Share

Bab 7. Tubuh yang Seksi

Dada Mutia diringkus sesaknya buih bening menandai kedua netranya, hatinya pias. Tidak menyangka jika ibu mertuanya tega mengatakan itu.

Tetapi Mutia tidak punya pilihan, selain menyetujui Glady untuk menjadi pembantu di rumah mewah itu daripada ia mati kelaparan.

Lagi pula tugasnya sebagai menantu keluarga Lander memang harus berbakti, bukan? Meski statusnya hanya istri sebatas kontrak selama sebulan—lalu bercerai dari Firheith jika terbukti tidak hamil.

Semoga saja begitu. Masalah hotel crousant berbalik menjadi miliknya nanti setelah bercerai, Mutia tidak terlalu berharap yang penting ia terbebas dari Firheith yang ternyata sangat berbahaya, kejam dan licik.

“Di mana Mutia? Kenapa ia tidak ikut sarapan bersama kita, pagi ini?”

Pertanyaan itu ditujukan Gabriel pada Firheith yang sibuk sendiri, karena ia tak melihat Mutia sejak tadi hingga selesai makan.

“Mutia di dapur membantu Espen beberes. Padahal aku sudah melarangnya dan menyuruhnya beristirahat, tapi dasar kampungan yang terbiasa bekerja kasar. Ia tetap saja tidak mau mendengarku!” sahut Glady dengan nada mengejek.

“Apa benar begitu Glad?”

“Tatapanmu seolah meragukanku, Briel! Apa sekarang aku terlihat berbohong?”

“Di setengah usiaku, kita berumah tangga. Aku hafal betul tabiatmu Glady. Apalagi sampai detik ini kamu belum menerima Mutia sebagai istri Fir. Lalu bagaimana bisa aku percaya?”

“Aku tidak menerimanya, karena ia memang tidak layak untuk Fir dari segi apapun. Dan aku yakin dengan keputusan bodohmu kemarin, akan menyengsarakan kita semua! Dasar suami dari dulu tidak ada fungsinya! Menjadi benalu saja!" maki Glady meluapkan emosi.

Gabriel menahan kesabaran dengan meremas garpunya yang tertancap di atas sandwich. Setiap hari, istrinya selalu merendahkannya karena malu punya suami yang berasal dari anak bekas seorang pembantu.

Meremehkan pekerjaannya sebagai kaki tangan organisasi mafia, yang menurutnya berpenghasilan tidak jelas.

Hanya demi Firheith dan menebus rasa bersalahnya telah menghamili Glady, Gabriel pun menikahinya dengan syarat dari wanita itu.

Gabriel harus berhenti dari dunia mafia, sebagai gantinya ia ditugaskan ayah Glady untuk mengelola bisnis akomodasi miliknya. Tetapi gara-gara hal itu, Glady kerap menjadikan alat mendiskriminasi Gabriel.

"Mau tidak mau, kamu harus menerima Mutia sebagai menantu Glady. Aku rasa Mutia adalah gadis baik dan tidak neko-neko. Lihatlah Fir kita sekarang! Sudah mulai berubah sedikit, kan? Itu pasti karena pengaruh Mutia.”

Firheith berusaha mengabaikan pembelaan sang papa pada Mutia dengan melanjutkan sarapan. Sementara itu, Celine sudah pergi lebih dulu ke sekolah karena ada ujian.

"Gadis baik katamu?" Glady tertawa sumbang. "Baik di depan, belum tentu di belakang! Apalagi setelah tahu keputusan gilamu yang akan menyerahkan hotel jerih payah keluargaku padanya jika Fir bercerai?! Pasti wanita itu sekarang jemawa dan menyusun rencana supaya itu terjadi. Lalu, menendang kita semua dari rumah ini!!"

Firheith membenarkan ucapan sang mama barusan. Buktinya, Mutia sendiri mengakuinya kemarin malam. Sial! Kini Firheith terjerat permainannya sendiri. Berniat cari untung dengan pernikahan itu, malah menjadi buntung.

***

"Nona muda, minumlah airnya dulu sembari mengganjal perut?" tawar Espen kasihan, melihat Mutia memegangi perut sejak tadi.

Bibir Mutia juga pucat dan wajahnya kelelahan setelah membantu Espen membersihkan rumah tiga lantai ini dan memasak untuk sarapan keluarga Lander.

"Tidak, Espen. Nanti kalau Nyonya Glady marah bagaimana? Aku tidak mau itu sampai terjadi. Karena kamu juga pasti terkena imbasnya," jelas Mutia.

Espen terharu dengan Mutia yang dirasanya sangat baik dan rendah hati. Hanya saja ia menyayangkan, kenapa Mutia bisa sampai dinikahi Tuan mudanya yang brengsek?

Apakah Mutia tidak tahu kalau Firheith itu casanova? Tidak bisa setia dengan satu wanita dan sulit berkomitmen untuk menikah?

"Anda sangat baik, Nona Muda. Tuan Fir beruntung menikahi bidadari sepertimu."

Mutia menipiskan bibir. “Jangan menyanjungku terlalu berlebihan Espen. Aku juga memiliki kekurangan."

Espen semakin salut dengan kepribadian Mutia, mendadak ia ngefans.

“Tubuhku lengket semua, pasti mandi lagi akan menyegarkanku." Mutia menggeliat sesaat merenggangkan otot, lalu menatap wanita paruh baya itu. "Aku akan ke kamar dulu, Espen.”

“Baik, Nona Muda.”

Setibanya di kamar, Mutia langsung menuju ke kamar mandi. Ia merasa tidak perlu mengunci pintunya, karena Firheith pasti sedang berada di ruang tamu bersama pengacara untuk mengurus peralihan warisannya itu dengan Gabriel dan Glady.

“Akhirnya... Hotel Crousant jatuh ke tanganku." Firheith mengembangkan senyum, sembari melepaskan kaosnya dan bertelanjang dada saat memasuki kamar. "Astaga! Kenapa pagi ini mendadak gerah? Aku ingin mandi lagi."

Bahkan Ac sedikitpun tak membuatnya segar, hingga ia memutuskan berjalan ke arah kamar mandi. Tetapi, langkahnya terjeda begitu Firheith baru menyadari ada seorang wanita di balik kaca transparan itu dengan tubuh polosnya di bawah guyuran shower.

Glek!

Glek!

Sepasang netra tembaga Firheith melotot, menyaksikan keindahan tubuh Mutia. Jakunnya turun naik dengan napas memburu yang membawanya berjalan sendiri semakin dekat. Ingin melihat lebih jelas, lekukan tubuh mulus yang memiliki pinggang bak jam pasir itu.

Firheith meraup wajahnya kasar. "Milikku bangun hanya dengan melihatnya mandi!"

Dengan sorot mendamba, Firheith masih setia mengintip Mutia. Berdiri di depan pintu menyaksikan setiap belaian tangan Mutia mengusap gundukan menantang dan pusat sensitifnya, dengan gerakan yang menggoda iman. Jika saja Firheith tak gengsi sudah pasti ia menerkamnya detik itu juga.

Keparat!!

Firheith yang egonya tinggi itu pun terpaksa membatalkan niatnya mandi. Kemudian duduk di sofa dan sengaja mengalihkan fantasi liarnya dengan bermain game.

"Sial!" umpat Firheith begitu frustasi, berpikir bermain game dapat menurunkan kadar libidunya justru membakarnya. Saat iklan tak senonoh menjeda permainan game nya itu.

Bersamaan Mutia muncul keluar dari kamar mandi, hanya berbungkus handuk se-dada. Tak sengaja tertangkap mata Firheith yang menoleh, begitupun Mutia terkejut mendapati adanya Firheith di kamar itu.

"Ke-kenapa ada di sini? Keluarlah!" Mutia gelagapan, cepat menyilangkan tangan ke depan dada untuk melindungi tubuhnya dari tatapan cabul Firheith.

Firheith tersenyum miring. "Kamu lupa ini kamar siapa? Ini kamarku!"

"Tapi ini juga menjadi kamarku sekarang," sahut Mutia dengan berjalan mundur karena panik. Ia takut Firheith memperkosanya lagi melihatnya seperti ini.

"Kalau begitu, kita harus berbagi kamar. Mengingat hubungan kita yang suami istri!"

"Tiba-tiba saja kamu menganggapku istri? Ingat! Kita hanya menikah kontrak, bukan sungguhan!"

Firheith tak mempedulikan ocehan Mutia, sembari terus berjalan ke arah kamar mandi. Tapi Mutia yang mengira Firheith akan berbuat macam-macam, terlihat ketakutan.

"Aaaaah!” jerit Mutia terpeleset karena tak hati-hati lantai kamar mandinya licin.

Melihat kepala Mutia akan terbentur dinding. Firheith dengan cepat berlari lalu menahan pinggangnya.

"Kamu tidak apa-apa Muti?" tanya Firheith ketika Mutia memegangi kepala.

"Pusing," jawab Mutia lemas, dengan bibirnya yang terbuka.

Firheith melihat bibir ranum itu yang pucat, tapi entah kenapa terlihat begitu menggoda. Apalagi tangannya salah menyentuh bokong Mutia.

Madinah Ayyara

Gimana chapter ini? Hai, aku penulis baru di GoodNovel. Semoga pembaca di sini suka dengan cerita yang aku buat, ya. Aku berharap kalian setia mendukung cerita "Istri Seksi Sang Casanova" Dan mengikutinya hingga akhir. Visual dan spoiler novel ini secara khusus bisa kalian lihat di IG: meidiana.ayyara Terima kasih buat kalian yang membaca bukuku ini. Salam sayang untuk kalian semua... ❤❤

| Like
Comments (10)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Yeaay ....
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Benar kak hihihi
goodnovel comment avatar
Lavender
Kira2 bisa nahan gak ya si Fir? penasaran selanjutnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status