Share

BAB 4 Bayi si Pria Dingin

"Tidak, tidak! Aku tidak mungkin hamil! Kami hanya melakukannya sekali, tidak mungkin akan semudah itu, bukan?" sangkal Anna di dalam hatinya.

Anna keluar dari kamar mandi dan membuang sisa sereal di atas meja. Dia sama sekali tidak bisa makan lagi. 

Kemudian, ia menyambar tas selempangnya dan berjalan keluar dari pintu menuju tempat bekerjanya.

Lonceng yang tergantung di atas pintu Toko Roti Delicious berbunyi ketika Anna membuka pintu. Wangi roti yang segar memenuhi ruangan, menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Anna, membuat perutnya sedikit bergejolak tanpa sadar.

Ben yang sedang menata roti di dalam etalase menoleh ketika mendengar seseorang membuka pintu. Wajahnya seketika berubah cerah ketika melihat siapa yang datang, “Anna!”

"Selamat pagi," sapa Anna seraya berjalan menuju loker di belakang kasir.

“Apakah Anna sudah datang?” Seorang wanita paruh baya melihat keluar melalui pintu dapur.

“Selamat pagi, Nyonya Thompson!” Anna menyapa Serena Thompson, ibu Benjamin, yang juga merupakan pemilik toko roti tempatnya bekerja.

“Ada apa denganmu? Mengapa kamu terlihat pucat?” tanya Serena seraya berjalan mendekati Anna.

“Tidak apa-apa, aku hanya merasa sedikit lelah,” jawab Anna berbohong. Dia menundukkan kepalanya, berpura-pura sibuk membereskan tasnya ke dalam loker.

“Baiklah. Kalau kamu membutuhkan sesuatu, kamu bisa memberitahuku, oke?” kata Serena. Dia akhirnya kembali ke dapur setelah melihat anggukan kepala Anna.

Ben berjalan mendekati Anna, berdiri diam di sebelahnya selama beberapa saat. 

Anna mendongakkan kepalanya dan melihat tatapan curiga yang dilemparkan Ben kepadanya. Dia sedikit bingung. 

“Ada apa?” tanya wanita itu.

“Kamu bohong. Ayo kita pergi ke klinik,” ajak Ben tiba-tiba. “Kamu selalu menundukkan kepalamu, menghindari tatapan orang lain ketika kamu berbohong.”

Anna tertegun, tidak menyangka Ben akan bisa menangkap kebohongannya dalam waktu singkat. Ia tidak menyangka dia akan melakukan sesuatu tanpa dia sadari ketika dia berbohong.

Pada akhirnya, Anna setuju untuk pergi ke klinik bersama Ben.

“Selamat siang,” sapa seorang dokter muda ketika melihat kedatangan Ben dan Anna. “Apa yang Anda keluhkan?”

“Saya … perut saya terasa tidak enak akhir-akhir ini,” jelas Anna. Ia mengutarakan keluhannya, mulai dari semua makanan tampak tidak menarik, hingga mual dan muntahnya setiap kali makan.

Dokter muda itu tertegun. Dia menatap Anna selama beberapa saat lalu bertanya, “Apakah Anda terlambat datang bulan?”

Jantung Anna berdetak cepat setelah mendengar pertanyaan dokter muda itu, wajahnya memucat. 

Apakah … ketakutannya benar-benar terjadi?

Melihat reaksi Anna, dokter muda itu memiliki pemahaman diam-diam. Dia tersenyum lalu kembali berkata, “Saya menyarankan Anda pergi ke dokter kandungan.”

Dokter itu menulis di sebuah kertas, lalu menyerahkannya kepada perawat yang ada di belakangnya. 

“Tolong bawa pasien ke tempat Dokter Lily.”

Anna mengikuti perawat itu dengan linglung, begitu pula dengan Ben. Ben tidak mengerti mengapa mereka harus pergi menemui dokter kandungan.

“Selamat siang, Dokter Lily, Dokter Brian memintaku mengantarkan pasien ini kepadamu,” sapa perawat itu kepada seorang dokter wanita muda seraya menyerahkan selembar kertas.

Lily menerima kertas itu, membacanya sekilas, lalu mengangguk tanda mengerti. Perawat itu segera berpamitan dan meninggalkan ruangan.

“Nona Silverlake, mari ikuti aku,” ajak Lily. 

Anna mengikuti Lily ke ruangan lain, melakukan serangkaian prosedur dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dokter itu. Setelah selesai, Anna diminta untuk menunggu kembali bersama Ben di dalam ruangannya.

Ben ingin bertanya kepada Anna, namun ketika melihat gadis itu berwajah muram, dia menelan kembali kata-katanya.

Setelah beberapa saat, Lily kembali. Dia tersenyum kepada pasangan yang duduk di dalam ruangannya. 

“Selamat, Anda positif hamil.”

Raut wajah Anna dan Ben berubah drastis. Ben menatap Anna yang memucat dengan mata terbelalak kaget. 

Melihat reaksi buruk Anna dan Ben, Lily langsung menghela nafas panjang. Dia berpikir di dalam hatinya, “Sepertinya mereka tidak mengharapkan anak ini.”

Setelah beberapa saat hening, Lily berusaha menghibur Anna dan Ben, “Nona Anna, lebih baik kamu pikirkan dulu apa yang ingin kamu lakukan dengan anak ini. Kandunganmu masih berusia beberapa minggu. Untuk sementara ini, aku akan memberikan beberapa vitamin.”

Setelah pemeriksaan selesai, Anna berjalan keluar dari ruang pemeriksaan dengan langkah gontai. Dia terlihat linglung, bahkan tidak mempedulikan keberadaan Ben. 

Ben berlari keluar menyusul Anna dari ruang pemeriksaan. Dia berjalan di sisinya, menyamakan kecepatan melangkahnya dengan langkah kaki Anna. 

Setelah hening cukup lama, Ben tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang selama ini ingin ditanyakannya, “Anna, siapa Ayah dari bayi ini?”

Anna menoleh, menatap Ben dalam diam. Dia tidak menjawab pertanyaan Ben, tetapi air mata mengalir keluar dari kedua sudut matanya.

Anna menangis dalam diam. Bahunya bergetar hebat. Dia benar-benar tidak mengharapkan hal ini akan terjadi. 

Dia masuk ke dalam novel, meninggalkan orang tuanya, meninggalkan kehidupannya. Itu saja sudah sangat berat baginya. Kini dia bahkan harus hamil? Apa yang harus dia lakukan sekarang?

“Anna, mengapa kamu menangis? Maafkan aku. Kamu tidak perlu menjawabnya kalau kamu tidak mau,” kata Ben panik. 

Ben memegang kedua pundak Anna, menatap kedua mata gadis itu dengan tatapan dalam. Sebuah pikiran gila tiba-tiba saja melintas di dalam pikirannya. 

Ben ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengungkapkan pikirannya dengan mantap, “Anna, ayo besarkan bayi itu bersama. Aku bersedia untuk menjadi Ayahnya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status