"Tidak, tidak! Aku tidak mungkin hamil! Kami hanya melakukannya sekali, tidak mungkin akan semudah itu, bukan?" sangkal Anna di dalam hatinya.
Anna keluar dari kamar mandi dan membuang sisa sereal di atas meja. Dia sama sekali tidak bisa makan lagi. Kemudian, ia menyambar tas selempangnya dan berjalan keluar dari pintu menuju tempat bekerjanya.Lonceng yang tergantung di atas pintu Toko Roti Delicious berbunyi ketika Anna membuka pintu. Wangi roti yang segar memenuhi ruangan, menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Anna, membuat perutnya sedikit bergejolak tanpa sadar.Ben yang sedang menata roti di dalam etalase menoleh ketika mendengar seseorang membuka pintu. Wajahnya seketika berubah cerah ketika melihat siapa yang datang, “Anna!”"Selamat pagi," sapa Anna seraya berjalan menuju loker di belakang kasir.“Apakah Anna sudah datang?” Seorang wanita paruh baya melihat keluar melalui pintu dapur.“Selamat pagi, Nyonya Thompson!” Anna menyapa Serena Thompson, ibu Benjamin, yang juga merupakan pemilik toko roti tempatnya bekerja.“Ada apa denganmu? Mengapa kamu terlihat pucat?” tanya Serena seraya berjalan mendekati Anna.“Tidak apa-apa, aku hanya merasa sedikit lelah,” jawab Anna berbohong. Dia menundukkan kepalanya, berpura-pura sibuk membereskan tasnya ke dalam loker.“Baiklah. Kalau kamu membutuhkan sesuatu, kamu bisa memberitahuku, oke?” kata Serena. Dia akhirnya kembali ke dapur setelah melihat anggukan kepala Anna.Ben berjalan mendekati Anna, berdiri diam di sebelahnya selama beberapa saat. Anna mendongakkan kepalanya dan melihat tatapan curiga yang dilemparkan Ben kepadanya. Dia sedikit bingung. “Ada apa?” tanya wanita itu.“Kamu bohong. Ayo kita pergi ke klinik,” ajak Ben tiba-tiba. “Kamu selalu menundukkan kepalamu, menghindari tatapan orang lain ketika kamu berbohong.”Anna tertegun, tidak menyangka Ben akan bisa menangkap kebohongannya dalam waktu singkat. Ia tidak menyangka dia akan melakukan sesuatu tanpa dia sadari ketika dia berbohong.Pada akhirnya, Anna setuju untuk pergi ke klinik bersama Ben.“Selamat siang,” sapa seorang dokter muda ketika melihat kedatangan Ben dan Anna. “Apa yang Anda keluhkan?”“Saya … perut saya terasa tidak enak akhir-akhir ini,” jelas Anna. Ia mengutarakan keluhannya, mulai dari semua makanan tampak tidak menarik, hingga mual dan muntahnya setiap kali makan.Dokter muda itu tertegun. Dia menatap Anna selama beberapa saat lalu bertanya, “Apakah Anda terlambat datang bulan?”Jantung Anna berdetak cepat setelah mendengar pertanyaan dokter muda itu, wajahnya memucat. Apakah … ketakutannya benar-benar terjadi?Melihat reaksi Anna, dokter muda itu memiliki pemahaman diam-diam. Dia tersenyum lalu kembali berkata, “Saya menyarankan Anda pergi ke dokter kandungan.”Dokter itu menulis di sebuah kertas, lalu menyerahkannya kepada perawat yang ada di belakangnya. “Tolong bawa pasien ke tempat Dokter Lily.”Anna mengikuti perawat itu dengan linglung, begitu pula dengan Ben. Ben tidak mengerti mengapa mereka harus pergi menemui dokter kandungan.“Selamat siang, Dokter Lily, Dokter Brian memintaku mengantarkan pasien ini kepadamu,” sapa perawat itu kepada seorang dokter wanita muda seraya menyerahkan selembar kertas.Lily menerima kertas itu, membacanya sekilas, lalu mengangguk tanda mengerti. Perawat itu segera berpamitan dan meninggalkan ruangan.“Nona Silverlake, mari ikuti aku,” ajak Lily. Anna mengikuti Lily ke ruangan lain, melakukan serangkaian prosedur dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dokter itu. Setelah selesai, Anna diminta untuk menunggu kembali bersama Ben di dalam ruangannya.Ben ingin bertanya kepada Anna, namun ketika melihat gadis itu berwajah muram, dia menelan kembali kata-katanya.Setelah beberapa saat, Lily kembali. Dia tersenyum kepada pasangan yang duduk di dalam ruangannya. “Selamat, Anda positif hamil.”Raut wajah Anna dan Ben berubah drastis. Ben menatap Anna yang memucat dengan mata terbelalak kaget. Melihat reaksi buruk Anna dan Ben, Lily langsung menghela nafas panjang. Dia berpikir di dalam hatinya, “Sepertinya mereka tidak mengharapkan anak ini.”Setelah beberapa saat hening, Lily berusaha menghibur Anna dan Ben, “Nona Anna, lebih baik kamu pikirkan dulu apa yang ingin kamu lakukan dengan anak ini. Kandunganmu masih berusia beberapa minggu. Untuk sementara ini, aku akan memberikan beberapa vitamin.”Setelah pemeriksaan selesai, Anna berjalan keluar dari ruang pemeriksaan dengan langkah gontai. Dia terlihat linglung, bahkan tidak mempedulikan keberadaan Ben. Ben berlari keluar menyusul Anna dari ruang pemeriksaan. Dia berjalan di sisinya, menyamakan kecepatan melangkahnya dengan langkah kaki Anna. Setelah hening cukup lama, Ben tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang selama ini ingin ditanyakannya, “Anna, siapa Ayah dari bayi ini?”Anna menoleh, menatap Ben dalam diam. Dia tidak menjawab pertanyaan Ben, tetapi air mata mengalir keluar dari kedua sudut matanya.Anna menangis dalam diam. Bahunya bergetar hebat. Dia benar-benar tidak mengharapkan hal ini akan terjadi. Dia masuk ke dalam novel, meninggalkan orang tuanya, meninggalkan kehidupannya. Itu saja sudah sangat berat baginya. Kini dia bahkan harus hamil? Apa yang harus dia lakukan sekarang?“Anna, mengapa kamu menangis? Maafkan aku. Kamu tidak perlu menjawabnya kalau kamu tidak mau,” kata Ben panik. Ben memegang kedua pundak Anna, menatap kedua mata gadis itu dengan tatapan dalam. Sebuah pikiran gila tiba-tiba saja melintas di dalam pikirannya. Ben ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengungkapkan pikirannya dengan mantap, “Anna, ayo besarkan bayi itu bersama. Aku bersedia untuk menjadi Ayahnya.”Tiga tahun kemudian ....“Tuan Wilson! Ada kabar baik!” Zack memasuki ruang kerja Keith dengan tergesa-gesa. Dia bahkan tidak mengetuk pintunya dan masuk begitu saja.Keith yang sedang sibuk membaca berkas-berkas di atas meja mendongakkan kepala untuk melihat ke arah orang kepercayaannya itu. Keningnya mengernyit dan dia terlihat kesal. “Begitu penting hingga kamu melupakan sopan santunmu?”Melihat tatapan tidak senang Keith, Zack akhirnya mencoba mengendalikan diri. “Tuan Wilson, maafkan aku. Tapi aku memiliki hal yang sangat penting untuk aku laporkan kepadamu.”“Hal penting?” Keith mengangkat kedua alisnya, menyandarkan punggungnya ke kursi dan menatap Zack dengan tatapan tajam. “Apakah kamu menemukannya?”“Ya!” jawab Zack penuh semangat.Raut wajah Keith menegang sesaat, tetapi kembali santai di detik berikutnya. Dia bertanya kepada Zack dengan nada dingin, “Katakan di mana dia sekarang.”“Nyonya berada di sebuah kota kecil bernama Oaktree. Beliau menyewa rumah kecil dan bekerj
“Pulang?” Alis Anna mengernyit ketika mendengar kata “pulang”. Dia sama sekali tidak menyembunyikan penolakan di wajahnya. “Siapa yang mau pulang denganmu?”Raut wajah Keith tidak kalah sengit. Dia menatap Anna dengan tajam, seolah-olah ribuan pisau sedang tertuju pada wanita di depannya itu.Anna menelan ludahnya dengan susah payah, memberanikan diri untuk menentang Keith, “Kenapa aku harus ikut pulang denganmu? Aku memiliki kehidupanku sendiri di sini dan kamu tidak bisa mengaturku!”“Tiana.” Keith sedikit memiringkan kepalanya saat memanggil nama Tiana. Kata-kata yang diucapkannya penuh dengan penekanan. “Apakah kamu tahu statusmu? Kamu adalah Nyonya Wilson. Istriku.” “Lagi pula,” lanjut Keith. “Anak itu … adalah putraku, bukan?”Anna menarik napasnya dalam-dalam, berusaha membuat dirinya setenang mungkin. Entah sudah berapa kali dia membayangkan adegan ketika Keith berdiri di depan pintu rumahnya seperti saat ini. Anna pikir dirinya bisa tenang. Namun nyatanya, dia hanya mengh
“Tiana?” Keith kembali memanggil Anna, namun wanita itu sama sekali tidak bereaksi.Di sisi lain, Anna masih tenggelam dalam pikirannya. Dia menimbang-nimbang apa yang harus dia lakukan.Selama 3 tahun hidup di dalam dunia novel ini, dia tidak pernah bisa menemukan cara untuk kembali ke dunianya. Bahkan dia tidak kembali ketika pingsan setelah melahirkan. Pada akhirnya, Anna hanya bisa memaksakan diri untuk menerima kondisinya.Kematian Tiana seharusnya terjadi setelah 1 tahun dia memasuki novel. Tapi, meskipun itu sudah terlewat, bukan berarti Anna tidak benar-benar akan mati, bukan? Keith bisa menemukannya, bagaimana kalau keluarganya bisa menemukannya juga?Keith terdiam. Memberikan waktu kepada istrinya untuk berpikir. Dia bahkan bisa melihat wajah tertekan istrinya.Setelah beberapa saat, Anna akhirnya mengambil sebuah keputusan bulat. Dia mendongakkan kepalanya, menatap wajah Keith dan berkata dengan tegas, “Archer memang anakmu. Baiklah, kami akan ikut pulang denganmu.”Keith
“Wah, Mama, lihat! Ada sapi!” seru Archer penuh semangat. Suara celotehan Archer dan jawaban Anna terdengar sepanjang jalan, Zack dan Keith duduk di kursi depan, sedangkan Anna dan Archer menempati kursi belakang. Anna sesekali melirik ke arah kaca spion tengah dan bertatapan dengan sepasang mata yang menatapnya dengan tajam. Anna hanya melemparkan senyum tipis, lalu kembali memalingkan wajahnya dan bercanda dengan Archer.Zack sebenarnya merasa sedikit bingung dengan tingkah laku tuannya. Dia menginginkan istri dan anaknya pulang bersamanya, namun dia sama sekali tidak terlihat bahagia.“Ah, sepertinya hari-hari Nyonya akan sulit,” desah Zack di dalam hatinya.Hanya dalam satu jam perjalanan, Archer sudah tidur di pangkuan Anna. Anna menatap lembut dan membelai rambut anaknya. Semua gerak-geriknya tidak lepas dari perhatian Keith.“Apakah kamu tidak ingin menanyakan tentang keadaan keluargamu?” tanya Keith tiba-tiba.Anna tertegun dan gerakan tangannya berhenti sejenak di udara. Sete
“Tiana!” Nada suara Keith semakin berat, seolah-olah menuntut Anna untuk mematuhinya.Anna mencondongkan tubuhnya ke depan, mendekati telinga Keith lalu berbisik pelan, “bisakah kamu berbicara dan bersikap lebih lembut kepada kami? Kalau kamu setuju, aku akan memberitahu Archer untuk memanggilmu ‘Papa’.”Wajah Keith sudah sehitam dasar panci. Dia tidak menduga Anna akan berani mengajukan permintaan kepadanya. Dia menggertakkan gigi dan bertanya dengan suara rendah, “apakah kamu sedang mempermainkanku?”“Mengapa? Bukankah kamu menjemput kami untuk memperbaiki hubungan kita?” bisik Anna berterus terang.“Dalam mimpimu!” dengus Keith dingin.“Lalu, mengapa kamu terus mencariku dan mengajakku pulang?” celetuk Anna kesal. Dia tidak tahu mengapa laki-laki ini sangat sulit untuk dibujuk.Keith terdiam, sama sekali tidak terlihat berniat menjawab pertanyaan Anna.“Baiklah, kalau begitu silahkan menikmati panggilan ‘Paman’,” desah Anna seraya menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi mobil. Kei
Keith menghembuskan nafas berat, setelah itu dia memerintahkan Zack, “bawa Archer ke dalam kamarnya.”“Baik, Tuan,” jawab Zack patuh. Dia tidak berani menunda lagi dan bergegas menggandeng Archer, membawanya masuk ke dalam rumah.Keith menatap Anna, lalu berkata dengan nada tidak senang, “ini semua salahmu.”“Hei, daripada menyalahkanku, bagaimana kalau kita memikirkan solusinya?” celetuk Anna seraya berjalan mendekat.Keith menatap Anna dengan waspada, “solusi? Solusi apa?”“Bagaimana kalau begini. Setiap kali ada Archer, kamu berpura-puralah bersikap lembut kepadaku. Kita tunjukan kepadanya kalau hubungan kita baik-baik saja. Aku yakin dia akan mulai membuka hatinya kepadamu,” saran Anna.“Tidak. Aku bisa membuatnya menyukaiku tanpa bantuanmu,” tolak Keith seraya berjalan pergi meninggalkan Anna.Anna menggeleng pelan dan berkata di dalam hatinya, “Keith benar-benar keras kepala.” Setelah itu, dia berlari mengikuti Keith masuk ke dalam rumah.Anna melihat sekeliling ketika memasuki
Keith berjalan menaiki tangga, menuju kamar yang telah dia sediakan untuk Archer. Kamar itu terletak tidak jauh dari kamarnya dan juga kamar Anna. Hanya dipisahkan oleh ruang keluarga.Setelah sampai di depan pintu kamar, Keith menarik nafasnya dalam-dalam, menenangkan dirinya sejenak. Dia selalu tenang setiap kali menghadapi bisnis-bisnis besar. Namun entah mengapa, dia menjadi gelisah ketika harus menghadapi anak yang belum genap berusia 3 tahun.Setelah Keith merasa sedikit tenang, dia memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu.Tok! Tok! Tok!Hening. Tidak ada jawaban dari dalam kamar.Keith mengerutkan alisnya, lalu kembali mengetuk pintu. Akhirnya, sebuah suara bayi terdengar dari dalam ruangan.“Siapa?” tanya Archer.“Ini aku … ini Papa,” jawab Keith tegang.Hening. Tidak ada jawaban lagi dari balik pintu.“Archer, bisakah Papa masuk? Papa ingin mengobrol denganmu,” tanya Keith lagi.Akhirnya, suara langkah kaki berjalan mendekati pintu. Tanpa sadar, sudut bibir Keith menyungg
Anna mengangguk dengan antusias, “ya, berkebun! Aku ingin menanam sayuran dan buah-buahan. Apakah kamu mengetahui dimana aku bisa melakukannya?”“Itu … sebentar Nyonya. Biar aku bertanya kepada Tuan dulu,” kata Rose. Bagaimana kalau tuannya marah karena melihat nyonya mereka berkebun? Rose bergegas berjalan menuju sudut tembok, mengeluarkan HPnya lalu menekan layar telepon genggamnya. Tidak lama kemudian, suara seorang pria terdengar di seberang telepon.“Halo? Apakah dia berulah?” tanya Keith. “Tidak, Tuan, bukan seperti itu,” sangkal Rose cepat.“Lalu?” tanya Keith.“Nyonya … Nyonya ingin berkebun,” jawab Rose.“Berkebun?” Keith menduga dirinya salah dengar. Dia tidak pernah mendengar Tiana menyukai kegiatan berkebun sebelumnya.“Iya Tuan, berkebun,” jawab Rose.“Apakah maksudmu berkebun seperti memegang tanah, cangkul, menanam tanaman?” Keith tiba-tiba saja merasa dirinya sedikit bodoh.“Ya,” jawab Rose sedikit geli. Dia sudah bekerja di rumah keluarga Wilson semenjak Keith lahir