Share

Mencari Namira

Satu hari penuh selama di kantor, ketiga sahabatnya seolah menghindar dari Reyshaka padahal semestinya mereka meminta maaf dan memberitahu langkah apa yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah ini karena mereka belum tahu kalau Namira tidak akan melaporkan kejadian mengerikan itu ke pihak Kepolisian.

Dan hingga waktunya jam pulang kerja, Reyshaka tidak juga melihat batang hidung ketiga sahabatnya.

Sesampainya di rumah, Reyshaka bertemu bunda dan kedua adiknya, dia ingat kembali kepada Namira.

Apakah Namira tadi masuk kerja?

Reyshaka lupa melirik ke ruangan divisi desain interior saat bolak-balik ke lift seharian ini.

Keesokan harinya Doni mendatangi ruangan kerja Reyshaka, dia menunduk seolah segan menatap wajah sahabat tapi bosnya itu.

“Gue mau diskusi tentang klien kita yang mau buat cluster perumahan baru,” kata Doni dengan suara pelan.

“Oke.” Reyshaka menegakan punggungnya dengan kedua tangan dia simpan di atas meja, menunggu Doni menjelaskan sebuah konsep.

“Sebelumnya gue mau minta maaf, Rey … gue mabok kemarin tuh dan memang si Namira selain cantik … bodynya juga bagus … gilaaaa seksi banget lah dia, apalagi dia masih perawan … jadi sewaktu gue masukin sehabis si Rivan merawanin dia—masih kerasa sempit Re—“ Kalimat Doni terjeda karena Reyshaka menyiram wajahnya dengan kopi yang sudah mendingin di atas meja.

Wajah dan kemeja Doni basah kuyup berubah jadi berwarna hitam.

Mata Doni menatap nyalang kemudian meredup saat melihat tatapan Reyshaka yang begitu tajam membuat Doni gentar.

Dia mengusap wajahnya yang basah berkali-kali lalu menarik tissue untuk mengeringkannya.

“Lo gila apa? Lo enggak mikir gimana kalau kakak perempuan lo atau nyokap lo yang dilecehkan seperti itu?” Reyshaka menyinggung dua wanita dalam hidup Doni membuatnya kembali menundukan pandangan.

“Lo harus tanggung jawab, salah satu di antara kalian harus nikahin Namira dengan catatan dia harus bahagia jangan asal nikahin aja! Atau kalian harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian di penjara sesuai dengan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual.”

Doni sontak mengangkat pandangan mendengar ancaman Reyshaka. “Enggak mungkin, Rey!” Doni mengesah.

“Yang mana yang enggak mungkin?” kejar Reyshaka dengan suara tinggi.

“Dua-duanya, mana mau gue nikahin cewek yang udah digilir dua sahabat gue … gue juga enggak mau masuk penjara,” kata Doni terlihat jijik.

“Memang brengsek lo semua!” Reyshaka tidak menahan-nahan mengumpati Doni.

Dan untuk masalah itu, Doni tidak bisa memberikan solusi.

Hari berganti hari, kesibukan Reyshaka dalam menangani proyek yang baru membuatnya harus bisa mengesampingkan terlebih dahulu kekecewaan kepada ketiga sahabatnya.

Perlahan Reyshaka melupakan Namira sampai akhirnya seorang klien meminta rancangan desain interior dan Rivan tidak bisa memenuhinya.

Sang klien baru saja menghubungi Reyshaka melalui sambungan telepon untuk menegurnya

Dan detik setelah sambungan telepon dengan klien terputus, Reyshaka langsung menderapkan langkah menuju ruangan divisi desain interior.

“Pak Rivan! Pak Roni tadi telepon … kita belum kirim desain interior yang dijanjikan selesai akhir minggu kemarin.” Suara Reyshaka terdengar tidak santai.

“Sebentar lagi, Pak … kita kekurangan orang.” Rivan masih memanggil Reyshaka dengan sebutan pak namun nada suaranya terdengar sinis.

Reyshaka menatap satu persatu karyawan di ruangan itu dan baru ingat kalau dia tidak menemukan Namira di sana.

“Ke mana satu orang lagi?” Reyshaka bertanya kepada salah satu bawahan Rivan.

“Namira udah sebulan enggak masuk kerja, Pak … mungkin resign,” kata seorang pria, bawahan Rivan.

Reyshaka tercenung sesaat, seingatnya kejadian yang menimpa Namira memang bulan lalu dan baru dia sadari kalau kejadian mengerikan itu sudah berlangsung selama sebulan dan ketiga sahabatnya masih belum memberi Pertanggungjawaban apapun seolah lupa dengan apa yang mereka lakukan.

Dia lantas menderapkan langkahnya cepat ke bagian HRD tanpa memberikan sepatah katapun dan percuma juga bertanya kepada Rivan tentang Namira.

“Pak Rey,” sapa Angela-Manager HRD.

“Bu Angel, kemarin saya menerima banyak karyawan untuk bagian desain interior tapi kenapa bagian desain interior masih saja kekurangan orang?” Sekarang nada suara Reyshaka tidak ngegas seperti tadi.

“Oh itu, Pak … salah satu karyawan yang baru masuk seminggu namanya Namira sudah enggak masuk kerja lagi … saya hubungi ponselnya juga enggak aktif … saya mau cari penggantinya tapi tanggung, nunggu lowongan dari divisi lain biar sekalian tesnya.” Angela memberikan alasan.

“Sudah datang dan cari tahu ke rumahnya?”

Angela mengerjapkan matanya, dia menggelengkan kepala pelan.

“Mana CV punya Namira?”

Angela langsung mencari berkas milik Namira dan memberikannya kepada Reyshaka yang lantas pergi sembari membaca CV milik Namira.

Sepulang kerja Reyshaka mengemudikan kendaraannya ke tempat dia pernah mengantar Namira, penasaran apa yang terjadi kepada Namira karena benaknya mulai berprasangka buruk tentang Namira yang mungkin saja mengakhiri hidupnya karena kejadian kemarin.

Reyshaka memarkirkan mobilnya di sebuah lahan parkir luas.

Dia turun dan berjalan ke arah gang yang dituju Namira sewaktu dia mengantarnya tempo hari.

“Katanya rumahnya di ujung gang dekat pemakaman umum.” Reyshaka berujar di dalam hati mengingat ucapan Namira yang terakhir kali.

Tapi setelah jauh berjalan, dia tidak menemukan pemakaman umum.

“Pak … mau tanya, rumah Namira di mana ya?” Khalis bertanya kepada seorang pria yang memakai sarung seperti hendak pergi ke Masjid.

“Namira yang mana ya? Alamatnya di mana?” Pria itu malah balik bertanya.

“Namira anaknya pak Altezza Rizki Putra.” Reyshaka memperjelas.

“Toloooong … tolong anak saya … toloooong!”

Seruan minta tolong itu membuat si Bapak yang menggunakan sarung mengatup rahangnya yang sudah hendak terbuka untuk menjawab pertanyaan Reyshaka.

Dia dan Reyshaka langsung menoleh ke asal suara kemudian membelalakan mata.

“Astagfirullah, Pak Altezza … ada apa?” tanya pria tua itu memburu Altezza yang merangkak keluar dari halaman rumahnya.

Reyshaka jadi tahu kalau pria yang meminta tolong sambil merangkak menyeret tubuhnya itu adalah ayah dari Namira, dia pun bergegas mendekat.

“Mira … tolong Mira, Pak Sukiman.”

Ucapan Altezza tidak jelas, telunjuknya terarah ke dalam rumah membuat pandangan Reyshaka dan pak Sukiman terarah ke sana.

“Bapak bantu pak Altezza, saya akan cek kondisi Namira.” Reyshaka memberikan instruksi, dia lantas bangkit dan berlari masuk ke dalam rumah setelah pak Sukiman menganggukan kepala.

Di dalam rumah itu, Reyshaka bingung harus pergi ke mana mencari Namira.

Dia mendapati dua pintu dan masuk ke salah satunya.

“Namira!” Reyshaka bergumam dengan raut terkejut mendapati Namira tergeletak di atas ranjang bersimbah darah yang berasal dari pergelangan tangannya.

Apa yang dia khawatirkan terjadi.

Tanpa pikir panjang, Reyshaka menggendong Namira.

Dia berpapasan dengan Altezza dan pak Sukiman di ambang pintu.

“Saya akan bawa Namira ke rumah sakit,” kata Reyshaka memberi tahu.

“Iya, kami akan menyusul sebentar lagi,” kata pak Sukiman sembari memapah Altezza ke dalam rumah.

“Miraaaaa ….” Altezza menangis memanggil nama anaknya yang sudah dibawa pergi oleh pria yang tidak dia kenal.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mifta Nur Auliya
ceritanya kok sadis banget,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status