Share

Cerita Masa Lalu

Namira terus menundukan kepala karena tatapan Rivan begitu tajam terhunus padanya saat sedang bicara memimpin briefing.

Namira menjadi yang pertama keluar dari lingkaran saat Rivan mengakhiri briefing.

“Namira! Buatkan saya kopi,” kata Rivan memerintah membuat Namira tidak jadi menghempaskan bokongnya di kursi.

“Baik, Pak.”

Namira tahu kalau dia sedang mendapat pelampiasan kekesalan Rivan karena tidak berhasil melecehkannya kemarin malam.

“Silahkan kopinya, Pak …,” kata Namira seraya menyimpan cangkir kopi di meja Rivan.

“Fotocopy berkas ini masing-masing lima lembar.” Rivan memberikan perintah selanjutnya.

“Baik, Pak …,” kata Namira tanpa membantah yang penting dia selamat dari tindak pelecehan yang dilakukan Rivan.

Namira rela meski harus melakukan tugas OB.

Keempat orang lainnya dalam tim Desain Interior diam-diam menatap Rivan dengan ekspresi heran karena tidak biasanya Rivan memerintah hal remeh kepada anggota di Divisi sebab setiap Divisi memiliki OB yang bisa dimintai tolong untuk melakukan hal-hal tersebut.

Pekerjaan Namira ter-pending karena harus melakukan perintah Rivan.

Dia berlari saat kembali ke ruangannya lalu menyerahkan berkas yang sudah difotocopy kepada Rivan.

Namira akhirnya bisa melakukan pekerjaan yang seharusnya.

Satu jam kemudian Rivan bangkit dari kursi kebesarannya.

“Ta, ikut saya ke proyek!”

“Tapi Pak, desain untuk Coffeshop punya pak Rudi harus selesai hari … lagi saya kerjain,” kata Shinta meminta pengertian.

“Kasih sama Namira, kamu ikut saya sekarang.” Tanpa tedeng aling-aling Rivan memberikan instruksi demikian.

Shinta menoleh pada Namira, dia tidak yakin kalau Namira bisa menyelesaikan Desain tersebut hari ini mengingat dia adalah karyawan baru freshgraduate yang belum memiliki pengalaman dan pekerjaannya pun pasti masih beradaptasi.

Pasalnya nama Shinta yang akan tercantum pada Desain tersebut.

Tapi Shinta juga tidak bisa membantah perintah Rivan.

Dengan berat hati Shinta akhirnya mengirim seluruh file desain tersebut ke komputer Namira untuk dikerjakan.

“Telepon gue kalau lo enggak ngerti,” kata Shinta ketus sambil berlalu.

Namira menatap nanar komputernya, pekerjaannya saja belum selesai—sekarang dia sudah dibebankan pekerjaan baru yang merupakan pekerjaan orang lain.

Jika dia mengerjakannya dengan hasil memuaskan, bukan Namira yang mendapat penilaian baik melainkan Shinta.

Meski begitu Namira menyelesaikan pekerjaan Shinta dengan sepenuh hati.

Sang bunda pernah berkata, kalau Namira berbuat baik kepada manusia maka Tuhan akan menggantinya dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Jadi Namira sangat tekun melakukan pekerjaan Shinta.

“Mir, ayo makan siang!” Mala dan Dimas berdiri di depan mejanya.

“Duluan aja, aku belum selesai.”

Mala dan Dimas menatap iba.

“Mau aku bawain makan siangnya? Nanti kamu makan di pantry,” cetus Dimas mendapat anggukan kepala antusias dari Namira.

“Makasih ya, Dim!”

Namira kembali melanjutkan pekerjaan sepeninggalan Mala dan Dimas.

Sampai Mala dan Dimas kembali membawa jatah makan siang miliknya, Namira belum juga beranjak dari kursi.

Dia mendapat teror telepon dari Shinta yang meminta agar mengirim file pekerjaan tersebut kepadanya lebih dulu untuk dicek dan dikoreksi sebelum dikirimkan kepada klien.

Jam tiga sore tepatnya Namira baru bisa menyelesaikan pekerjaan Shinta dan dia mulai dengan pekerjaannya yang sebenarnya.

Semampunya Namira menyelesaikan pekerjaan tersebut sebelum teman-temannya yang lain pulang.

Dia tidak boleh berada di sini malam-malam agar kejadian kemarin tidak terulang.

Semestinya dia memberikan laporan pekerjaan hari ini kepada Rivan tapi kalau dia memberikan laporan dari pekerjaannya yang belum selesai maka Rivan akan memintanya menyelesaikan pekerjaan meski harus lembur jadi Namira memilih pulang tanpa memberikan laporan apa-apa.

Dia akan melanjutkannya di rumah menggunakan laptop inventaris kantor yang boleh dibawa pulang.

Akhirnya sebelum malam, Namira bisa sampai di rumah.

Ayah tersenyum saat melihat Namira pulang dibalas senyum manis oleh Namira.

“Ayah … mau pipis atau pup, enggak?”

Ayah menggelengkan kepala sebagai jawaban.

“Mira mandi dulu terus masak makan malam buat kita ya.”

Namira mengecup kepala ayah sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar

Dalam hati ayah Altezza merasa bangga melihat putrinya tumbuh besar menjadi wanita tangguh dan mandiri.

Kemeja tangan panjang yang dimasukan ke dalam rok span membuat Namira seperti wanita dewasa dan mirip dengan seorang wanita di masa lalunya.

Lepas maghrib, ayah dan anak itu makan malam bersama.

“Kamu udah jago masaknya, kaya bunda.” Ayah memuji, matanya tampak menampung buliran kristal.

“Ayaaaah ….” Namira mengusap lengan ayah.

Ayah pernah bercerita kalau beliau menyesal karena tidak pernah mencintai bunda selama lima belas tahun pernikahan mereka.

Setelah bunda meninggal, ayah baru sadar betapa besar cinta bunda padanya dan justru sekarang ayah merasa sangat mencintai bunda karena sakit kehilangannya masih bersarang di hati tidak bisa hilang.

Namira mengerti, kakek dan nenek pernah bilang kalau dulu ayah dan bunda menikah karena dijodohkan.

“Ayah mau minum? Minum dulu ya biar enggak tersedak.” Namira mengalihkan pembicaraan.

Dan setelah ayah minum sedikit, mereka melanjutkan makan malam dengan topik pembicaraan lain.

Setelah makan malam, Ayah kembali ke ruang televisi yang bersatu dengan ruang tamu sedangkan Namira membereskan meja makan dan mencuci piring.

Namira masih memiliki pekerjaan kantor yang belum selesai jadi dia harus mengerjakannya sekarang agar besok pagi ketika Rivan menagih hasil pekerjaannya, dia siap dengan pekerjaan yang sudah selesai.

Lampu ruang televisi yang paling terang di dalam rumah jadi Namira menyelesaikan pekerjaannya di sana.

Duduk bersila di lantai berkarpet dengan laptop dan banyak berkas berserakan di atas meja.

Ayah yang duduk di kursi roda mengulurkan tangan meraih satu berkas dari atas meja karena penasaran dengan pekerjaan sang putri.

Namira tahu tapi dia membiarkannya karena terkadang ayahnya memang suka kepo.

“Mir …,” panggil ayah yang napasnya mulai memburu membuat Namira menoleh.

“Ayah kenapa?” Namira bangkit dari lantai, raut wajahnya tampak cemas.

“Kamu bekerja di perusahaan ini?” Ayah bertanya dengan mata membulat menatap nyalang Namira.

“Iya,” kata Namira bingung.

“Kamu harus resign sekarang juga … cari pekerjaan lain!”

“Kenapa?” tanya Namira butuh penjelasan.

“Pokoknya sekarang juga kamu keluar dari perusahaan itu!” Intonasi ayah meninggi.

“Enggak mudah cari pekerjaan, Yah! Sedangkan kita butuh uang … tabungan kita udah menipis.”

Ayah menggelengkan kepalanya bersam tubuhnya yang bergetar.

“Yah … tarik napas, Yah … Ayah tenang dulu … kasih tahu Mira kenapa Mira enggak boleh kerja di perusahaan ini? Mira mendapat pekerjaan bagus di sana, Yah … Mira mengalahkan ratusan pelamar untuk mendapatkan pekerjaan ini.” Namira berlutut di depan ayah, memohon pengertiannya.

Ayah menarik napas kemudian mengembuskannya perlahan sebelum akhirnya mulai bercerita.

“Dulu Ayah adalah seorang pria brengsek, Mir … Ayah punya tunangan cantik dan baik tapi Ayah malah selingkuh dengan istri orang ….” Ayah menjeda karena pegal, bibirnya belum bisa bicara normal.

“Tanpa kami ketahui kalau ternyata pasangan kami sudah mengetahui perselingkuhan kami dan diam-diam mereka juga menjalin hubungan … Ayah tidak terima, Ayah egois … Ayah brengsek ….” Ayah mulai menangis.

“Jadi Ayah memperkosa tunangan Ayah dan menjadikannya budak sex ….” Ayah terisak lantas meraung memberitahu Namira kalau ayah begitu menyesali perbuatannya tersebut.

Namira juga menitikan air mata, antara kecewa dan sedih mendengar pengakuan dosa ayah di masa lalu.

“Tapi kami tidak jadi menikah karena apa yang Ayah lakukan kepada tunangan Ayah terbongkar dan calon mertua Ayah melaporkan ayah ke Kepolisian ….” Ayah Altezza melanjutkan kalimatnya.

“Ayah menyesal, Mir … Ayah menyesal melakukan itu … Ayah memang brengsek.” Ayah memukul-mukul kepalanya.

“Ayaaaah.” Namira menahan tangan Ayah sambil berlinang air mata.

“Udah Yah, udaaah ….”

“Itu kenapa Ayah sulit mencintai bunda kamu karena Ayah dirundung penyesalan yang mendalam meski ayah tahu dia sudah bahagia bersama suami dari perempuan selingkuhan ayah ….” Ayah menjeda lagi, beliau menatap wajah Namira yang kelihatan kebingungan.

“Tunangan Ayah namanya Venus … dan Ayah selingkuh dengan perempuan bernama Wulan yang berstatus istri dari Archio … setelah Ayah batal menikah dengan Venus, Archio menceraikan Wulan lalu menikah dengan Venus … Ayah sendiri enggak tahu percis bagaimana pertemuan Archio dengan Venus ….” Ayah menjeda lagi dan kali ini raut wajah sang putri tidak sebingung tadi.

“Ayah menduga kalau Reyshaka Khalis Byantara adalah anak dari Archio dan Venus.”

Sekarang mata Venus melotot, dia terkejut bukan main sampai jantungnya berdetak kencang.

Namira sampai terduduk termenung di lantai.

“Ayah tahu kalau Archio memiliki perusahaan konsultan Arsitek dan Kontraktor yang sukses di Surabaya lalu beberapa tahun kemudian dia ekspansi sampai ke Jakarta bahkan kantor tempat Ayah bekerja dulu dibangun oleh Mars Byantara Group.”

Namira sekarang tahu kenapa Ayah bereaksi berlebihan saat mengetahui dirinya bekerja di Mars Byantara Group.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status