Home / Rumah Tangga / Istri Sebatas Status / 10. Bukan Anak Kemarin Sore

Share

10. Bukan Anak Kemarin Sore

Author: Lathifah Nur
last update Huling Na-update: 2021-06-28 20:25:57
“Gila kamu, Aksa!”

Dendra memaki keponakannya sembari menghentikan langkah dan tegak dengan berkacak pinggang. Dari kejauhan dia masih bisa menyaksikan bayangan Agnes bercengkerama dengan mamanya dari balik kaca jendela yang sedikit gelap.

“Cuma itu yang terlintas di pikiranku, Paman.”

Aksa juga tidak tahu kenapa pada saat Ranty meminta jaminan, bibirnya spontan mengucap janji dengan lantang bahwa dia tidak akan menceraikan Agnes kecuali jika Agnes sendiri yang mengajukan gugatan cerai kepadanya.

“Seharusnya kamu pakai batas waktu.”

Dendra sangat menyayangkan kecerobohan Aksa. Walaupun dia tidak berharap rumah tangga keponakannya itu hancur di tengah jalan, dia juga tidak yakin Aksa mampu memegang teguh janjinya. Terlebih dengan mengingat usia Aksa yang lebih muda dari Agnes dan perkenalan mereka yang terbilang singkat.

“Sudahlah, Paman,” tukas Aksa. “Semua sudah terjadi. Doakan saja aku bisa memenuhinya. Memangnya Paman tidak senang melihat rumah tanggaku langgeng?”

“Bukan begi
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Istri Sebatas Status   82. Sentilan Langit

    Dada Haidar bergemuruh karena darah yang mendidih. Di sampingnya, Jovanta—pengacara yang dipercayainya untuk menangani kasus Agung—mengimbangi langkah cepatnya memasuki ruang tahanan. Haidar mengeritkan gigi ketika melihat Agung meringkuk di balik jeruji besi. Begitu menyadari kehadiran Haidar, Agung bergegas bangkit menemui papanya. “Keluarkan aku dari sini, Pa!” Tangan Agung menggapai udara, berusaha menjangkau Haidar yang tegak dua langkah darinya. Wajahnya tampak lebih tirus. Tulang pipinya mulai mencuat, padahal dia baru mendekam di sel tahanan sementara selama dua minggu. Melihat kulit wajah Agung terlihat kusam dan pucat, hati Haidar terenyuh. Marahnya perlahan memudar, berganti rasa iba. Bagaimanapun, Agung tetaplah anak sulungnya. Mana ada orang tua yang tidak merasa tertekan saat anaknya masuk penjara. Namun, Haidar tidak bisa berbuat apa-apa untuk membebaskan Agung. Dia tidak memiliki cukup uang untuk membayar jaminan. Perusahaan keluarga yang selama ini dikelola oleh A

  • Istri Sebatas Status   81. Menepuk Lalat

    Mobil Aksa meninggalkan butik Agnes dengan kecepatan rendah. Di sebelah Aksa, Agnes duduk tenang. Seulas senyuman tipis menghias wajahnya. “Kelihatannya kau senang sekali dengan pertemuan ini,” goda Aksa di sela-sela kesibukannya mengendalikan roda kemudi. “Ini pertama kalinya aku bisa makan di luar semenjak kecelakaan itu,” timpal Agnes, “Bohong kalau aku bilang aku tidak senang, apalagi … ini juga pengalaman pertama kita menikmati makan siang bersama keluarga Eksa.” “Kau benar. Sampai sekarang, terkadang aku masih merasa seperti mimpi bisa bertemu Eksa lagi.” “Kalian pasti telah melewati hari-hari yang sangat sulit.” Agnes dapat melihat betapa dekatnya hubungan mereka berdua. Setelah menyimak kisah pilu kehidupan masa kecil Aksa, dia mengerti mengapa Aksa mau mengorbankan status lajangnya demi menjaga dan melindungi Ainun. Alih-alih cemburu pada masa lalu Aksa, dia malah bersyukur mendapatkan lelaki sebaik Aksa. Seorang lelaki yang sangat bertanggung jawab terhadap keluarga ser

  • Istri Sebatas Status   80. Pulang

    “Pa, Aksa tidak pernah berniat untuk mempermalukan Papa ataupun Mama,” ujar Agnes, merasa tidak nyaman dengan perdebatan mertua dan suaminya. “Ainun memang bukan istri Aksa. Selama ini, dia hanya berusaha melindungi Ainun dan Kyra.” Muka Haidar menggelap. Dia paling benci dibohongi. “Kalau dia bukan istri dan anakmu, untuk apa kau peduli pada mereka?” semburnya, menatap garang pada Aksa. “Mereka keluarga Eksa, Pa. Bagaimana mungkin aku menelantarkan mereka?” “Apa? Jangan bercanda, Aksa! Eksa sudah lama mati! Mayatnya bahkan tidak pernah bisa ditemukan.” Aksa membuang pandang ke lantai. “Ya. Bagi Papa sama Mama Eksa sudah mati. Kalian tidak pernah peduli setelah dia melarikan diri.” Bulir bening di sudut mata Clarissa menggelinding jatuh mendengar penuturan Aksa. Sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan mereka, dia memang tidak pernah mempertanyakan keberadaan Eksa semenjak anaknya itu memberontak dan minggat dari rumah. Dia tidak pernah tahu bahwa Eksa telah mengganti nama pangg

  • Istri Sebatas Status   79. Mengesampingkan Ego

    Agnes menyeka kristal bening yang meluruh dari sudut matanya. Emosinya terhanyut mendengar kidung lara kehidupan masa kecil Aksa. “Kau menangis? Membuat aku benar-benar terlihat menyedihkan!” Meskipun bibirnya melontarkan keluhan mengejek kepada Agnes, Aksa merasakan hatinya menghangat ketika menyadari bahwa Agnes berempati terhadap nasibnya yang kurang beruntung di masa lalu. Setelah berhasil mengendalikan perasaannya, Agnes mengumbar senyuman hangat. “Dengan begitu aku yakin kamu akan lebih menghargai orang lain dan memahami makna kata bahagia yang sesungguhnya.” Agnes juga semakin paham sekarang mengapa Aksa begitu melindungi Ainun dan Kyra. Dia sudah merasakan pahitnya diabaikan. Jadi, wajar jika dia tidak ingin Kyra mengalami hal yang sama. “Kamu enggak dendam kan sama mama?” “Entahlah. Aku hanya merasa berat untuk menemuinya lagi.” Agnes sangat mengerti. Siapa pun yang pernah disakiti—apalagi dalam jangka waktu lama—tentu sulit untuk benar-benar bersikap normal. Mungkin me

  • Istri Sebatas Status   78. Enggan

    “Di mana kau sekarang?” Haidar menodong Aksa dengan pertanyaan interogasi tanpa basi-basi tentang kabar. Aksa mendengkus kecewa. Sepertinya Haidar benar-benar tak peduli apakah dia masih hidup atau sudah mati. “Yang jelas, bukan di rumah Papa!” Aksa menyahut dengan nada dingin. “Anak kurang ajar!” umpat Haidar. “Kalau di rumahku, apa perlu aku bertanya seperti itu?” “Sudahlah. Aku sedang tidak ingin bertengkar,” sahut Aksa. “Aku masih ngantuk.” Selesai berkata begitu, Aksa langsung memutus sambungan telepon. Di ujung telepon. Haidar mengomel panjang pendek lantaran kesal dengan perbuatan Aksa. Berkali-kali dia mencoba memanggil ulang nomor telepon Aksa, tetapi Aksa tidak lagi mengangkat panggilannya. Dengan kesal dan mulut tak henti mengumpat dan memaki, dia mengetik pesan untuk Aksa. Aksa turun dari ranjang dengan tampang kusut. Niatnya untuk melanjutkan tidur sedikit lebih lama gagal total akibat gangguan dering telepon dari papanya. “Lelaki itu masih belum menyerah!” ejek Aks

  • Istri Sebatas Status   77. Lara

    Aksa mematung di depan pintu. Awalnya, dia berniat untuk mengetuk pintu rumah orang tuanya itu. Namun, mendengar suara ribut dari dalam, dia pun membatalkan niatnya. Dia tetap tegak mematung di sana. Menguping pertengkaran yang sedang berlangsung antara mama dan kakak iparnya. Dia merasa aneh mengetahui dua orang yang biasanya sangat akur tersebut berubah seperti musuh. “Ma … Ma … Mama pikir aku naif? Aku tahu Mama tidak pernah membesarkan Aksa dan saudara kembarnya dengan tangan Mama sendiri,” cemooh Marsha. “Mama bahkan tidak pernah memberi mereka ASI. Mereka adalah dua anak sapi yang diasuh oleh pembantu.” “Kamu?” Clarissa mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Ingin sekali dia bisa mencabik-cabik mulut Marsha. “Apa aku salah?” Marsha semakin merasa bahwa dirinya berada di atas angin ketika melihat Clarissa tidak berani melayangkan tangan kepadanya. Sudut bibir Marsha mencebik sinis. “Mama bahkan tak peduli Eksa masih hidup atau sudah mati!” Sentilan telak itu membungkam mu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status