Share

Karma

“Ayah, Mira sudah pikirkan baik-baik tentang permintaan Ayah ….” Namira menghentikan kalimatnya untuk membuang napas berat.

“Mira belum tentu dapet kerjaan baru dengan waktu singkat, pekerjaan ini adalah mukjizat dari Tuhan, Yah … jadi akan Mira pertahankan, tapi Ayah jangan khawatir … hanya bagian HRD yang tahu kalau Mira anaknya Altezza Rizky Putra dan mereka juga enggak mengenal Ayah … dan Yah, sepertinya pak Rey juga enggak tahu tentang cerita kelam ibunya karena Mira diwawancara langsung sama pak Rey, dia baca CV Mira dan enggak mempertanyakan tentang kehidupan Mira ….”

Mira menggenggam tangan Ayah yang berhenti menyuapkan sendok ke mulut karena mendengar penjelasannya.

“Percaya sama Mira, Yah … Mira akan baik-baik aja bekerja di sana atau minimal Mira bekerja sampai mendapat pengalaman yang cukup untuk bekerja di perusahaan yang lain.”

Namira mengeratkan genggaman tangannya.

“Kita butuh uang untuk hidup, Yah … untuk berobat Ayah juga.” Namira memohon pengertian Ayah lagi.

Tapi sampai mereka selesai sarapan pagi, Ayah sepertinya tidak setuju dengan Namira.

Namira pergi ke kantor tanpa senyum dari Ayah membuatnya mengawali hari dengan gundah.

Sesampainya di kantor, suasana begitu hectic.

Namira tahu kalau ada klien besar yang akan datang guna menyaksikan presentasi dari salah satu tim di perusahaan mereka untuk mendapatkan sebuah tender yang bernilai tinggi dan jangka panjang.

Tapi kebetulan Namira belum menjadi tim dalam proyek tersebut jadi dia bisa santai mengerjakan pekerjaannya.

Rivan juga tidak sempat menagih hasil kerjaan Namira kemarin karena sekarang pria itu sudah berada di ruang meeting, sibuk mengecek kembali desain untuk dipresentasikan.

Seharian ini Namira bisa terhindar dari perintah hukuman yang selalu diberikan Rivan untuk membuat hidupnya seperti di Neraka sehingga dia bisa tenang mengerjakan pekerjaan selanjutnya.

Namun ketenangan itu tidak berlangsung lama, sore hari saat Namira dan karyawan yang lain hendak pulang—Rivan kembali menghukumnya.

“Mir, buat hasil koreksian meeting tadi … kamu lembur hari ini dan kerjakan sekarang … sebelum tengah malam harus sudah selesai ya!” titah Rivan tanpa perasaan.

Pria itu lantas pergi begitu saja bersama kedua pria lain yang merupakan petinggi di kantor ini.

“Gila lo!”

Namira masih bisa mendengar Surya dan Doni mengumpati Rivan.

Mereka saja menganggap tugas itu sangat keterlaluan.

“Sabar ya, Mir.” Mala mengusap pundak Namira.

Dimas menatap iba pada teman satu timnya itu tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Sesungguhnya mereka juga bingung kenapa bosnya senang sekali membuat Namira menderita.

Shinta dan Dina melengos melewati mereka begitu saja tanpa basa-basi.

“Enggak apa-apa, kalian pulang aja!” Namira memberikan senyumnya agar dua teman baru yang baik hati itu tidak khawatir.

Dengan berat hati Malamdan Dimas meninggalkan Namira sendirian di sana.

Mau tidak mau Namira mengerjakan perintah Rivan, tidak bisa cheating seperti kemarin karena Rivan sudah menyuruhnya lembur.

***

Hari ini Reyshaka Khalis Byantara akan presentasi dihadapan seorang klien besar untuk memenangkan sebuah tender.

“Pagi, Pak.” Raina-sekertaris menyapa dari depan pintu lift.

“Pagi.” Reyshaka menyahut singkat.

“Ruang rapat sudah siap, Pak … kita tinggal menunggu klien.”

Reyshaka menganggukan kepala sebagai tanggapan, dia masuk ke dalam lift bersama Raina kemudian keluar di lantai di mana ruang rapat berada.

Seorang pria menyambutnya. “Pagi, Pak Rey …,” sapa Doni-salah satu sahabat sekaligus tangan kanannya di perusahaan.

“Pagi Pak Doni, semua sudah siap?” Reyshaka memastikan sembari melangkah beriringan menuju ruang rapat.

“Sudah siap, Pak.” Doni menyahut.

Mereka sampai di ruang rapat.

Dua sahabat Reyshaka yang juga bekerja untuknya yaitu Rivan dan Surya sedang fokus mengecek kembali bahan presentasi yang mereka buat bersama beberapa minggu terakhir.

“Pak Rey.” Rivan dan Surya bangkit dari kursi sebagai bentuk rasa hormat meski mereka berdua juga adalah sahabat Reyshaka semenjak menempuh perguruan tinggi.

Jadi mereka sepakat akan memperlakukan Reyshaka layaknya bos di depan para karyawan di lingkungan kantor untuk memberikan contoh baik kepada seluruh karyawan dan saat ini bukan hanya ada mereka saja di ruangan meeting tapi ada tim support juga yang sedang mengecek segala peralatan presentasi.

Mereka beruntung memiliki sahabat yang ayahnya adalah pemilik perusahaan konsultan Arsitektur dan Kontraktor sehingga lulus kuliah bisa langsung mendapat pekerjaan dengan posisi bagus dan gaji besar.

“Pak Rivan… Pak Surya.” Reyshaka balas menyapa.

Selanjutnya mereka melakukan diskusi kembali sampai rombongan klien datang dan mereka berempat beserta Raina sang sekertaris menunggu di depan lift.

Rombongan klien yang terdiri dari pimpinan perusahaan beserta jajarannya itu disambut langsung oleh Reyshaka.

Perusahaan menyiapkan coffe Break sebelum presentasi dimulai.

Reyshaka dan sang klien terlibat perbincangan ringan di mana sebenarnya Reyshaka sedang mencari tahu bagaimana Karakter dan hobby sang klien.

Waktu yang ditentukan untuk presentasi pun tiba, mereka duduk di kursi yang telah disediakan.

Semestinya Doni yang presentasi hari ini tapi dia tidak memiliki percaya diri tinggi dan selalu gugup bila menghadapi banyak orang.

Berhubung tender ini bernilai sangat besar jadi Reyshaka yang mengambil alih.

Reyshaka memiliki kharisma seorang Byantara, mendiang sang kakek yang dulunya seorang pengusaha pun selalu bisa memukau banyak orang ketika bicara, kemudian turun kepada sang ayah yang mampu membuat perusahaannya berkembang hingga ke Jakarta lalu menurun lagi kepada Reyshaka.

Ditunjang dengan paras tampan dan tubuh atletis juga kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki membuat Reyshaka pun mendapat tepuk tangan yang meriah diakhir presentasinya.

Semua menerima informasi yang disampaikan Reyshaka dengan jelas tanpa ada satu pun pertanyaan dari klien saat itu.

Meeting jeda sebentar, memberi waktu kepada klien untuk berdiskusi sambil menunggu makan siang.

“Hebat, Bro! Gue yakin kita yang menang tender, kata Doni terdengar bangga.

Mereka berempat sedang berada di ruangan Reyshaka.

Rivan dan Surya menganggukan kepalanya setuju.

Waktu makan siang pun tiba, pihak Reyshaka telah menyediakan prasmanan di ruangan sebelah ruang rapat dan kini mereka menempati ruangan tersebut.

“Gedung ini siapa Arsiteknya? Apakah ayah Anda?” Sang klien bertanya.

“Saya yang menggambar seluruh desain eksterior dan interiornya sewaktu saya masih kuliah dan ayah yang membangunnya untuk menjadi gedung perusahaan kami karena sebelumnya gedung kantor kami masih menyewa.” Reyshaka menjawab apa adanya, si klien mengangguk-anggukan kepala mengerti.

“Pak Rio punya motor Harley Davidson Road Glide ya?” Reyshaka bertanya terdengar iseng tapi memiliki maksud terselubung.

“Iya … kok tahu?” Beliau balas bertanya dengan senyum lebar karena senang ada yang mengetahui hobbynya.

Reyshaka balas tersenyum menanggapi, saat coffe Break tadi kliennya itu tidak sengaja menyinggung tentang motor besar jadi dia mencari tahu ke akun sosial media beliau dan mengetahui kalau kliennya memiliki hobby touring menggunakan motor besar.

“Pak Rio punya warna apa? Saya punya warna biru.” Reyshaka bertanya lagi untuk memberitahu kalau mereka memiliki hobby yang sama.

“Saya punya warna hitam, kamu suka motor besar juga?” Pak Rio sekarang lebih santai.

“Iya, Pak ….” Padahal yang ada di rumah adalah motor besar milik ayahnya yang sudah jarang digunakan.

Reyshaka hanya ingin mendapat poin lebih dari penilaian sang klien karena bisa jadi dari segi presentasi—perusahaan lain juga sama hebatnya.

“Pak … sebaiknya rapat kita lanjutkan sekarang karena Bapak masih harus memimpin rapat nanti sore.” Sekertaris Pak Rio datang menghampiri mereka.

Dan karenanya, rapat tersebut dilanjutkan dengan keputusan kalau perusahaan Reyshaka lah yang memenangkan tender.

Kebetula Mars Byantara Group merupakan perusahaan terakhir yang rombongan klien itu datangi.

Reyshaka langsung memberitahu ayah dan seluruh keluarga tentang kabar baik ini, mereka berhak tahu pencapaiannya.

“Selamat Pak Rey.” Rivan yang duluan memberikan selamat dengan berjabat tangan dan memberikan pelukan mascullin diikuti kedua sahabatnya yang lain.

“Selamat ya, Pak!” kata Raina dengan suara lembut.

“Thanks ya, Na.” Untuk Raina—Reyshaka menyahut membuat para sahabatnya merotasi bola mata jengah.

Dan malam harinya, keempat sekawan itu merayakan kemenangan mereka di apartemen Surya dengan menonton bola ditemani beberapa minuman beralkohol.

“Minum Rey!” Doni menuang segelas minuman pekat dengan alkohol tinggi itu ke gelas Reyshaka.

“Enggak ah, gue nyetir sendiri nanti pulang.” Reyshaka sempat menolak.

“Elaaaah, nginep aja di sini … besok hari Sabtu juga.”

Berkat bujukan para sahabatnya serta hati yang tengah berbahagia karena memenangkan lagi sebuah tender—Reyshaka akhirnya mengalah dengan menenggak habis satu gelas minuman beralkohol tersebut.

“Eh … lo tahu anak baru yang namanya Namira?” celetuk Doni bertanya sembari menuang minuman ke gelasnya.

“Yang tadi disuruh lembur sama si Rivan?” Surya menyahut dengan pertanyaan.

“Anak baru mana?” Reyshaka mengkerutkan keningnya selain karena bingung juga pening mulai mendera.

“Yang baru masuk kerja minggu kemarin, ‘kan elo langsung yang interview dia.” Rivan yang menjawab.

“Lupa gue.” Karena memang ada banyak yang dia interview dan hanya tiga orang yang diterima sebagai pegawai baru untuk menangani desain interior.

“Yang cantik, bohay … tapi sok jual mahal, masa enggak mau gue ajak nananina.” Rivan bersungut-sungut.

“Pantesan lo nyuruh dia lembur.” Surya mengakhirinya dengan tawa yang diikuti Doni dan seulas senyum bersama gelengan kepala samar dari Reyshaka.

“Telepon dia donk, suruh ke sini! Kita kerjain.” Doni memberi ide.

“Iya … iya buruan!” Surya mengompori membuat Rivan mengeluarkan ponselnya.

Reyshaka bangkit dari sofa di living room. “Jangan macem-macem, kasian anak orang!” Reyshaka memberi peringatan lantas pergi menuju salah satu kamar, berjalan sempoyongan.

Dia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang kemudian tidak sadarkan diri.

Hari ini sungguh sangat melelahkan pikiran juga tubuhnya dan sepertinya minuman beralkohol ini bisa membantunya untuk istirahat.

Reyshaka tidak tahu lagi apa yang dilakukan ketiga sahabatnya malam itu, dia bangun keesokan harinya dengan kepala luar biasa pening.

Sembari memegang kepalanya Reyshaka duduk di tengah-tengah ranjang.

Di luar sudah terang benderang, sinar Matahari menembus masuk ke dalam kamar itu membuat seluruh ruangan bermandikan cahaya.

Tatapan Reyshaka turun melihat tubuhnya yang masih menggunakan pakaian yang kemarin dia kenakan, dia lantas turun dari atas tempat tidur bermaksud pergi ke pantry untuk membuat susu hangat.

Reyshaka sering ke apartemen Surya bahkan menginap beberapa kali di sini kalau mereka sedang mendapat suatu project atau mendapat kesempatan presentasi dari klien besar seperti kemarin jadi apartemen Surya sudah seperti apartemennya sendiri.

Dia refleks menoleh ke belakang saat mendengar suara isakan tangis seorang perempuan tapi kemudian susu di dalam panci kecil yang sedang dia hangatkan mengeluarkan bunyi mendidih.

Reyshaka berpikir kalau dia mungkin salah dengar.

Setelah menghabiskan susu untuk menetralkan alkohol di dalam tubuhnya—Reyshaka hendak pergi ke kamar mandi guna membasuh wajah karena dia akan pulang namun langkahnya terpaksa berhenti saat melewati salah satu pintu kamar di mana dia mendengar suara isak tangis cukup jelas dari sana.

Kening Reyshaka mengkerut dalam dengan rasa penasaran tinggi dia mendorong pintu yang sudah dalam keadaan sedikit terbuka.

Matanya langsung terbelalak saat mendapati seorang perempuan setengah bugil dengan mulut di ikat dan kedua tangan juga kaki diikat menggunakan dasi.

Perempuan itu duduk menekukan kaki di sudut kamar sementara Rivan dan Surya terkapar di atas ranjang dan Doni di sofa dalam keadaan tanpa menggunakan celana.

Sekilas saja Reyshaka tahu apa yang para sahabatnya itu telah lakukan.

Reyshaka langsung menderapkan langkah sembari menarik selimut untuk menutupi tubuh perempuan itu.

Yang bersangkutan sempat terkejut dan ketakutan, mungkin menganggap Reyshaka sama dengan ketiga pria brengsek yang telah membuatnya menjadi seperti ini tapi yang Reyshaka lakukan malah membukakan kain di mulut dan di kedua kaki tangannya.

Reyshaka menarik selimut yang sudah dibalut ke tubuh perempuan itu hingga menutupi dadanya yang terbuka.

“Kamu siapa?” Reyshaka bertanya dengan sorot mata tajam dan alis mengeriting.

Demi Tuhan, dia mengutuk perbuatan ketiga sahabatnya karena Reyshaka memiliki dua adik perempuan yang sangat dia sayangi dan akan membunuh siapapun yang membuat adiknya seperti ini.

“Sa-saya … Namira, Pak … sa-saya kerja di kantor Ba-Pak.” Namira terbata dengan tubuh bergetar.

Reyshaka menatap Namira lekat, mengingat kejadian sebelum masuk ke dalam kamar.

Dia pikir ketiga sahabatnya hanya melontarkan lelucon saat mengatakan ingin mengerjai Namira, tidak dia sangka mereka menjadikan nyata ucapan tersebut.

Rambut Namira berantakan, riasan di wajahnya meleber karena tangis dan keringat.

Bibir dan wajah Namira juga pucat, gadis yang Reyshaka yakini sudah tidak gadis itu—karena kebejatan para sahabatnya—tampak mengenaskan.

Rahang Reyshaka mengetat, tangannya terkepal kemudian berteriak membangunkan ketiga sahabatnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status