Mata Zayn bersinar kegirangan, namun dia tetap berkata sambil berpura-pura menangis. "P-paman, aku akan keluar, tapi jangan pukul aku ya?" suaranya bergetar seakan-akan dia ketakutan. "Anggap saja kamu sedang dipipisi oleh anakmu sendiri. Aku benar-benar tidak sengaja. Juga jangan beritahu Mama, ya? Dia akan menghajarku!" Zayn terus berkata sambil mengeluarkan nada tangis pura-puranya itu.
Angkasa kembali terdiam membeku dan menghentikan apa yang sedang dilakukannya. 'A-anak sendiri?''Jika Tasya tidak meninggal, mungkin anakku juga sebesar ini sekarang?' Angkasa menatap pantulan dirinya sendiri di cermin.Pria itu tidak pernah terlihat begitu menyedihkan, rambutnya basah dan menempel di dahinya, kedua matanya yang menekuk ke atas memancarkan kemarahan.'Mata bocah itu ….' Mendadak Angkasa sadar bahwa anak itu juga memiliki sepasang lipatan mata yang sama persis dengan miliknya.Pantas saja, dia merasa anak itu tidak asing, ternyata karena kedua matanya. Di seluruh Bandung, orang yang punya mata seperti ini tidak banyak, dan mungkin juga karena alasan itulah, dia menjadi sedikit lebih sabar dengan Zayn.Angkasa menghela nafas, lalu berkata dengan dingin. "Kejadian hari ini tidak boleh beritahu siapapun, termasuk Mamamu, paham? Dan jika lain kali kita bertemu, kamu juga tidak boleh bilang kalau mengenalku.""Oh, aku mengerti! Aku janji tidak bilang!" Zayn buru-buru menjawab dengan sedikit tegang.Sekali lagi dia memandang bilik itu dengan jengkel, lalu meninggalkan toilet sambil menggerutu. 'Sialan, hari ini aku benar-benar sial!'"Tuan Angkasa, ada apa?" Terdengar suara asistennya yang terkejut, namun Angkasa malah melangkah kakinya dengan besar dan meninggalkan tempat itu.Begitu merasa di luar tidak ada suara lagi, Zayn melihat ke arah Angkasa pergi, sudut bibirnya mengembang. Tangannya yang kecil langsung meraba kamera di bagian bawah wastafel, lalu memasukkan kamera itu ke dalam kantongnya, mencuci tangan, dan barulah dia keluar dari toilet.Tasya sudah sejak tadi menunggu di luar toilet, namun Zayn tak kunjung muncul, dia sedikit merasa khawatir. Ketika dia ingin meminta seseorang untuk membantunya melihat ke dalam, dilihatnya Angkasa yang keluar dari toilet itu dengan marah dan rambut terlihat acak-acakan.Angkasa adalah seorang pria yang sangat memperhatikan penampilan, untuk hal ini Tasya sangat tahu, namun saat ini ketika melihatnya begitu menyedihkan seperti itu membuatnya melongo. Tanpa sadar, dia bersembunyi, sebisa mungkin mengurangi keberadaan dirinya.Dia sudah kembali! Hutang mereka Enam tahun yang lalu pasti akan ditagihnya perlahan-lahan, tidak perlu buru-buru untuk saat ini.Setelah Angkasa berlalu sambil uring-uringan, barulah Zayn muncul dari dalam toilet."Zayn!" Tasya berteriak dengan sedikit kesal Zayn tahu apa yang dikhawatirkan Tasya, namun dia berpura-pura polos dan bertanya. "Ya, Mom? Aku hanya ke toilet, kenapa kamu begitu kesal? Oh ya, paman yang barusan tampan ya. How about you?"Matanya memandang ke arah Angkasa yang pergi menjauh, hati Tasya terhenyak."Untuk apa seorang anak lelaki sepertimu memperhatikan apakah pria lain tampan atau tidak? Ayo!" Tasya merunduk dan menggendong Zayn.Melihat Tasya yang sepertinya tidak berminat melanjutkan pembicaraan itu dengannya, sorot mata Zayn memancarkan sedikit kenyerian dalam hatinya. Bocah itu mengulurkan tangannya yang kecil itu untuk merangkul leher Tasya, lalu berkata dengan manja. "Aku ingin mencarikan seorang pria untuk Mama.""Hah? Are you crazy?!" Dengus Tasya dengan kesal. "Dasar bodoh! Kamu tidak perlu mengurusi urusan orang tua. Kepulangan kali ini aku sudah meminta Tante Adelia untuk mengurus sekolahmu. Kalau ada Tante Adelia yang mengawasimu, aku jadi lebih tenang."Tasya menggendong Zayn dan berjalan ke luar, tangannya sedikit gemetar. 'Apa yang dipikirkan anakku?! Mengapa barusan dia bisa berkata bahwa Angkasa tampan?'Meskipun mereka ayah dan anak yang memang terlihat kemiripan, tapi Tasya tetap khawatir karena Zayn langsung tertarik pada Angkasa meskipun pertama kali melihatnya. Ini adalah anaknya, dia telah memberikan nyawanya untuk melahirkan anak ini, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Angkasa! Dia tidak akan membiarkan Angkasa merebut anak ini dari sisinya.Mata Tasya menyiratkan kebulatan tekad, tapi dia tidak melihat sorot mata Zayn yang justru terlihat khawatir dan sakit hati.Meskipun dia masih kecil, namun setiap kali Mamanya terbangun dari mimpi buruknya, dia mengetahuinya. Lebih baik dia berpura-pura tidak tahu. Namun, sejak awal, dia telah menyusun rencana bagaimana membalaskan kesakitan Mamanya.Ibu dan anak itu keluar dari bandara dengan semakin tenggelam dalam pikirannya.Tasya menghentikan sebuah taksi, dia langsung membawa Zayn ke rumah Adelia.'Angkasa Wijaya …. Jangan pernah berharap untuk mengambilnya dariku! Aku akan membuatmu menyesal!'***'Sudah enam tahun, dia masih tetap tinggal di tempat yang sama, kuncinya juga masih diletakkan di tempat yang sama,' Tasya segera mengeluarkan kunci itu secepat kilat, dan membawa Zayn masuk.Ruangan itu memiliki 3 kamar tidur, tidak besar, namun ditata dengan hangat.Setelah Zayn melihatnya sekilas, dia bertanya pelan. "Mama, dimana kita akan tidur?"Mendengar pertanyaan anaknya, Tasya tersenyum hangat. "Kita akan tidur dikamar belakang."Bibir Tasya sedikit merekah, dia dan Adelia adalah teman sekampus, mereka juga sahabat karib. Ketika dia terus disiksa oleh ibu tirinya, Adelia selalu melindunginya, ini juga sudah menjadi rumahnya.Zayn mendorong kopernya dan membuka kamar Tasya. Disitu tergantung foto masa muda Tasya, namun Zayn tak mengenalinya. Sejak dia membuka matanya, sosok yang dilihatnya adalah Tasya yang sekarang, mata Tasya sedikit memerah. Wajah bulat yang tidak secantik saat ini, tampak begitu bahagia dan belia. Saat ini wajah itu sudah tidak ada lagi.Tasya mengulurkan tangan dan mengelus foto dirinya itu perlahan, hatinya begitu sedih.Zayn yang menyadari tindakan Tasya bertanya dengan tak mengerti. "Mama, siapa orang itu? Tante Adelia?""Bukan, ini adalah foto Mama dulu," suara Tasya mongering, namun dia berusaha tetap tenang.Perasaannya begitu tersakiti, namun dia tetap tidak membiarkan Zayn menyadarinya. Namun, Zayn adalah anak yang peka, dia dapat merasakan dengan jelas perubahan emosi Tasya.Tiba-tiba dia menggenggam tangan Tasya, "Mom, i'm hungry," sambil mengatakannya, Zayn mendorong Tasya keluar. "Go Mom, go!"Kesedihan Tasya dalam sekejap lenyap.Saat di pesawat, Zayn memang tidak banyak makan. Begitu sampai disini, Tasya mau tak mau melepas jaketnya dan menggulung lengan kemejanya. "Baik …. Baik, aku akan memasak untukmu, kamu bermain sendiri dulu ya, jangan membuat gaduh di rumah Tante Adelia, mengerti?""Ahh … kamu ini, aku sudah tahu, Mom!" Zayn memanyunkan mulutnya, lalu menyuruh Tasya keluar.Bocah itu menatap foto awal mula Tasya yang tergantung di dinding, segera mengeluarkan ponsel dan memotretnya, lalu dia membuka komputer di kamar itu. Dengan kepintaran yang dia miliki, dengan segera menaruh foto Tasya yang masih muda itu ke dalam, dan dengan segera berbagai informasi tentang Tasya bermunculan. Termasuk pernikahan Tasya dan Angkasa Sembilan tahun lalu.Bahkan, berita enam tahun lalu tentang Tasya yang mati terbakar karena diam-diam bertemu selingkuhan.Zayn semakin heran. 'Mama punya selingkuhan? Bagaimana mungkin!'Sejak lahir, dia sudah tahu di hati Mamanya hanya ada satu pria, yaitu Angkasa. Meskipun dia tidak mengatakannya, tapi Zayn dapat merasakan kebencian Mamanya. 'Pasti Paman itu telah melakukan sesuatu pada Mama!'Zayn segera mencari informasi tentang Angkasa. Sejak dia mendengar Tasya mengucapkan nama Angkasa dalam mimpinya, dia lalu menyelidiki orang bernama Angkasa ini. Latar belakangnya, kemampuannya, bahkan dia tahu jelas seluruh kehidupannya.Tiba-tiba, Zayn mendapati sebuah foto dimana Angkasa sedang menggendong seorang anak laki-laki. Anak itu sepertinya sama besar dengannya, parasnya sangat mirip dengan Angkasa, dan Angkasa menatap anak itu dengan tatapan yang begitu hangat dan lembut.'Siapa anak laki-laki itu?' Mata Zayn menyipit.Dengan segera, dia mencari tahu tentang anak itu, dan dia mendapati bahwa anak itu adalah cucu sulung dari keluarga Angkasa, David Wijaya.Zayn terdiam sejenak melihat komputer itu, matanya segera meredup. Yang diketahui olehnya adalah, Angkasa merupakan ayah kandungnya, dan dia mempunyai seorang anak laki-laki lain. 'Ini …. Apa maksudnya berita selingkuhan Mama? Tapi ….""Tuan Angkasa!" Ethan menerobos pintu kamar dengan terburu-buru. "Tuan, aku mendapatkannya!"Ethan berlari mendekati Angkasa sembari memberikan secarik kertas kepada Angkasa. Melihat kertas itu, raut wajah Angkasa berubah, dia terlihat sangat gembira dan berkata. "Bagus! Bagus sekali! Tapi, kenapa orang ini tidak menginginkan imbalan sama sekali? Siapa dia?!"Pertanyaan itu membuat Ethan tertegun, dia menarik nafas dalam-dalam kemudian berkata. "Aku tidak tahu, Tuan, pria itu tidak ingin memberikan identitasnya, dia hanya menelpon dan ingin memberikan ginjalnya kepada Putri, namun, siapakah Putri?""Nanti aku jelaskan, untuk sekarang jangan banyak bertanya!" Angkasa mengerutkan keningnya, dia terus berpikir namun tidak menemukan jawaban apapun. Kemudian dia berkata, "Apakah dia mau datang ke rumah sakit?"Ethan terkejut, dia tidak berani bertanya lebih banyak lagi dan berkata. "Ya, tapi dia tidak ingin bertemu denganmu, dia hanya berkata 'Jika menginginkan Putri selamat, jangan mencari
Melihat ibu dan putranya yang sama-sama menangis, membuat Ethan merasa sedih. Da melangkahkan kakinya dan berkata, "Nyonya, Tuan Muda, Tuan Angkasa telah memperhatikan kalian selama ini. Enam tahun yang lalu, saat tubuh Nyonya tidak ditemukan, Tuan Angkasa tidak mengizinkan siapa pun untuk membangun makam untuk Anda. Dia bersikeras mengatakan bahwa jika tubuh istrinya tidak ditemukan, itu berarti istrinya masih hidup. Selama enam tahun terakhir, Tuan Angkasa telah mengubah dirinya menjadi sebuah mesin yang bekerja tanpa henti seperti robot," Ethan menghela nafas panjang. "Tak ada kesedihan, kegembiraan, maupun kebahagiaan. Meskipun dia membawa Nona Angelina ke rumah Keluarga Wijaya, dia juga merawat dan memperhatikan Tuan Muda Kedua dan ibunya. Meskipun demi mengembalikan identitas dan perkembangan Tuan Muda Kedua, tapi Tuan Angkasa sama sekali tak ada perasaan khusus kepada Nona Angelina."Ethan terdiam beberapa saat, kemudian melanjutkan. "Tuan Angkasa bahkan tidak membiarkan Nona A
Tasya menepis keraguannya, kemudian mendengar rekaman itu.[Angkasa, kamu sungguh keji! Tasya, kamu brengsek! Apakah kamu tidak melihatku di matamu, selama wanita ini ada? Aku kembali enam tahun yang lalu untuk mendapat status sebagai Nyonya Wijaya?! Angkasa, apakah kamusungguh-sungguh tak tahu? Aku melahirkan David untuk bisa bersamamu. Tapi, mengapa hanya ada Tasya di hatimu? Itu kejadian enam tahun yang lalu, dan enam tahun kemudian juga masih seperti itu! Kamu yang memaksaku, Angkasa, kamu memaksaku!][Enam tahun lalu, aku menyuruh seseorang membakar Tasya hingga mati. Enam tahun kemudian, bahkan aku juga membuat hidup Tasya jauh lebih buruk!]Saat dia mendengar apa yang dikatakan Angelina, ekspresi wajahnya mendadak berubah. Ternyata kebakaran enam tahun lalu diatur oleh Angelina! Dengan kata lain, Angkasa benar-benar tidak tahu apa-apa pada saat itu.Apakah justru dia yang selalu menyalahkan Angkasa? Meskipun Tasya sudah mulai percaya kepada Angkasa, tapi ketika bukti sudah ada
Zayn rasanya ingin sekali menghajar Decky, tapi Ethan lebih cepat darinya. Saat Angkasa melangkah mundur, dia langsung meninju mata pria itu. Decky merasa kepalanya pusing. Ethan memelintir lengannya tepat di belakangnya dan mengambil alih kembali.Ethan menendang tempurung lutut Decky dan berkata dengan dingin, "Decky, siapa yang mengajarimu keahlian ini? Kamu sungguh tak tahu berterima kasih karena hari ini kamu berurusan dengan Tuan Angkasa. Apakah kamu tidak punya hati?"Decky tahu bahwa dia sudah kalah, dia tidak bisa berjuang lebih jauh lagi. Namun, dia berpikir, 'Apakah Kokom sudah membuangku saat ini?'Decky tidak tahu dan tidak berani bertanya, dia hanya berharap Kokom bisa melarikan diri dari dunia ini. Meskipun kemungkinannya sangat rendah, memiliki harapan masih lebih baik daripada tak punya harapan.Dimas yang berada di luar juga bergerak cepat. Dia sudah berurusan dengan tim di bagian depan dan segera berkumpul menuju ke tempat Angkasa berada."Angkasa, Zayn!" Tasya berl
Saat Kokom melihat Angkasa, mereka berdua bingung. Dia menarik Decky, kemudian berbalik dan pergi. Namun dia mendengar Angkasa berkata dengan nada dingin, "Kalian kira kalian bisa pergi ke mana? Salon ini dikepung oleh orang-orangku. Apa kalian yakin kalian bisa kabur?"Decky langsung menghentikan langkahnya saat itu juga. Sebenarnya, Angkasa bisa dianggap sebagai penyelamatnya. Dalam Keluarga Wijaya, selama ini Angkasa sangat baik kepadanya, tapi ... Decky menghentikan langkahnya dan memandang Angkasa.Dia merendahkan suaranya dan berkata, "Tuan Angkasa ... Kupikir Anda meninggal dalam kebakaran enam tahun yang lalu. Ternyata aku sangat naif. Anda melewati hidup Anda dengan baik saat ini. Tapi Tasya telah berubah karena kebakaran itu. Dapatkah Anda memberi tahu saya apa yang terjadi kemudian?"Wajah Angkasa berubah menjadi dingin, raut wajahnya tak sebaik sebelumnya.Decky tahu bahwa persahabatannya dengan Tuannya, Angkasa dan asisten rumah tangganya, telah memburuk sejak enam tahun
Decky buru-buru kembali. Saat dia melihat seseorang membuat keributan, dia merasa sedikit gugup. Namun, dia tak berani tinggal di situ dan segera berbaur dengan kerumunan orang yang berjalan ke arahnya.Sebelum Angelina keluar, Decky ditarik seseorang begitu dia melalui pintu."Siapa?" Decky sangat waspada."Ini aku, Kokom." Mata Kokom hanya dibalut secara sederhana, tapi luka itu masih terasa sakit.Melihat kondisi Kokom, Decky menjadi makin khawatir. "Bagaimana kamu bisa jadi seperti ini?""Bocah ingusan itu! Kami semua membenci anak itu. Decky, dengarkan aku. Zayn kabur. Meskipun aku tahu dia masih di salon kecantikan ini, tapi aku sangat kesal dan tidak tenang. Bukan suatu kebetulan jika seseorang membuat masalah di luar tanpa alasan. Kemungkinan kita semua akan terlibat!" Ujarnya dengan panik. "Dengarkan aku. Jangan menemui Angelina sekarang. Ayo kita pergi. Aku khawatir orang-orang Angkasa ada di luar sekarang. Ketika kita ingin lari, kita sudah tidak bisa lari lagi." Kokom berk