini. Dan kini, Zuri yang harus menanggungnya.
Pria di depannya ini, dengan sorot mata yang tidak bisa ditebak, membuatnya cemas. Axel selalu bicara panjang saat emosi menguasainyaâseperti sekarang. Zuri khawatir, tangan pria itu bisa saja lebih cepat bergerak daripada kata-katanya.
âKenapa diam?â Axel menyandarkan dagunya pada tangan, sikapnya santai tapi mengintimidasi. âKau ingin menolak? Apa kau sanggup membayar kerugianku secara tunai? Atau lebih suka ke penjara menggantikan kakakmu? Aku bisa mengatur itu dalam sekejap.â
Zuri merasa lantai di bawahnya runtuh. Dia hampir tak mengenal Axelâhanya secuil cerita dari Elysia saat kakaknya itu sesekali pulang untuk bertemu dengannya. Tapi sekarang, dia tahu satu hal, pria ini jauh lebih kejam dari yang pernah dibayangkannya.
âAku perlu waktu untuk memikirkannya,â jawab Zuri pelan, suaranya nyaris hilang.
âApa?â Axel mendengus, nada sinis terdengar jelas. âUlangi. Aku tidak dengar.â
Zuri menarik napas dalam, berusaha menjaga ketenangan. âAku perlu memikirkannya lagi. Aku sudah punya calon suami, dan kami akan segera menikah.â
Axel tertawa keras, suaranya memenuhi ruangan kosong itu hingga Zuri merasa telinganya berdengung. âKau serius? Apa kau tidak sadar bahwa uangku jauh lebih berarti daripada nyawamuâatau bahkan nyawa Elysia sekalipun?â
Zuri terdiam, tak berani menatap Axel. Pikirannya kacau. Elysia yang melakukan semua ini, merugikan Axel, tapi kenapa dia yang harus membayar?
âTidak ada cara lain?â Zuri akhirnya membuka suara, nada memohon terselip di sana. âAku bersedia bekerja di perusahaanmu tanpa gaji. Setiap bulan, kau bisa ambil penghasilanku untuk mencicil utang itu.â
Axel memandangnya dengan ekspresi tak percaya, lalu mendengus lagi. âKau gila? Aku tidak akan membiarkan siapa pun dari keluargamu masuk ke perusahaanku. Lagi pula, apa yang bisa kau lakukan? Membersihkan lantai? Sampai kapan utang itu lunasâsaat kau sudah mati?â
Kata-kata itu menusuk, tapi Axel mengucapkannya dengan tenang, seolah hanya menyatakan fakta biasa. Zuri menahan air mata. Elysia adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki. Mau tak mau, dia harus menanggung akibat ulah kakaknyaâmeski itu berarti menyerahkan hidupnya pada pria ini.
âLalu untuk apa aku menikah denganmu?â tanya Zuri, suaranya masih bergetar. âAku tetap tidak akan mampu membayar semua kerugian itu.â
Axel menatapnya tajam, ada kilatan amarah di wajahnya. âAku butuh penerus. Sebelum Elysia kabur dengan uang dan perhiasan itu, aku sudah menyampaikan keinginanku. Dia tidak menjawabâmalah melarikan diri.â
Zuri terpaku. Jantungnya berdegup kencang. âJadi, jika aku memberimu anak, utang itu akan lunas?â
Axel mengangkat alis. âTergantung.â
âApa maksudmu?â Zuri terlonjak, tak percaya dengan apa yang didengarnya.
âJenis kelamin anaknya,â jawab Axel datar. âJika kau melahirkan bayi laki-laki, utang itu lunas sepenuhnya. Jika tidak, kita lihat lagi.â
Zuri tersentak. Takut, marah, dan sedih bercampur jadi satu, mencekiknya. âJadi hidupku hanya bernilai sebatas itu di matamu?â
Axel tersenyum tipis, dingin. âSemakin cepat kau memberiku anak laki-laki, semakin cepat aku menceraikanmu. Itu saja.â
Kalimat itu terngiang di kepala Zuri, berulang seperti mantra yang menghancurkan. Axel membenci Elysiaâdan dia, sebagai adiknya, adalah alat balas dendam yang sempurna. Mereka berdua adalah satu-satunya yang tersisa dari keluarga mereka. Orang tua mereka meninggal akibat wabah di village, dan bibi yang menampung mereka di kota telah tiada karena kecelakaan. Zuri benar-benar sendirian sekarang.
âAku mengerti,â gumam Zuri akhirnya. âTapi beri aku waktu untuk menjelaskan pada calon suamiku.â
Dia memikirkan Jaxon Holtâpria sederhana yang hangat, pegawai negeri yang telah merencanakan hidup bersamanya. Rumah kecil yang disiapkan Jaxon untuk mereka sudah cukup baginya. Tapi kini, semua itu terancam sirna.
âTidak perlu menunggu,â kata Axel tiba-tiba, matanya beralih ke arah pintu. âDia sudah datang.â
Tekrejut, Zuri menoleh. Jaxon berjalan cepat mendekati mereka, wajahnya penuh tanya.
âHai, calon istriku,â sapanya sambil mencium pipi Zuri, membuat wanita itu membeku. âAda apa ini?â
Zuri tergagap. âJax, ini tentang kakakkuââ
âAku kakak iparnya,â potong Axel dengan santai, âsekaligus calon suaminya. Zuri baru saja memintaku menikahinya.â
Zuri tersentak. Mulutnya ternganga, tapi tak ada suara yang keluar. Axel dengan sengaja membalikkan fakta, melemparkan tuduhan palsu tanpa ragu. Jaxon menoleh padanya, pandangannya berubah gelap.
âApa ini, Zuri?â Jaxon menggeram, tangannya mengepal di atas meja. âBenar kau meminta kakak iparmu menikahimu?â
âTentu saja,â jawab Axel lagi, mewakili Zuri. âKarena aku lebih kaya darimu, Tuan Jaxon.â
âZuri, jawab!â bentak Jaxon, suaranya mengguncang. âBenar atau tidak?â
Zuri gemetar hebat. Dia ingin membantah, tapi tatapan Axel yang dingin dan penuh ancaman membungkamnya. âItu ⌠itu benar,â katanya akhirnya, suaranya nyaris tidak terdengar.
Jaxon menggebrak meja, berdiri, dan meraih gelas air di depan Zuri. Dalam sekejap, air itu disiramkan ke wajah Zuri. âDasar wanita murahan! Kau dan kakakmu sama saja!â teriaknya, wajahnya memerah penuh amarah.
Zuri menangis tersedu. Air mata bercampur dengan air yang membasahi wajahnya. âBukan begitu, Jax. Elysiaââ
âCukup!â potong Jaxon. âApa pun alasannya, kau memilih jadi wanita seperti itu. Kau hancurkan aku dan keluargaku!â
Axel mengangkat tangan, menghentikan keributan itu. âSudah, Tuan Jaxon. Jangan terus menyalahkan Zuri. Introspeksi diri sendiri. Sudah cukupkah penghasilanmu untuk menikahi seorang wanita?â
Jaxon terdiam, tangannya mengepal lebih erat. Dia tahu pekerjaannya sebagai pegawai negeri memang terbatas. Ada cicilan mobil, tanggungan untuk adik-adiknya. Andai dia dan Zuri menikah, mereka akan hidup pas-pasan.
âBaiklah,â ujar Jaxon dengan tawa getir. âSelamat atas pernikahan kalian. Semoga kalian tak pernah bahagia.â Dia berbalik, meninggalkan Zuri yang tidak sanggup menatap kepergiannya.
Axel bangkit, menatap Zuri yang basah dan pucat. âAku sudah selesai. Kujemput kau nanti di hari pernikahan,â katanya dingin, lalu melangkah pergi.
Zuri mengusap wajahnya, air mata masih mengalir. âApa yang kau lakukan, Ely?â gumamnya pada kakak yang tidak ada. Langkahnya tertatih menuju pintu, tapi sebuah seseorang menghadangnya. Wanita paruh baya dengan wajah penuh amarah.
âIbu?â Zuri terpaku. Itu Margaret, ibunya Jaxon.
âJangan panggil aku Ibu,â bentak Margaret. âPutraku menangis tadi, mengadu padaku kalau kau membatalkan pernikahan demi pria lain.â Tanpa aba-aba, tangannya melayang, menampar Zuri keras.
Zuri terhuyung, pipinya memanas. Kafe yang sepiâdisewa khusus oleh Axel untuk pertemuan ini, sekarang terasa seperti panggung kehancurannya. Pelayan yang mulai berdatangan hanya bisa berbisik, menyaksikan wanita malang itu dihujani kesialan.
âNyonya Margaret, maafkan aku,â lirih Zuri, menatap wanita yang pernah dia harapkan untuk menjadi mertuanya.
âAku tidak akan memaafkanmu,â balas Margaret tajam. âKau wanita rendah. Murahan!â
Zuri mengangguk lemah. âAnda benar. Aku memang seperti itu.â
Margaret mendengus, lalu pergi tanpa kata lagi. Zuri berdiri sendirian, basah dan hancur, dikelilingi tatapan asing. Tidak terlalu jauh, Axel melangkah keluar kafe dengan tidak peduli. Baginya, ini baru permulaanâdan Zuri adalah pion yang sempurna dalam permainannya.
âYa. Kau ⌠dan bayi kita.âMereka tertawa pelan, serentak.âAxel?ââHm?ââAku tidak pernah menyangka ⌠bisa tertawa bebas tanpa beban di hadapanmu seperti ini. Padahal dulu aku pikir aku harus lari darimu selamanya setelah perjanjian kita berakhir.âAxel diam sejenak. âAku pun dulu berpikir aku harus memilikimu dengan cara apa pun. Tapi ternyata ⌠aku baru benar-benar memilikimu ketika kau memilih sendiri untuk tetap tinggal.âZuri memejamkan mata, bersandar sepenuhnya pada dada Axel.***Hujan gerimis turun pagi itu. Aroma antiseptik, suara langkah kaki tergesa, dan detak jantung Zuri yang tidak karuan memenuhi ruang bersalin. Tangannya mencengkeram kuat jari-jari Axel yang kini pucat karena terlalu erat digenggam.âAxel ...â Suaranya lemah, namun matanya penuh keberanian. âJika sesuatu terjadi padaku ... jaga dia baik-baik.âAxel menggeleng cepat, menunduk mencium kening Zuri yang basah oleh keringat. âJangan berkata seperti itu. Kau akan baik-baik saja, Sayang. Aku bersamamu. Selal
Axel membantu Zuri duduk tegak kembali, sementara dia perlahan berlutut di hadapan si istri.âKarena aku ingin kau memilihku. Dengan sadar. Walau setelah semua yang kulakukan, mungkin aku tidak pantas. Tapi kalau kau tanya kenapa aku pertemukan kalian sekarang, kenapa aku membawamu kemari dengan menampilkan sesuatu yang lain, karena aku ingin kau tahu semuanya. Dan kalau kau pergi setelah ini ... aku tidak akan menghalangimu.âSuara Axel tak lagi tegas. Seakan terasa retak. Nyaris putus.âKau bebas pergi, Zuri. Semua utang Elysia padaku, kuanggap lunas. Aku akan selesaikan semuanya. Kau tak perlu mengganti rugi, tak perlu melahirkan pewaris untukku, akan kuhancurkan semua perjanjian di antara kita, dan kau juga tidak perlu lagi tinggal bersamaku. Tapi kalau kau tetap memilih di sini ⌠aku akan memperbaiki segalanya. Aku akan berhenti jadi pria gila yang mencoba mengikatmu dengan cara terkutuk. Aku akan belajar jadi suami yang layak.âKeheningan kemudian begitu menyiksa bagi Axel. Sang
Hadapi!Zuri menangkap bahwa maksud ucapan Axel adalah tentang Thalia dan Jaxon, tapi kenapa ⌠kenapa Elysia ada di sini sekarang? Kenapa kakaknya itu kini tergesa menghampirinya?âE-ElysiaâââZuri!â Bukannya memeluk, Elysia mencengkeram kedua pundak adiknya dengan raut wajah pucat. âJangan percaya apa pun. Jangan percaya padanya.âDengan raut kebingungan, Zuri menatap ke arah pintu kamar yang terbuka. Axel di sana, baru saja mendorong pintu agar terbuka lebar.Elysia panik saat menyadari kehadiran Axel, namun langsung melepas cengkeramannya pada Zuri, berjalan cepat menuju ke arah pria itu berada.Mencengkeram jas Axel sambil mengguncangnya kuat, walau hampir tidak memberi pengaruh apa pun pada pria itu. Axel memilih menatap Zuri yang bingung, shock dan jelas gemetar.âKau ⌠lepaskan kami! Aku tahu kau sengaja menjebakku untuk mencuri semua uang dan perhiasan ibumu, agar aku kacau dan melarikan diri entah ke mana!â teriak Elysia. âDan kau memaksa adikku untuk menikah denganmu? Menang
Zuri menahan napas, sentuhan Axel datang begitu cepat. âTidak,â jawabnya singkat, berusaha tegas.âKau yakin?â Axel mengecup pundak kanan Zuri, suaranya menggoda, membuat tubuh wanita itu menegang.Zuri mengangguk, berusaha meyakinkan diri sendiri. Jaxon bertingkah di luar kebiasaan mungkin karena Zuri mengecewakan pria itu, melukai begitu dalam.Mereka bersama hampir dua tahun, Zuri mengenal keluarga Jaxon, yang menerimanya meski ia yatim piatu tanpa harta. Rumah peninggalan orang tua Zuri dan Elysia telah disumbangkan untuk dapur darurat saat wabah menyerang Village. Kebun stroberi kecil milik orang tua mereka juga musnah saat itu.âApa jawabanmu selalu semahal itu?â tanya Axel, suaranya tiba-tiba tegas, menarik Zuri dari lamunan.Zuri tersentak, belum mampu menjawab, masih terlena oleh belaian Axel.âJangan biarkan aku menunggu jawabanmu sampai kau tertidur, Zuri,â lanjut Axel, nadanya bukan peringatan santai, melainkan perintah.Zuri bergidik, buru-buru menjawab, âAku ⌠aku yakin
Zuri mengerang, nyaris kenapasan napas. Tangannya mencengkeram pundak Axel lebih erat, kewanitaannya berdenyut.Axel mempercepat gerakan, air memercik ke lantai marmer, lilin-lilin berkedip karena hembusan udara.âBergerak lebih cepat, Zuri,â gumam Axel, nadanya tegas. âAku mau kau patuh. Tunjukkan kalau kau milikku.â Ia mengubah posisi, menarik Zuri kembali ke dalam air, memutar tubuh Zuri hingga si istri membelakanginya.Tangan Zuri mencengkeram tepi bak. Axel masuk lagi dari belakang, dorongannya lebih dalam, air hangat memperkuat gesekan kejantanannya di kewanitaan sang istri.âA-aku ⌠Axelâoh, aku ⌠hampir,â desah Zuri, serak dengan tubuh yang menegang, orgasme keduanya mendekat.âTahan sedikit lagi, Zuri. Akan kuberitahu saat aku mendapatkannya lebih dulu,â bisik Axel, tak lupa menjilati sisi samping wajah wanitanya.Dorongan semakin cepat, air beriak keras. âOke. Kau boleh keluar sekarang.â Seketika Zuri menjerit, orgasmenya meledak, cairan kenikmatannya membasahi kejantanan A
Zuri menatap telapak tangan Axel yang besar dan hangat, teringat sentuhannya.âAtau mau kugendong hingga ke kamar mandi?â tambah Axel, nadanya menggoda.Zuri mengangguk segera, percuma saja merasa malu. Axel akan tetap seperti ini setiap hari, bahkan sering memakaikan pakaian untuknya saat ada waktu luang.Axel berjongkok, memunggungi Zuri. âNaiklah. Kita harus mencoba banyak hal,â katanya.Zuri naik ke punggung Axel, merasa suaminya itu baik hati dengan niat tertentu. Dalam suasana nyaman ini, ia yakin siapa pun istrinya Axel akan dengan senang hati mengandung berkali-kali.Jadi, ya nikmati saja. Zuri pikir begitu. Tidak ada yang dirugikan, semua setimpal.âBagaimana hubunganmu dengan Jaxon Holt?â tanya Axel tiba-tiba.Zuri tersentak. Ia pikir Axel menikmati saat menghancurkan harga diri Jaxon dulu, mungkin masih teringat tindakan heroiknya itu saat di kafe pertama kali mereka bertemu.âSeperti yang kau lihat. Sekarang kami asing satu sama lain,â jawab Zuri. Dari balik punggung Axel,